Memanggil Pedang Suci

Perjamuan Malam Hari



Perjamuan Malam Hari

0

"Praakk!"

0

Sebuah vas terjatuh ke lantai, pecah menjadi serpihan-serpihan kecil.

"Kenapa Ayah mengundang orang brengsek itu?!"

Helen berdiri di ruang tamu, menatap penuh amarah pada Keller. Pria itu memasang wajah yang serius.

"Sekarang bukan waktu yang tepat untuk merengek."

Melihat wajah tembem putrinya, Keller menghela napas. Tetapi ekspresinya menjadi serius lagi.

"Bagaimanapun juga, seseorang telah menyelamatkan nyawamu. Setidaknya kau harus berterima kasih, apakah kau lupa dengan apa yang aku ajarkan?"

Keller meninggikan suaranya, sehingga membuat Helen sedikit melangkah mundur. Tetapi setelah rasa takut gadis itu menghilang, tubuhnya kembali tegak.

"Aku tidak peduli. Aku membenci pria itu! Aku tidak akan berterima kasih padanya walaupun Ayah mengancam untuk membunuhku!"

"Kau…! Dasar anak manja..!"

Jari telunjuk Keller mengarah pada Helen. Karena amarahnya yang memuncak, badan Keller gemetar. Ia tidak mengerti kenapa putrinya yang biasa patuh itu tiba-tiba menjadi keras kepala.

"Kembali ke kamarmu. SEKARANG! Malam ini kau dihukum tidak boleh keluar kamar, Nak!"

"Aku tidak akan pergi kemana-mana! Hmph!"

Helen menghentakkan kakinya dengan keras dan berbalik, meninggalkan ruangan dengan perasaan gusar. Keller memperhatikan putrinya yang menghilang dari balik pintu, lalu dia kembali duduk di kursinya dan menghela napas. Saat ini, wajahnya terlihat lebih tua sepuluh tahun.

Dia merasa lelah.

"Tuan…"

Ben berjalan ke sisi Keller secara perlahan dan membungkukkan badannya dengan hormat. Pemuda itu memperhatikan ekspresi tuannya yang lelah. Sejenak, ia merasa ragu sebelum bertanya, "Soal tuan putri…"

"Awasi dia. Malam ini, jangan biarkan dia keluar kamar."

Keller melambaikan tangannya dan kembali menghela napas. Sambil mencubit alisnya dengan satu tangan karena frustrasi, Keller memberikan isyarat tangan pada Ben untuk segera keluar dari ruangan bersama dengan yang lain.

"Tinggalkan aku sendiri. Aku lelah dan aku ingin beristirahat. Berikan laporan padaku jika pria itu datang, aku akan menyambutnya."

"Baik."

Setelah menerima perintah Keller, Ben segera meninggalkan ruangan itu. Keller terdiam dan memejamkan matanya cukup lama. Saat ini, beban di pundaknya terlalu besar. Tidak hanya masalah keluarga seperti tadi, tapi juga masalahnya dengan Asosiasi Pedagang. Ketika mereka mencoba menculik Helen untuk mengancamnya, Keller memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan Asosiasi Pedagang. Dia tidak menyangka kalau segerombolan orang mata duitan itu berani bertindak senekad itu. Tapi setelah dia membulatkan tekadnya, Keller bisa memutuskan hubungan dengan Asosiasi Pedagang. Demi alasan keamanan, dia bahkan memerintahkan Helen agar tidak keluar rumah, atau setidaknya hingga masalah ini selesai. Tentu saja Keller sudah menduga kalau Helen tidak akan senang dengan ini. Tapi sebagai kepala keluarga, ia harus bertanggung jawab atas keselamatan keluarganya.

Beberapa hari terakhir ini, Keller merasa ada yang tidak beres. Tapi dia tidak memahami apa yang menyebabkan munculnya perasaan itu. Walaupun saat ini belum ada gerakan dari kota Golden, Keller paham bahwa saat 'orang itu' bergerak, posisinya sebagai kepala keluarga akan berakhir.

Keller menggelengkan kepalanya untuk menghalau pikiran-pikiran dan emosi yang negatif . Karena dia tidak bisa memahami penyebab timbulnya perasaan ini, maka dia akan berhenti memikirkan soal itu. Kali ini, pesta makan malamnya akan dihadiri oleh Presiden Asosiasi Pedagang dan sang Duke sendiri. Dia harus memanfaatkan kesempatan ini untuk membahas masalah tersebut dengan keduanya. Bagi Keller, ini adalah masalah yang sangat penting. Selain itu, Keller tidak bisa menunggu terlalu lama untuk menyelesaikannya.

Awalnya, Keller tidak berniat menceritakannya karena ini adalah masalah internal Asosiasi Pedagang. Tetapi setelah putrinya hendak diculik, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Jika masalahnya hanya sengketa perdagangan biasa, mereka tidak akan menggunakan cara ekstrim seperti itu untuk mengancamnya.

Bagaimanapun juga, lebih baik bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk.

Saat memikirkan hal ini, Keller tiba-tiba teringat dengan pemuda yang menyelamatkan nyawa putrinya. Meskipun kota Deep Stone bukanlah kota yang besar, tidak mudah mencari seseorang. Namun, Rhode agak terkenal. Oleh karena itu, mencari informasi pemuda tersebut tidaklah sesulit dugaan Keller.

Begitu dia menginjakkan kaki di kota ini, Rhode tiba-tiba langsung diuji oleh prajurit legendaris Sereck . Rhode berhasil menang. Setelah itu, dia menjadi pemimpin kelompok prajurit bayaran yang hanya beranggotakan dua orang. Kemudian, dia menghabiskan uangnya untuk membeli Rumah Angker Cyril yang terkenal sangat angker. Selain itu, menurut rumor, penampilan pemuda itu feminin. Jujur saja, kalau bukan karena pencapaian-pencapaiannya yang hampir mustahil, sulit dipercaya apakah pemuda itu memang sengaja mencari perhatian atau tidak.

Yang lebih mengejutkan, Rhode juga memimpin kelompok prajurit bayaran 'kecil' untuk menaklukkan sang Necromancer Kuburan Pavel. Ini merupakan misi tingkat 4 Bintang. Banyak orang yang meragukan keabsahan misinya. Tetapi, petugas Asosiasi Prajurit Bayaran yang memeriksa kepala dan tongkat sihir Necromancer, yang dibawa oleh kelompok Rhode, mengkonfirmasi bahwa barang-barang tersebut memang asli. Hal itu menghapus keraguan dari banyak orang.

Rhode sendiri tidak sadar bahwa dirinya menjadi pusat perhatian saat ini. Kemampuan dirinya menyelesaikan misi yang berbahaya dengan kelompok yang kecil, menunjukkan bahwa Rhode bukanlah prajurit sembarangan. Prajurit bayaran juga manusia. Tentu saja mereka ingin bekerja sama dengan orang yang bisa diandalkan mengingat mereka bertaruh nyawa setiap hari.

Jadi, siapa sebenarnya pemuda ini?

Orang macam apa dia?

Keller memejamkan matanya dan merenung.

-

Ketika malam tiba, suasana yang sepi di rumah tersebut mendadak berubah.

Sebuah lampu gantung memancarkan cahaya ke berbagai arah saat beberapa kereta kuda yang mewah mondar mandir. Sekarang adalah waktu terbaik bagi para bangsawan untuk saling berhubungan. Entah menghadiri sebuah perjamuan informal atau formal, mereka datang untuk bersenang-senang.

Dan jamuan malam ini juga ramai seperti biasanya.

"Tempat ini benar-benar bisa menampung orang sebanyak ini?"

Presiden Moby turun dari kereta. Dia menggerutu sembari mengamati para bangsawan yang berpakaian mewah.

"Setiap kali aku datang ke sini, rasanya seperti ada di pasar. Mendengar sejumlah anak itik yang bercicit benar-benar sangat mengganggu!"

"Sudahlah, teman lamaku, kau tahu sendiri tuan Keller jarang mengundang kita. Jangan mengeluh seperti itu."

Dibandingkan dengan Presiden Asosiasi Prajurit Bayaran yang menggunakan pakaian santai, pakaian Sereck terlihat lebih elegan. Prajurit legendaris kota Deep Stone itu terlihat seperti seorang bangsawan asli dengan pakaiannya yang menakjubkan. Di pinggang Sereck, tergantung pedang sihirnya yang khas.

"Orang itu hanya ingin membuat masalah."

Moby mengabaikan ketidaksetujuan seorang petugas di situ. Ia pun memasuki aula besar sambil mengeluarkan pipanya dan mengetuk pintu.

"Kalau tidak, kenapa dia seperti mencoba untuk bersikap low profile? Lihat, bahkan Klautz si rubah tua itu datang. Sepertinya memang ada masalah besar."

"Mungkin begitu. Aku dengar ada sesuatu yang terjadi di Asosiasi Pedagang. Tetapi kalau hanya itu masalahnya, dia tidak akan mencari kita, Asosiasi Pedagang, ataupun Klautz untuk membantunya menyelesaikan masalah yang sedang dia hadapi. Menurutmu apa masalahnya?"

"Aku tidak tertarik dengan hal itu. Kalau ada orang yang berani mencari masalah, aku akan menghajar mereka sampai mati, tidakkah kamu berpikir demikian?"

"Mungkin saja, karena…"

Sereck belum selesai bicara ketika pintu kembali membuka.

Aula yang berisik itu menjadi hening seketika.

Bagi para bangsawan yang berkumpul di situ, hanya sedikit saja yang bisa menarik perhatian mereka. Tetapi sekarang, perhatian mereka sepenuhnya tertuju pada tiga wajah baru yang berjalan menuju aula.

Rhode tentu saja berjalan pada posisi yang paling depan. Dia memakai satu setel pakaian hitam, menonjolkan kulitnya yang pucat dan tubuhnya yang kurus. Hal itu membuat Rhode terlihat seperti anak yang lemah. Rambutnya yang hitam dan panjang terurai di atas bahunya. Wajahnya yang terlihat dingin seperti memancarkan pesona yang aneh.

Di belakang Rhode, ada dua orang gadis yang juga sedang berjalan dan mereka tidak kalah memukau.

Gaun Marlene terlihat tidak jauh berbeda dengan gaun yang biasa ia kenakan. Dia masih menggunakan jubah sihirnya yang mewah, serasi dengan gerakan tubuhnya yang menawan. Tongkat sihir rubinya memancarkan aura yang sangat indah.

Sementara itu, dibandingdengan dua rekannya yang lain, gaun Lize terlihat lebih sederhana. Gadis itu mengenakan gaun putih yang berkilau, seakan-akan dia adalah bunga bakung yang menimbulkan rasa cinta dan kasih sayang orang-orang.

"Hmph…kelihatannya pesta ini sedikit lebih baik dari yang aku duga."

Marlene mengabaikan kerumunan di sekitarnya dan melihat sekelilingnya.

"M-Marlene, jangan kasar begitu."

Lize mengulurkan tangan dan menarik lengan baju Marlene dengan lembut.

"Kau tidak perlu memikirkannya, Lize. Santai saja."

Walaupun begitu, kelihatannya Marlene tidak terlalu menggubris ucapan Lize.

"Kita di sini untuk bersenang-senang. Selain itu, tuan putri muda ini sudah bersedia datang ke pesta makan malam rendahan seperti ini. Harusnya, itu sudah cukup membuat tuan rumah merasa bangga."

Tepat setelah Marlene selesai berbicara, seorang pria paruh baya yang menggunakan pakaian menawan dan terlihat ramah, memasuki aula. Setelah menyadari keberadaan Rhode dan yang lainnya, matanya berbinar dan pria itu segera berjalan mendatangi mereka.

"Halo, tuan Rhode…Namaku Claytor Keller. Putriku sudah bercerita tentang dirimu dan aku berharap kita bisa bertemu saat itu juga. Dan saat ini, harapanku terkabul. Atas nama keluarga Keller, selamat datang di pesta makan malam ini."

"Jangan rendah hati seperti itu, tuan Claytor. Saya senang menerima undangan anda."

Menghadapi pria paruh baya di depannya, Rhode menjawab dengan sikap rendah hati. Meskipun dia bukan seorang bangsawan, dia pernah menghadiri acara seperti ini di dalam game. Dia memang tidak menghadirinya langsung, tapi dia telah melihatnya berkali-kali. Pemuda itu bisa mengingat dua atau tiga dialog khas bangsawan dalam game.

Setelah mendengarkan jawaban Rhode, Keller tersenyum. Kemudian, dia mengalihkan perhatiannya pada dua orang di belakang Rhode.

"Kau tak perlu bersikap sesopan itu, Tuan Rhode. Dan ngomong-ngomong, dua gadis ini…?"

"Salam," Marlene maju setengah langkah dan sedikit mengangkat ujung roknya, "Nama saya Marlene Senia. Senang berjumpa dengan anda , tuan Claytor Keller."

"Senia?"

Mendengar salam perkenalan Marlene, Claytor tertegun sejenak. Wajahnya terlihat kaget dan dia mengalihkan pandangannya kembali pada Rhode.

Apakah pemuda ini memiliki hubungan dengan keluarga Senia?

Siapa dia sebenarnya?


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.