Memanggil Pedang Suci

Sergapan Kilat



Sergapan Kilat

0"Habisi orang-orang brengsek itu!"     
0

Seorang pria raksasa yang memakai pakaian kulit menghunus golok di tangannya dan menatap desa Deep Creek di depannya sambil berteriak. Dia menatap gerbang kayu besar dan tebal yang ada di depannya sambil menunggu hancurnya gerbang tersebut. Setelah itu, dia dan anak-anak buahnya bisa menjarah apapun yang mereka inginkan.      

Makanan, anggur…dan wanita…     

Pria itu menjilat bibirnya saat memikirkan hal tersebut. Sejak dia tidak sengaja membunuh seorang gadis kecil setelah 'mempermainkannya', dia tidak pernah menyentuh wanita lain setengah bulan kemudian. Kali ini, dia harus menculik wanita yang paling seksi dan menawan yang bisa ia temukan. Untungnya, bos pria tersebut tidak menyukai anak kecil. Kalau tidak, bosnya pasti akan merebut gadis-gadis terbaik yang sudah diincarnya!     

"Berhenti bermalas-malasan. Wahai orang-orang brengsek. Pergilah! Bakar desa mereka!"     

Pria itu memerintah anak-anak buahnya untuk maju. Semua orang yang ada di belakangnya pun tersenyum licik dan melemparkan obor api ke dinding kayu yang ada di depan mereka. Beberapa obor tidak bisa melewati dinding. Ada juga beberapa obor lainnya yang berhasil melewati dinding. Beberapa saat kemudian, kepulan asap hitam mulai membumbung ke atas dari dalam desa.     

"Sialan!"     

Vinny menyipitkan matanya yang berlinang air mata setelah terkena asap. Meskipun demikian, Vinny tetap berada di dalam pos dan menyipitkan matanya untuk melihat para penyerang mereka. Orang-orang barbar ini sepertinya punya persiapan yang matang. Mereka tahu kalau Kepala Desa dan para pemburu sedang pergi berburu. Walaupun desa Deep Creek memiliki populasi lebih dari 100 orang, tetapi sebagian besar adalah wanita dan anak kecil. Jumlah orang yang bisa bertarung di desa ini bahkan tidak sampai 30 orang! Bagaimana bisa mereka menahan serangan ini?     

Vinny mengangkat kepalanya dan menoleh pada perbukitan hijau yang ada di dekatnya. Dia berharap akan melihat gerombolan Kepala Desa. Namun, dia tidak melihat siapa-siapa. Dia tahu kalau Kepala Desa tidak akan pulang secepat itu. Tapi…Apakah orang-orang ini sudah gila? Kenapa mereka menyerang di saat-saat seperti ini?     

"Vinny!"     

Ketika Vinny berusaha menghalangi salah satu orang barbar yang memanjat dinding kayu, seorang prajurit desa mendatanginya.     

"Sialan. Kita telah mengirim sinyal namun Kepala Desa tidak merespon panggilan tersebut. Kita tidak tahu dimana mereka sekarang….Ada api dimana-mana. Kita tidak bisa memadamkannya tepat waktu! Dasar orang-orang brengsek…"     

Prajurit itu mengangkat kepalanya dan mengamati keadaan sekelilingnya. Kemudian, dia berdiri dengan raut wajah terkejut.     

"Astaga. Itu adalah rumah si tua John! Brengsek..!"     

"Tiarap, bodoh!"     

Wajah Vinny menjadi pucat ketika dia melihat si prajurit berdiri. Sebelum Vinny melakukan apa-apa, sebuah kapak menghujam tengkorak prajurit itu. Kepalanya terbelah menjadi dua sebelum dia bisa bereaksi dan tubuhnya pun terjatuh dari menara pengawas.     

"Bangsat!!"     

Vinny murka setelah melihat kematian temannya. Dia segera berdiri dan menembakkan beberapa panah ke arah musuh. Namun, orang-orang barbar tersebut segera mundur ketika mereka melihat serangan Vinny. Tidak hanya itu, ketika Vinny sedang menarik panah dari tempat panahnya, beberapa kapak dilempar ke arahnya. Vinny pun terpaksa berlindung i di balik pagar menara pengawas.     

Namun, Vinny hanya mendengar suara derak di bawahnya.     

"Apa yang terjadi?"     

Vinny melihat ke bawah dengan tatapan mata yang ketakutan. Kemudian, dia sadar bahwa api telah menyebar ke fondasi bawah menara pengawas, yang sekarang terlihat hitam. Kemudian, Vinny juga sadar bahwa menara itu mulai miring ke depan!     

Sial!!     

Itulah pikiran terakhir yang terlintas dalam benak Vinny. Dia tidak bisa melompat keluar dari menara itu karena pilarnya telah terbakar. Akibatnya, menara itu pun jatuh.     

Bam. Suara benturan keras terdengar. Vinny membuka mata dan menggeleng. Dia berusaha mengusir rasa pening dalam kepalanya. Walaupun tubuhnya terasa sakit, dia hanya menggertakkan gigi dan membalikkan badan. Dalam pandangannya yang mulai kabur, Vinny bisa melihat bahwa ada lubang besar pada dinding yang mengelilingi desanya. Puing-puing menara pengawas di bawahnya telah menjadi jembatan yang menghubungkan dinding kayu bagian luar dan bagian dalam!     

Sial…     

Dia berbalik dan melihat beberapa sosok hitam yang sedang merayap dengan pelan. Vinny berusaha berdiri sekuat tenaga. Sosok-sosok hitam itu tersenyum licik saat mereka mengelilingi Vinny. Apakah mereka berusaha menghabisinya? Tapi Vinny tidak berniat menyerah begitu saja!     

Vinny pun mengulurkan tangannya ke pinggang, namun dia tidak menemukan apa-apa.     

Sial, dimana pedangku?     

Sebelum Vinny bisa berbuat apa-apa, salah satu orang barbar menendang dadanya. Vinny mengerang kesakitan. Dia berguling ke atas tanah beberapa kali sebelum berhenti. Tubuhnya dipenuhi oleh luka dan kekuatannya menghilang secara perlahan. Walaupun Vinny tidak berniat menyerah, dia sudah tidak tahan lagi.     

Kemudian, salah satu orang barbar botak muncul di hadapannya. Dia tertawa licik sambil mengangkat sebuah kapak.     

Apakah ini adalah akhir hidupku?     

Vinny memandang kapak itu dengan tatapan mata kosong. Dia menggertakkan giginya dan bersiap menerima takdirnya. Dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.     

Kapak itu mengayun ke bawah. Saat itu, ada sebuah cahaya keemasan yang sedang melesat.     

Klang. Kapak itu tertangkis oleh penghalang berwarna keemasan.     

"Ada apa?"     

Orang-orang barbar itu terkejut ketika mereka melihat penghalang keemasan tersebut. Vinny sendiri juga terkejut saat dia melihat penghalang tersebut. Si orang barbar botak yang menyerangnya terjatuh di sampingnya. Sebuah panah menembus dahinya.     

"Musuh! Kita telah diserang!"     

Serangan itu mengejutkan orang-orang barbar yang sedang sibuk menjarah desa tersebut. Mereka tidak menyangka bahwa akan ada musuh yang menyerang mereka dari belakang. Namun, sebelum mereka bereaksi, hujan panah turun dari atas dan menghujani mereka. Beberapa orang barbar tewas dalam serangan tersebut dalam sekejap. Orang-orang barbar lainnya pun segera bereaksi. Mereka berpencar ke berbagai arah untuk menghindari serangan panah tersebut.     

"Ganti panah kalian!"     

Randolf berdiri di bukit sambil memberikan perintah dengan tenang. Dia menarik panah biru dari tempat panahnya dan menembakkannya pada orang-orang barbar yang sedang sibuk berlari.     

Bam! Hujan panah kedua datang dan beberapa sambaran petir muncul saat menghunjam tanah, membentuk jaring petir besar yang menghabisi beberapa orang barbar. Semua orang barbar yang terperangkap dalam jaring petir itu pun terbakar.     

"Sialan, ada apa ini sebenarnya?!"     

Si pria raksasa gugup saat dia melihat jaring petir tersebut.     

Apakah Kepala Desa dan anak-anak buahnya telah kembali? Bagaimana mereka bisa sekuat ini? Ah, lupakan saja. Sial, kita harus kabur. Apa yang sedang dilakukan oleh orang-orang brengsek tak berguna itu di luar? Kenapa mereka tidak memberikan peringatan?     

"Mundur! Mundur!"     

Pria itu pun seketika mengurungkan niatnya untuk menjarah desa. Dia mengayunkan tangannya dan memberikan perintah pada anak-anak buahnya untuk mundur ke hutan. Di hutan, tidak akan ada orang yang bisa menangkap mereka karena hanya mereka yang mengenal hutan tersebut dengan baik. Selama mereka bisa kabur ke dalam hutan, maka mereka akan selamat!     

Ketika si pria raksasa ingin kabur, dia melihat bayangan hitam melesat melalui kerumunan layaknya ular yang lincah. Sebuah cahaya merah melintas dan mengelilingi kerumunan itu. Kemudian, seorang pemuda yang memakai pakaian bangsawan berwarna hitam muncul di hadapan mereka dengan tenang. Dia menatap mereka sambil diam. Orang-orang barbar yang berusaha kabur ke berbagai arah terjatuh satu per satu.     

"Siapa kau?!"     

Si pria raksasa mengangkat pedangnya dan mengacungkannya pada pemuda tersebut. Sekelompok manusia yang terbungkus dalam sihir pelindung mendadak muncul satu per satu dari kedua sisi. Mereka mengacungkan senjata mereka pada orang-orang barbar tersebut.     

Si pria raksasa merasa bulu kuduknya berdiri. Walaupun jumlah musuh lebih sedikit daripada pasukannya, hanya ada satu pikiran yang melintas di benaknya.     

Habislah kita.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.