Memanggil Pedang Suci

Pertukaran yang Setara (1)



Pertukaran yang Setara (1)

Bam!!     

Anne menggertakkan giginya dan meninju dinding.     

"Siapa, siapa mereka? Biar Aku tangkap dan hajar sampai babak belur!"     

"Anne, tenanglah."     

Lize duduk di kursi. Wajahnya terlihat sangat pucat karena dia baru saja menyembuhkan semua anggota Starlight yang terluka. Kekuatan spiritualnya hampir habis. Untungnya, para malaikat pengawas segera datang dan membantu mereka menyembuhkan para prajurit bayaran. Pasukan penjaga kota Deep Stone juga berjanji bahwa mereka akan menangkap pelakunya. Mereka tak perlu khawatir. Namun, bagi Rhode, itu hanyalah janji palsu.     

"Mereka tiba-tiba muncul…"     

Rhode berdiri di samping kasur sambil menatap Shauna yang terlihat sangat lemas dan pucat. Setelah dirawat, kondisinya sudah menjadi lebih baik. Meskipun demikian, perbedaan kekuatan antara Shauna dengan musuh mereka begitu besar sehingga Shauna hampir mati.     

"Saat itu, kami baru meninggalkan Arena Suci…uhuk. Kami sedang mengantar Christie ke Evening Square. Tapi di tengah perjalanan, segerombolan orang bertopeng hitam tiba-tiba menyergap kami. Mereka sepertinya merupakan para profesional terlatih dan punya kerja sama yang bagus. Mereka terlihat jelas seperti sedang mengincar Nona Christie, jadi aku dan Kavos pun segera bereaksi. Namun, gerakan mereka terlalu cepat sehingga kami tidak berkutik ketika melawan mereka. Untungnya, kami berhasil melindungi Nona Christie…Ketika menyadari bahwa usaha mereka telah gagal, orang-orang itu segera mundur. Mereka sepertinya hafal dengan denah kota Golden, karena orang-orang di sekitar kami hampir tidak menyadari apa yang sedang terjadi sampai mereka mundur. Ketika para malaikat pengawas datang…semuanya sudah berakhir."     

"Aku mengerti."     

Rhode menepuk pundak Shauna setelah mendengar ceritanya.     

"Beristirahatlah…Serahkan sisanya padaku."     

"Ketua, kau harus berhati-hati…Orang-orang itu…Mereka mungkin masih mengincar Nona Christie…"     

Rhode mengerutkan keningnya saat mendengar peringatan Shauna. Kemudian, dia terlihat seperti ingin membunuh orang.     

"Tenang…Mereka tidak akan bisa menyentuhnya lagi."     

Setelah berbicara demikian, Rhode berbalik badan dan keluar ruangan. Setelah menutup pintu, dia melihat Gillian yang sedang menggeleng dan merentangkan tangannya.     

"Bagaimana keadaan Christie?"     

Gillian hanya menggeleng pasrah ketika dia mendengar pertanyaan Rhode.     

"Tidak ada yang berubah, Tuanku…Sepertinya kondisinya lebih merepotkan kali ini. Ah, ngomong-ngomong, apakah kau punya petunjuk tentang siapa orang-orang yang menyerang mereka?"     

Rhode tidak menjawab pertanyaan Gillian. Sebaliknya, dia terdiam sesaat. Setelah itu, dia memasuki ruangan lain.     

Di dalam ruangan tersebut, Christie terbaring di atas sebuah kasur. Wajahnya terlihat pucat. Beberapa perban putih membalut lukanya. Rhode bisa melihat noda darah di balik perban yang membalut luka Christie.     

Keadaannya jelas sekali sedang tidak baik.     

Semula, Rhode mengira bahwa Christie hanya menderita luka ringan. Tapi Lize menyadari bahwa ada yang tidak beres pada tubuh Lize. Walaupun sihirnya mampu menyembuhkan luka Christie, tapi dia tetap tidak bisa memulihkannya. Ramuan Lapis juga tidak berefek pada Christie sama sekali. Benar-benar aneh. Namun, setelah mendengar laporan Lize dan Lapis, Rhode tahu apa yang terjadi pada Christie.     

Dia dikutuk.     

Orang-orang yang menyerang mereka jelas tidak menggunakan pedang biasa, tapi mereka menggunakan pedang terkutuk. Rhode ingat bahwa ada senjata bernama 'Tears of Sorrow' yang mampu menyebabkan luka yang tidak bisa disembuhkan. Tapi bukan berarti harapan mereka telah sirna. Kebetulan, ada satu kelompok yang memiliki pedang ini di Kota Golden. Mereka juga memiliki motif dan alasan untuk menyerang Starlight.     

Bajingan-bajingan itu benar-benar berpikir bahwa mereka bisa berbuat seenaknya pada Rhode?     

Rhode mendengus dan berjalan ke samping Christie dengan pelan.     

Mata Christie membuka secara perlahan ketika dia mendengar langkah kaki Rhode. Rhode membelai rambut panjang Christie dengan lembut.     

"Aku tahu kamu sedang merasa sangat tidak nyaman sekarang. Bersabarlah, Christie. Aku akan menemukan cara untuk menyembuhkanmu."     

"..Tenang…Rhode…Aku tidak takut…"     

Ketika dia mendengar ucapan Rhode, Christie menggeleng perlahan. Dia sepertinya merasa sakit karena gerakannya telah membuka kembali luka-luka di tubuhnya. Christie mengerutkan keningnya. Dia berusaha menahan rasa sakit itu. Kemudian, dia kembali membuka matanya dan menatap Rhode.     

"…Sebenarnya…Christie tidak ingin…Merepotkan Rhode…Aku tidak ingin.."     

Christie bernapas dengan perlahan dan melanjutkan ucapannya.     

"Aku tidak ingin…Rhode…Untuk Christie…"     

"Jangan cemas, Christie."     

Rhode memotong ucapannya dengan lembut.     

"Tenanglah, itu tidak masalah bagiku. Aku tidak melakukannya karena terpaksa. Itu hanyalah kecelakaan. Kau bukan beban bagiku…Jadi jangan pernah memikirkan hal-hal seperti ini. Sekarang, kau hanya perlu beristirahat. Aku akan segera kembali."     

Rhode mengulurkan tangannya setelah mengatakannya. Sosok Celia muncul. Dia berjalan ke samping Rhode.     

"Aku serahkan Christie padamu. Kalau ada sesuatu yang terjadi, segera lapor padaku. Aku akan segera kembali."     

"Baik, Tuan."     

Setelah mendengar jawaban Celia, Rhode keluar dari ruangan itu. Wajahnya terlihat sangat serius.     

"Segerombolan orang daerah Selatan ini sudah keterlaluan. Siapa sangka mereka berani menyerang kelompokku…Sepertinya membunuh mereka di dalam game tidaklah cukup…Yah, tidak masalah jika aku harus membunuh mereka lagi. Lagipula, reaksi para NPC di dalam game terlalu kaku. Reaksi mereka mungkin akan lebih menarik sekarang…Gillian, Celestina!"     

"Ya, Tuan!"     

"Bersiap-siaplah mengikutiku. Kita akan segera menyelesaikan masalah ini sampai ke akar-akarnya."     

"Tuan?"     

Celestina mengerutkan kening.     

"Apakah kau akan membuat kekacauan di sini?"     

"Jangan cemas, Nona Celestina."     

Gillian terkekeh dan berkata, "Tuanku tidak sebodoh itu. Dia pasti punya cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah ini. Kita hanya perlu mengikutinya. Fufufu, berani-beraninya mereka membuat Tuanku sampai marah seperti itu. Aku jadi ingin melihat apa yang akan terjadi pada orang-orang bodoh itu."     

-     

Malam semakin larut.     

Barr mendongak dan meraba gagang pedang yang tergantung di bawah punggungnya. Saat ini, Kota Golden terlihat semakin ramai. Cahaya bulan di malam hari ini semakin terang sehingga menerangi kota suci ini. Namun, keramaian itu membuat Barr gelisah. Dia menatap Arena Suci dengan ragu. Besok adalah pertandingan terakhir Liberty Wings. Dia tidak yakin apakah Rosen dan Waltz bisa menang.     

Tapi Barr segera menggeleng dan menyingkirkan pikiran-pikiran tersebut. Dia mengamati keadaan sekeliling dan berteriak pada prajurit-prajurit bayaran yang ada di sekitarnya.     

"Baiklah, teman-teman. Bersiaplah karena tuan muda akan segera datang!! Waspadalah dan hati-hati!!"     

Setelah Barr berbicara, sebuah cahaya melesat di sudut matanya.     

Bum!!     

Ledakan mendadak terjadi. Gelombang angin panas berhembus ke segala arah, bercampur dengan kobaran api. Barr dan kawan-kawan tidak siap menghadapi serangan tersebut. Mereka terjatuh ke atas tanah setelah terkena dampak ledakan yang dahsyat.     

Suara jeritan terdengar di mana-mana. Barr hampir tidak bisa berdiri di tengah kerumunan yang sedang panik. Namun, dia tidak punya waktu untuk memberikan perintah pada anak-anak buahnya. Hembusan angin bertiup di sisinya dengan pelan dan Barr menunduk. Saat ini, sebuah cambuk hitam berduri mendadak muncul dari udara. Cambuk itu memukul Barr dan prajurit-prajurit bayaran lainnya sehingga mereka terlempar ke udara.     

"Ah!"     

Rasa sakit yang luar biasa akibat pukulan cambuk itu membuat Barr menjerit dengan keras. Tapi dia masih ingat dengan tugasnya di sini. Sambil berusaha menahan rasa sakitnya, Barr berdiri dan berlari menembus kerumunan. Ketika dia sampai di kereta kuda, wajahnya terlihat pucat.     

Kereta kuda itu telah terbelah menjadi dua. Atapnya telah menghilang. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana.     

Saat ini, Barr menggigil.     

-     

"Selesai sudah."     

Saat ini, di sebuah gang kecil, Rhode menatap ke arah kerumunan orang yang terlihat panik. Kemudian, dia berbalik dan menatap seorang pemuda yang berusia sekitar dua belas atau tiga belas tahun yang sedang diikat oleh cambuk Celestina. Rambut pemuda itu berwarna emas dan dipotong pendek. Wajahnya terlihat tampan. Meskipun demikian, Rhode merasa muak ketika melihat wajahnya.     

Saat itu, Gillian tiba-tiba melambaikan telinganya dan tersenyum.     

"Ada kabar baik, Tuanku. Aku baru saja menerima pesan dari Celia. Dia bilang kalau ada seseorang yang mengirim surat padamu, Tuanku. Mereka bilang kalau mereka ingin membahas sesuatu denganmu di kedai minum Black Coast. Mereka ingin membicarakan soal…Christie."     

"Oh?"     

Rhode menyipitkan matanya saat mendengar laporan Gillian. Kedua matanya terlihat dingin.     

"Mereka sepertinya sudah tidak sabar…Baiklah, kalau begitu mari kita datangi mereka." Rhode berbicara dengan dingin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.