Memanggil Pedang Suci

Berjalan ke Dalam



Berjalan ke Dalam

0Para prajurit bayaran mematuhi perintah Rhode dan menyiramkan ramuan pembakar pada senjata mereka. Kemudian, mereka menggerakkan senjata dan menyalakan api yang menyelimuti senjata. Tidak lama kemudian, suasana di sekitar mereka menjadi agak terang berkat adanya api.     

Rhode membuat isyarat dengan tangannya. Para prajurit bayaran segera berkumpul dengan formasi lingkaran dengan Rhode sebagai pusatnya. Marlene menyiapkan tongkat sihirnya dan mengamati keadaan sekitarnya dengan cermat.     

"Jangan bagian depan saja. Perhatikan juga bagian atas kalian."     

Suara Rhode bergema di terowongan itu. Para prajurit bayaran pun segera mengangkat obor mereka tinggi-tinggi dan memeriksa langit-langit terowongan.     

Entah karena sudah terbiasa atau karena alasan yang lain, mereka tidak menjerit ketika melihat benda-benda mengerikan tergantung di langit-langit terowongan. Marlene dan Lize menutupi mulut mereka agar tidak menjerit.     

"A-apa-apaan itu?!"     

"Waahh!!"     

Prajurit-prajurit bayaran veteran bahkan ikut terkejut. Beberapa prajurit tersandung karena kaget.     

"Telur-telur itu telah tertidur cukup lama."     

Ucapan Celia membuat prajurit bayaran lainnya merasa agak lega. Namun, kata-kata Celia kembali membuat mereka takut.     

"Tapi mereka sudah dibuahi lima hari yang lalu."     

Empat hingga lima hari..!     

Para prajurit bayaran saling memandang setelah mendengar konfirmasi Celia. Mereka kembali mendongak untuk menghitung jumlah telur yang tergantung di langit-langit. Namun, satu menit kemudian, mereka menyerah. Jumlah mereka terlalu banyak.     

Celia menoleh pada Rhode dan berkata, "Ini adalah telur Blogg, Tuan."     

"Blogg?"     

Marlene terkejut ketika mengulangi nama itu dan ikut menoleh pada Rhode.     

"Bukankah Blogg adalah iblis yang tinggal di sembilan lapisan neraka? Bagaimana bisa mereka muncul di tempat ini?"     

"Para iblis terkadang bisa melewati penghalang antara neraka dan dunia."     

Celia memberikan penjelasan pada Marlene sambil menghunus pedangnya. Kemudian, api yang berwarna keperakan berkobar dari pedangnya dan menerangi terowongan itu dengan cahaya yang menyilaukan.     

"Dari kondisi telur-telur itu, iblis yang ada di tempat ini sepertinya telah tersegel selama bertahun-tahun. Dan sesuatu telah membangunkan mereka. Tuan, ku pikir…"     

"Cukup, Celia. Tugasmu di sini bukan untuk memberikan analisa."     

Rhode melambaikan tangannya dan memotong perkataan Celia. Celia pun terdiam dan menurunkan pedangnya. Para prajurit bayaran yang baru merasa bingung karena mereka tidak pernah berinteraksi dengan seorang malaikat. Mereka merasa agak panik ketika bertemu dengan Celia. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Walaupun beberapa anggota Starlight yang lama telah memperingatkan mereka mengenai hubungan Rhode dengan Celia, mereka tidak mau percaya begitu saja. Mereka menganggap bahwa Celia dan Rhode memiliki hubungan setara. Namun, Rhode dan Celia lebih terlihat seperti tuan dan pembantu setelah melihat mereka berdua berinteraksi.     

"Ke-ketua."     

Kavos menelan ludah dengan gugup dan berjalan ke samping Rhode. Walaupun dia tidak terlalu menyimak pembicaraan antara Rhode dengan Celia, dia yakin bahwa dia mendengar kata 'iblis'. Di antara manusia-manusia biasa, kata itu adalah hal yang tabu.     

"A-apakah kita akan melawan iblis di tempat ini?"     

"Mungkin."     

Rhode membalas pertanyaan Kavos sambil menatap pada kedalaman terowongan.     

Rhode terlihat sangat tenang. Kalau bukan karena pembicaraan mereka beberapa hari yang lalu, Kavos akan menganggap bahwa Rhode tidak memiliki emosi apapun. Dia curiga bahwa Rhode sudah tahu semua hal ini akan terjadi. Seolah-seolah semua adalah bagian dari rencananya.     

"Kenapa? Apa kau takut?"     

"Tentu saja tidak. Kami sebagai prajurit bayaran bekerja demi mendapatkan uang. Kami rela pergi ke neraka untuk mendapatkannya!"     

Kavos berusaha menenangkan diri saat menyadari bahwa anggota-anggota lama kelompok Starlight sama sekali tidak bereaksi dengan pertanyaan Rhode. bagaimanapun juga, mereka telah berhadapan dengan monster-monster yang lebih mengerikan seperti gerombolan Wind Serpent, mayat hidup dan lain-lain. Dibandingkan dengan monster-monster itu, iblis yang tertidur selama ribuan tahun sama sekali tidak terdengar menakutkan. Di sisi lain, anak-anak buah Kavos terlihat terguncang.     

"Aku hanya agak terkejut, Ketua."     

"Bagus." Kata Rhode. Kemudian dia membalikkan badan dan mengayunkan tangan kanannya ke bawah.     

Kobaran api mendadak muncul entah dari mana dan membentuk siluet anjing hitam besar. Sebelum misi, Rhode telah menggunakan salah satu Gargoyle's Heart untuk meningkatkan level Pembunuh Api. Sekarang, roh itu telah berubah menjadi seekor anjing raksasa dengan tinggi sekitar satu meter. Anjing tersebut memiliki surai api yang membentang dari bagian atas kepala hingga ujung ekornya. Anjing itu terlihat mirip seperti seekor monster sekarang.     

Sayangnya, walaupun penampilannya terlihat lebih garang, status pertahanannya tetap rendah.     

Mata Rhode berkedut ketika melihat ukuran Pembunuh Api sekarang. Dengan tubuh sebesar ini, kekuatan bom bunuh dirinya mungkin sudah setara dengan misil ukuran medium. Kalau bisa, Rhode tidak ingin memanggilnya dalam terowongan yang sempit seperti ini. Rasanya seperti membawa bom waktu.     

Rhode menjentikkan jarinya dan Pembunuh Api menggoyangkan tubuhnya dengan keras. Di saat yang bersamaan, lingkaran api muncul dan melingkari semua orang yang ada di dalamnya. Selain Rhode, Anne, Marlene dan Lize yang terbungkus oleh sihir penghalang, semua orang kepanasan.     

Di bawah kaki mereka, formasi api yang berbentuk lingkaran berputar-putar di tanah sambil mengeluarkan bau gosong.     

"Aku pikir kalian sudah tahu musuh seperti apa yang akan kita hadapi nanti," ucap Rhode.     

Para prajurit bayaran mengangkat senjata mereka sambil mengangguk. Beberapa orang masih terlihat ragu, namun mereka tidak berniat untuk mundur.     

Bagus.     

Rhode mengangguk puas dan berbalik ke depan lagi.     

"Ayo lanjutkan perjalanan kita."     

Ketika kelompok itu memasuki gua, mereka bertemu dengan makhluk mengerikan yang tak pernah mereka lihat sebelumnya.     

-     

Di sana, mereka bertemu dengan monster-monster sebesar telapak tangan. Kulit mereka sewarna dengan daging mentah. Sayapnya juga terlihat aneh. Monster itu menjerit sambil melesat ke arah mereka. Namun, ketika mendekat, tubuh mereka tiba-tiba terbakar karena lingkaran api yang mengelilingi Rhode dan kawan-kawan. Saat itu, para prajurit bayaran pun balas menyerang dan menghabisi mereka. Mereka terkejut ketika menyadari bahwa tubuh-tubuh monster itu terasa agak rapuh. Senjata mereka bisa membelah monster-monster itu dengan mudah. Ketika monster itu mati, dia berubah menjadi genangan air keruh yang mengeluarkan bau busuk.     

Joey dan Randolf mulai menunjukkan perkembangan. Setelah melalui latihan keras selama beberapa hari, mereka bisa membuktikan perkembangan mereka dalam pertarungan yang nyata. Marlene dan Lize sendiri sudah tidak sabar menunjukkan perkembangan mereka. Namun, Rhode segera meredam antusiasme mereka.     

"Lihat ini baik-baik."     

Rhode mengangkat salah satu mayat monster itu tanpa ragu. Monster itu memiliki enam cakar. Di tengah 'telapak' tangannya, ada sebuah celah yang bisa membuka dan menutup sendiri. Jika diperhatikan dengan baik, mereka bisa melihat sejumlah tentakel yang merayap di balik celah itu.     

"Berhati-hatilah jika kalian bertarung dengan monster itu nanti. Mereka akan mencoba menyerang wajahmu dan memasukkan tentakel-tentakel ini ke dalam tubuhmu lewat mulut. Dengan begitu, mereka dapat mengisap otakmu dan bertelur di dalam tengkorakmu. Saat itu, tubuhmu akan menjadi inang bagi monster-monster ini. Mereka akan mengontrol tubuhmu sesuka hati." Rhode memberikan penjelasan dengan datar. Wajah Marlene dan Lize menjadi pucat saat mendengarnya. "Oleh karena itu, ku sarankan kalian menjaga jarak dengan mereka. Jangan bertarung kecuali aku memerintahkanmu bertarung."     

Setelah mendengarkan penjelasan Rhode yang cukup detail,mereka pun bertarung seperlunya.     

Setelah beberapa kali bertarung dengan monster-monster itu, mereka semua mulai terbiasa dengan pola serangannya. Ketika sudah terbiasa, mereka tidak takut untuk bertarung dengan monster-monster tersebut.     

"Hati-hati! Dari kiri!!"     

Kavos menusukkan pisaunya ke arah monster yang mendatanginya. Kemudian, dia menarik salah satu prajurit bayaran yang hampir keluar dari lingkaran api. Di belakang mereka, Pembunuh Api berdiri di tengah lingkaran api tersebut. Kavos dan anak-anak buahnya paham bahwa mereka mampu menghabisi musuh-musuh mereka dengan mudah karena pertolongan anjing besar itu. Setiap monster-monster itu menyentuh lingkaran api, gerakan mereka akan melambat. Dengan demikian, sangatlah mudah menghabisi mereka.     

Dan sekarang, dengan bantuan Pembunuh Api, Kavos harus menjaga anak-anak buahnya agar tidak keluar dari lingkaran api tersebut sambil menghabisi monster-monster yang berusaha menembus pertahanan mereka.     

Kerja sama di antara para prajurit bayaran semakin baik dari waktu ke waktu. Mereka saling mendukung dan bekerja sama untuk meraih tujuan yang sama. Mereka bergerak ke sana sini di bawah perintah Rhode yang selalu mengawasi pergerakan mereka. Ketika mereka sedang sibuk bertarung, Rhode terkadang akan menyuruh mereka bergerak menuju lokasi yang berbeda untuk menghadapi gerombolan monster yang datang dari arah berbeda.     

"Sial!"     

Salah satu prajurit bayaran mengumpat ketika dia mendapatkan perintah untuk bergerak ke zona pertarungan yang lain. Dia memukul monster yang terbang ke arahnya sambil diam-diam melirik Rhode. Walaupun dia tidak senang dengan pengarahan Rhode, dia harus mengakui bahwa kinerja Rhode sebagai pemimpin sangat memuaskan. Di dalam pertarungan ini, Rhode selalu bertarung di garis terdepan. Dibandingkan dengan para prajurit bayaran lainnya, Rhode bertarung dengan lebih efisien, dimana dia bisa menghabisi beberapa monster dengan sabetan pedangnya.     

Meskipun demikian, sebagian besar prajurit bayaran yang baru merasa keberatan terhadap perintah-perintah 'aneh' yang mereka terima. Tapi mereka akhirnya tetap menuruti perintah-perintah tersebut karena mereka bisa menghadapi musuh-musuh mereka dengan lebih efisien. Setidaknya, Rhode tidak pernah menyuruh mereka untuk mati.      

"Bagus." Rhode mengangguk. Dia mengamati pergerakan anak-anak buahnya dengan cermat.     

Pada misi ini, dia menyadari bahwa kerja sama mereka menjadi lebih baik. Oleh karena itu, dia sengaja memisahkan mereka dari prajurit-prajurit bayaran lain. Rhode memerintahkan mereka untuk bertarung dengan orang-orang yang belum terlalu mereka kenal dan bahkan mencampur prajurit bayaran pemula dengan prajurit bayaran veteran. Dengan begitu, mereka akan terbiasa bertarung dengan orang-orang yang berbeda dalam suatu pertarungan. Selain itu, dengan pengaturan yang diberikan oleh Rhode, mereka juga berharap bisa belajar mempercayai teman-teman mereka yang baru.     

Untungnya, Kavos menyadari niat Rhode. Bagaimanapun, Kavos adalah mantan pemimpin prajurit bayaran. Dia membantu Rhode mengarahkan anak-anak buahnya.     

Sementara itu, Marlene dan Lize berlindung di balik perisai Anne. Di sisi lain, Celia bertarung sendiri seperti biasa. Dia mengayunkan pedangnya yang diselimuti oleh api suci keperakan dan membakar setiap monster yang ada di dekatnya hingga menjadi abu.     

Beberapa saat kemudian, Rhode menyadari bahwa pergerakan monster-monster di sekitarnya semakin tidak menentu. Mereka juga menjerit lebih keras seolah-olah mereka sedang kesal.     

Semuanya berjalan sesuai dengan dugaan Rhode.     

Tiba-tiba, Rhode mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dan mengayunkannya ke bawah.     

Cahaya terang keluar dari pedangnya dan membentuk sabetan cahaya. Saat itu, sebuah tentakel raksasa melesat dari balik kegelapan ke arah Rhode.     

Syaatt!! Sabetan cahaya itu membelah tentakel tersebut menjadi dua. Darah menyembur keluar dan menimbulkan bau busuk di terowongan itu. Kemudian, raungan yang dalam dan nyaring menggetarkan tanah di bawah kaki mereka. Monster-monster yang ada di sekitar mereka sontak mundur dalam kegelapan.     

Sementara itu, para prajurit bayaran segera memasang kuda-kuda bertahan dengan tenang. Mereka tahu bahwa musuh yang sesungguhnya akan muncul. Celia berlari ke samping Rhode sambil memegang pedangnya dengan kedua tangan.     

Rhode lalu memanggil Marlene.     

Dia pun segera berlari ke arah Rhode.     

"Tunggu aba-abaku. Kemudian, keluarkan sihir pedang-pedang es milikmu. Ingat, kau harus membekukannya."     

Saat itu, sebuah bayangan besar muncul dari balik kegelapan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.