Memanggil Pedang Suci

Coba Saja



Coba Saja

0Keesokan harinya, Rhode mengumpulkan semua orang di kamar Anne untuk menjelaskan situasi Anne saat ini sekaligus memberitahu mereka solusi untuk menyelamatkan Anne. Walaupun ini adalah masalah Anne, Rhode bersikeras memberitahu mereka semua. Bagaimanapun juga, Anne adalah kawan seperjuangan mereka. Jadi mereka juga berhak mengetahui penderitaan Anne.     
0

Setelah mendengar penjelasan Rhode, Lize dan Marlene terdiam. Walaupun mereka sudah tahu bahwa Awakening Potion punya beberapa efek samping namun efek samping dari ramuan ini jelas jauh lebih fatal dibandingkan dengan dugaan mereka. Rhode tentu saja hanya menjelaskan solusi yang dia pikirkan bersama dengan Gillian.     

"Anne bersedia!"     

Sesuai dugaan Rhode, Anne menyetujuinya tanpa ragu. Dia memutuskan hal ini dengan cepat sehingga orang lain mungkin akan mengira bahwa dia sedang membaca dialog.     

"Aku rasa kau lebih baik mempertimbangkannya kembali, Anne."     

Wajah Lize terlihat pucat saat dia berusaha menahan antusiasme Anne. Selain itu, wajah Marlene dan Lapis juga terlihat pucat. Marlene bergidik saat dia membayangkan Anne yang terbaring di atas kasur dan tidak bisa bergerak sama sekali.     

Bagaimanapun juga, tidak ada yang berpikir bahwa terperangkap di tempat tidur sepanjang hari tanpa bisa bergerak ke mana-mana selama seumur hidup lebih buruk daripada kematian.     

Jika mereka yang mengalaminya, mereka mungkin akan memikirkan masalah ini selama beberapa hari sebelum membuat keputusan. Oleh karena itu, jawaban Anne yang terburu-buru terlihat tidak masuk akal bagi mereka.     

"Lapis, apakah efek ramuan Awakening Potion benar-benar sekuat itu?"     

Marlene berpikir sejenak sebelum bertanya pada Lapis. Dia terlihat lebih tenang daripada Lize. Lapis mengangguk dengan gugup ketika orang-orang sedang menatapnya.     

"Ya…Benar, Nona Marlene. Jika ramuan itu memang sesuai dengan resep yang diberikan oleh ketua…maka dosisnya pasti jauh lebih kuat. Dengan demikian…jika ramuan ini tidak bekerja, maka efek sampingnya lebih kuat. Efek sampingnya bahkan bisa menyebabkan kondisi yang telah dijelaskan oleh Ketua…"     

"Jangan, Anne."     

Lize mendekati Anne dan meletakkan tangannya pada pundak Anne.     

"Bagaimana kalau ramuan itu gagal dan kau mengalami nasib yang…seperti itu? Bukankah Tuan Rhode juga sudah menjelaskannya? Tingkat keberhasilan dari cara ini bahkan kurang dari 10%! Tidak bisakah kau hidup seperti ini saja?"     

"Terima kasih, kak Lize. Tapi…"     

Anne tersenyum sambil menatap Lize yang terlihat khawatir. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk memegang pisau Lize yang tergantung pada pinggangnya. Anne menarik pisau itu dan berusaha mengayunkannya. Namun, pisau itu tergelincir dan terjatuh ke atas lantai saat cengkraman Anne menjadi lebih longgar. Suara dentingan pisau yang membentur lantai bergema di dalam kamar tersebut.     

"Ini…"     

Lize menatap pisau yang terjatuh di dekat kakinya. Kemudian, dia kembali memandang Anne.     

"Seperti inilah kondisi Anne sekarang, kak Lize. Anne bahkan tidak bisa mengangkat benda ringan seperti pisau sekarang. Apa yang bisa Anne lakukan untuk kalian? Anne ingin tetap bersama dengan kalian, melindungi kalian dan juga berpetualang bersama dengan kalian…Tapi dengan kondisi yang seperti ini, Anne seperti orang cacat yang tidak berguna."     

"Kau salah, Anne." Marlene berjalan ke samping Anne dan menghiburnya saat ini.     

"Aku mengerti maksudmu. Tapi kami adalah temanmu tidak peduli apapun yang terjadi. Jika kau menjadi…'orang cacat', hati kami tentu saja akan terluka. Kau memang benar. Kau tidak akan bisa bertualang bersama kami lagi. Tapi setidaknya kau masih bisa bergerak untuk saat ini, kan? Tapi jika kau gagal, maka kau terpaksa berbaring di tempat tidur seumur hidup. Kalau itu terjadi, maka kau tidak akan bisa beraktivitas bersama kami, bahkan ketika kami sedang bersantai. Mungkin saja..suatu hari nanti kami akan melupakanmu. Kau tidak ingin itu terjadi, kan?"     

"Tentu saja tidak, Kak Marlene."     

Setelah mendengar saran Marlene yang tegas sekaligus lembut, Anne menggeleng dengan tenang.     

"Anne tahu apa yang akan Anne lakukan. Tapi Anne tetap harus mencoba. Anne senang melihat kalian mengkhawatirkan Anne. Tapi ini adalah keputusan Anne. Anne tidak akan menyerah. Jika cara ini gagal…maka…"     

Anne menoleh pada Rhode.     

"…Anne tidak ingin hidup tragis seperti ini. Selain itu, kata-kata Kak Marlene juga benar. Jika Anne seperti itu, maka Anne hanya akan membuat kalian semua semakin sedih…"     

"Anne! Apa yang kau katakan?!"     

Sebelum dia selesai bicara, Lize langsung memotong ucapan Anne sambil memegang tangannya.     

"Apa kau pikir kita akan senang jika kau meninggalkan kami? Anne…"     

Marlene meletakkan tangannya pada bahu Lize sebelum dia dapat melanjutkan ucapannya.     

"Sudahlah, Lize. Ini adalah keputusan Anne. Semua orang berhak menentukan jalan hidup mereka sendiri. Karena Anne telah membuat keputusan, maka sebagai teman dan kawan seperjuangannya, kita tidak boleh menghentikan Anne."     

"Kak Marlene lebih memahamiku." Anne tertawa dan melompat ke belakang sebelum berputar.     

"Tidak usah cemas begitu, kak Lize. Lagipula, jika cara ini berhasil, maka Anne akan menjadi semakin kuat. Dengan demikian, Anne bisa melindungi kalian semua dengan lebih baik."     

"Tapi…"     

Walaupun Anne terlihat ceria, tetapi Lize masih terlihat tidak yakin. Tingkat keberhasilan yang lebih rendah dari 10 %. Itu artinya tingkat kegagalannya lebih dari 90%...Bagaimanapun juga, cara ini terlalu beresiko bagi Lize!     

Jika Lize merupakan seorang idealis, dia mungkin akan menyetujui pilihan Anne. Tapi setelah bergabung dengan kelompok prajurit bayaran dan mengalami situasi antara hidup atau mati, Lize tidak lagi berharap keajaiban akan datang menyelamatkannya. Dia berusaha mengandalkan kekuatannya sendiri demi bertahan hidup. Ini adalah perkembangan pola pikir yang bagus baginya. Namun Lize kehilangan sesuatu yang berharga sebagai gantinya.     

Apakah Tuan Rhode benar-benar akan membunuh Anne jika cara ini gagal?     

Lize merasa sakit hati saat melirik Rhode. Dia merasa galau. Dia tahu apa yang Anne inginkan, tapi resikonya terlalu besar. Lize tidak menyangka bahwa dia mungkin akan menyaksikan kematian Anne di luar medan pertempuran.     

Lize bergidik ngeri. Mungkin karena merasa ketakutan, dia hanya berbalik dan berusaha menghindar dari kenyataan.     

"Karena Anne telah memutuskan. Ayo kita mulai!"     

Dibandingkan dengan wajah orang-orang yang terlihat muram, Anne tetap ceria. Dia mendekati Rhode dan menatapnya dengan penuh harap.     

"Sekarang? Apakah kau yakin kalau kau sudah siap?"     

Rhode bahkan merasa agak heran ketika melihat kepercayaan diri Anne yang sangat tinggi. Bagaimanapun juga, para pemain pun bahkan akan merasa ragu sebelum membuat keputusan seperti ini, apalagi seorang NPC seperti Anne.     

Anne bertingkah seolah-olah hal ini tidak membebani pikirannya sehingga Rhode merasa heran. Rasanya seperti melihat tahanan yang dijatuhi hukuman mati tapi terlihat senang saat dieksekusi.     

"Tentu saja." Anne mengangguk dengan mantap dan meletakkan tangannya di dada sambil menatap Rhode. "Walaupun hanya sehari, Anne merasa sangat tidak nyaman dengan tubuh yang lemah seperti ini. Anne ingin segera pulih seperti semula!"     

"Tuan Rhode…"     

Lize menatap Rhode dan bergumam. Tapi Marlene menarik lengannya dan menggeleng dengan tegas.     

Ini adalah pilihan Anne.     

Setelah memandang Gillian, Rhode pun menoleh pada Lapis.     

"Aoakah kau sudah siap, Lapis?" Rhode bertanya.     

"Semuanya sudah siap, Ketua."     

Lapis merogoh saku bajunya dan mengambil botol yang berisi ramuan berwarna merah tua. Perhatian mereka seketika teralihkan pada botol yang sedang dipegang oleh Lapis. Baik Lize dan Marlene menahan nafas mereka.     

Sementara itu, Anne melompat ke arah Lapis dan berusaha mengambil botol itu. Tapi gerakan Rhode lebih cepat dari dirinya.     

"Apa kau sudah siap, Anne?"     

"Ya, aku siap. Jangan cemas, Ketua. Jika cara ini gagal, setidaknya aku bisa 'menghangatkan kasurmu' suatu saat nanti."     

…Gadis yang sangat luar biasa.     

Anne menatap Rhode seperti seekor anjing yang menunggu makanannya. Ramuan di tangan Rhode telah memunculkan ingatan buruk di dalam kepalanya sehingga dia mungkin merasa semakin menderita. Meskipun demikian, Anne tidak terlihat takut sama sekali.     

"Ingat. Habiskan semuanya dalam sekali teguk."     

Rhode pun hanya bisa menggeleng pasrah dan menyerahkan ramuan itu pada Anne. Anne mengangguk dan meminum ramuan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.