Memanggil Pedang Suci

Situasi yang Membingungkan



Situasi yang Membingungkan

0Sejak Kalman bergegas ke arah Marlene di awal pertarungan, Rhode sudah membalikkan badan. Dia tidak tega melihat apa yang akan terjadi dalam pertarungan itu.     
0

Dia tidak takut jika Marlene kalah. Sebaliknya, ketika melihat perlengkapan Marlene, Rhode sudah tahu bahwa pertarungan ini akan menjadi tragedi bagi Kalman. Walaupun Kalman adalah prajurit bayaran level master, dia tetap tidak bisa menandingi Marlene yang sekarang. Terlebih lagi, kekuatan asli Marlene memang tidak jauh berbeda dengan Kalman. Dengan perlengkapan tingkat dewa yang sedang dia pakai, Marlene tetap bisa mengalahkan musuh yang levelnya jauh lebih tinggi dari dirinya!     

Anting-anting yang bisa memunculkan dinding es dalam sekejap, sebuah gelang Moon yang bisa meningkatkan kekuatan sihirnya, jubah Nightmare yang memberikan kemampuan teleportasi dalam jarak terbatas, dan juga kalung Medusa yang bisa memberikan pertahanan tangguh untuk pemakainya…     

Pelajaran hari ini: Jangan macam-macam dengan anak orang kaya. Khususnya mereka yang tahu bagaimana cara memakai perlengkapan-perlengkapan tingkat dewa itu.     

Ketika Rhode mendoakan keselamatan Kalman, sihir Marlene akhirnya meledak.     

Rune-rune sihir itu saling terhubung. Dalam sekejap, sebuah awan hitam muncul dari dalam. Kemudian, beberapa sambaran petir melesat dari dalam rune-rune sihir itu dan menyambar lantai arena.     

Chain Thunder!     

Chain Thunder adalah salah satu sihir terkuat dari penyihir tingkat lingkaran tengah. Sihir itu pun terlihat semakin mengerikan setelah Marlene mempersempit jangkauan sihirnya. Dalam sekejap, para penonton bisa melihat ribuan sambaran petir muncul dari bawah awan hitam tersebut. Suara sambaran yang menggelegar mampu meredam suara para penonton. Puing-puing batu bertebaran kemana-mana. Hati semua orang menjadi ciut. Apakah Kalman bisa bertahan dari sihir seperti ini?     

Ketika pikiran ini melintas dalam benak mereka, sebuah bayangan besar tiba-tiba muncul dari dalam badai petir itu. Dia adalah Kalman yang keluar dari dalam badai petir tersebut.     

Namun, kondisinya terlihat parah. Semua orang melihat bahwa Kalman sedang terluka parah. Walaupun dia adalah barbarian yang berbadan kekar, tapi serangan sambaran-sambaran petir itu sangat kuat. Untuk bisa kabur dari dalam badai petir, kulitnya terkelupas.     

Marlene telah menunggu saat ini.     

Ketika Kalman berlari keluar dari serangannya, udara dingin berhembus dari bawah. Dalam sekejap, udara tersebut membekukan kaki Kalman. Kemudian, peluru-peluru sihir berwarna-warni melesat dan mengenai tubuh Kalman dengan telak. Kalman pun terlempar dan menjatuhkan pedang besarnya ke lantai arena. Saat ini, Marlene kembali mengangkat tongkat sihirnya.     

Sebuah tonjolan muncul dari dalam tanah dan menghantam tubuh Kalman dengan keras. Dia pun menjerit kesakitan. Untuk kedua kalinya, dia melayang sebelum terjatuh ke luar arena.     

Pertarungan itu berakhir.     

Suasana arena itu seketika menjadi hening. Marlene menurunkan tongkat sihirnya dan berjalan menuruni arena tanpa melihat musuhnya. Sampai saat ini, juri dari Asosiasi Prajurit Bayaran yang tercengang melihat pertarungan itu akhirnya tersadar. Dia pun mengumumkan pemenangnya. Kemudian, si juri juga memanggil beberapa orang untuk merawat Kalman.     

"Kerja yang bagus."     

Rhode mengangguk ke arah Marlene. Ketika mendengar pujian Rhode, wajah Marlene terlihat agak ceria. Sebenarnya, dia tidak berniat menghajar Kalman hingga separah itu. Namun setelah mendengar ejekan dan hinaan para penonton, Marlene merasa bahwa dia perlu melampiaskan rasa frustrasinya. Selain itu, musuhnya memang berasal dari kubu oposisi.     

Sekarang, setelah mengalahkan salah satu prajurit bayaran dari kubu oposisi, kemarahan Marlene pun mereda. Wajahnya sudah kembali terlihat lebih ceria. Marlene juga tersenyum saat mendengar pujian Rhode. Dia pun berjalan ke samping untuk beristirahat. Rhode hanya mengangkat bahu ketika melihat reaksi Marlene. Sebelum mengatakan apa-apa, Gillian mendadak muncul di hadapannya.     

"Tuanku, apa yang harus kulakukan? Haruskah aku menang atau kalah?"     

Gillian melambaikan telinga dan ekornya sambil bertanya kepada Rhide. Dia terlihat sudah tidak sabar ingin beraksi. Rhode sendiri hanya bisa menghela napas dan menoleh pada Mobis yang terlihat agak muram.     

"Terserah kau saja."     

Rhode memberikan jawaban yang ambigu. Gillian tersenyum nakal. Dia berjalan dua langkah ke depan dan memeluk tubuh Rhode dari belakang. Kemudian, dia mengangkat kepalanya dan berbisik pada Rhode.     

"Aku mengerti, Tuan. Kalau begitu silahkan nikmati pertunjukanku yang indah nanti...Kalau akau menang, maka Tuanku harus memberiku hadiah, oke? Aku sudah lama menantikan hadiahmu, Tuanku…Boleh kan, Tuanku?"     

"Kalau begitu, kau lebih baik kalah saja."     

"Hehe.."     

Gillian hanya tertawa pelan saat mendengar jawaban Rhode. Setelah itu, dia melompat ke belakang dengan anggun bagaikan kupu-kupu dan membungkuk pada Rhode. Lalu, Gillian berbalik dan melangkah ke dalam arena dengan senyuman yang nakal.     

Di saat yang bersamaan, petarung ketiga dari Sky Sword juga telah bersiap-siap.     

Dalam kompetisi seperti ini, petarung ketiga adalah posisi yang penting karena dia posisinya berada di tengah. Dengan kata lain, mereka dianggap sebagai jembatan awal dan akhir pertandingan. Jika hasil awal timnya buruk, maka dia bertanggung jawab membalikkan keadaan. Tapi jika hasilnya bagus, maka dia akan bertanggung jawab memberikan pukulan terakhir pada tim lawan. Oleh karena itu, posisi petarung ketiga biasanya dipercayakan kepada prajurit-prajurit bayaran yang diandalkan oleh ketua kelompok atau guild mereka.     

Petarung ketiga dari Sky Sword adalah wakil pemimpinnya, Carter.     

Sebagai Swordsman ortodoks, kemampuan Carter hampir mencapai tingkat Master. Dia juga merupakan asisten Mobis yang paling terpercaya dari guild Sky Sword. Oleh karena itu, dia mendapatkan kehormatan sebagai petarung ketiga dari guild mereka untuk menjamin kemenangan. Walaupun mereka kalah dari Marlene dalam pertarungan kedua, wajah Carter tetap terlihat datar karena mereka telah mengetahui kemampuan Marlene sebelumnya. Mereka sudah menduga bahwa Marlene akan menang.     

Tapi pada pertarungan ketiga, mereka tidak boleh kalah.     

"Semuanya tergantung padamu, Carter."     

Mobis menepuk pundak Carter sambil menatap Rhode dengan wajah yang muram. Dia merasa bahwa Rhode jauh lebih merepotkan daripada yang ia bayangkan. Namun, Mobis percaya bahwa Rhode tidak akan bisa membalik keadaan dalam situasi seperti ini. Marlene memang sangat kuat, tapi anggota-anggota Starlight yang lain tidak bisa dibandingkan dengannya. Selama mereka mengikuti rencana awal mereka, Mobis percaya bahwa mereka bisa memenangkan pertandingan ini.     

"Serahkan saja padaku, Ketua."     

Wajah Carter menunjukkan tekad yang kuat saat mendengar ucapan Mobis. Dia menanggalkan sarung tangan kulit dan berjalan ke arena.     

Walaupun Carter telah mendengar bahwa kelompok Starlight milik Rhode punya banyak petarung yang aneh, tapi dia tetap terkejut ketika melihat Gillian. Tanpa sadar, pandangannya terfokus pada telinga dan ekor musuhnya yang melambai. Carter merasa sangat curiga.     

Dari dia berasal? Apakah dia manusia atau setengah hewan buas? Atau dia adalah makhluk jenis lain?     

Di saat yang bersamaan, sebagian besar penonton juga memikirkan hal ini setelah melihat ekor dan telinga Gillian. Selain itu, karena penampilan Marlene yang cukup mendominasi, mereka tidak lagi mengejek Starlight terang-terangan. Sebaliknya, mereka khawatir. Sky Sword tidak akan kalah, kan?     

Jika mereka kalah, maka itu akan sangat memalukan!     

Dengan kekhawatiran seperti itu, para penonton pun tidak lagi ingin mencemooh Rhode dan kelompoknya. Sebaliknya, perhatian mereka terfokus pada Carter. Mereka berharap bahwa dia bisa mempersembahkan sebuah kemenangan sehingga mereka akan merasa lega.     

"Oh? Lawanku ternyata adalah orang tua."     

Carter mendengar ucapan Gillian yang sepertinya kaget saat berjalan memasuki arena. Dia mendongak dan menatap Gillian dengan tatapan yang dingin. Tapi Gillian kelihatannya sama sekali tidak terpengaruh ketika dia membalas tatapan Carter dengan senyuman yang nakal.     

"Walaupun aku tidak keberatan, tapi Tuanku menganggap bahwa kita harus menghormati orang tua dan menyayangi mereka yang lebih muda. Dengan begitu, Tuan, bagaimana kalau aku memberimu kesempatan? Begini, kalau kau bersedia mengakui kekalahanmu di awal pertarungan, maka aku akan membiarkanmu pergi. Bagaimana?"     

Gillian tersenyum sambil memiringkan kepalanya dan menatap Carter.     

Raut wajah Carter berubah ketika dia mendengar ucapan Gillian.     

"Jangan khawatir, Gadis Muda."     

Carter menghunus pedangnya secara perlahan dan menunjuknya ke depan.     

"Kau akan segera tahu bahwa kekhawatiranmu tidak ada artinya."     

"Oh. Benarkah? Tapi kupikir kau masih perlu memikirkannya lagi. Oke?"     

Gillian tetap tersenyum ketika dia mendengar jawaban Carter.     

"Bukankah itu akan lebih baik untuk kita berdua?"     

"Hentikan omong kosong ini!"     

Carter mendengus dan melirik juri. Ketika melihat bahwa mereka berdua telah siap, prajurit bayaran yang bertugas sebagai juri pengganti segera berjalan mundur dan mengangkat kedua tangannya sebelum mengayunkannya ke bawah.     

Pertarungan dimulai!     

Carter menggertakkan giginya dan mengayunkan pedangnya sambil bergegas menuju ke arah Gillian.     

Selangkah, dua langkah, tiga langkah.     

Tapi ketika dia mengambil langkah ke empat, Carter berhenti. Matanya terbelalak sambil menurunkan pedangnya.     

Para penonton bahkan ikut ternganga. Mereka takjub dengan apa yang sedang terjadi di arena.     

Gillian masih berdiri di sana sambil melipat tangannya dan tersenyum. Tapi saat itu, ada sesuatu yang berbeda di sekitarnya.     

Lebih dari seribu bola api menyebar dari punggungnya hingga ke langit. Kilau bola-bola api itu bahkan menyembunyikan cahaya sinar matahari yang menyilaukan. Seluruh arena dipenuhi oleh bola-bola api yang berkobar.     

Saat ini, Gillian bertanya sambil tersenyum.     

"Sekarang, apakah kau bersedia menerima tawaranku, Pak Tua?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.