Memanggil Pedang Suci

Kesedihan Anne Georgia



Kesedihan Anne Georgia

0Setelah menghabisi beberapa Giant Skeleton, rombongan itu melambat.     
0

Saat Rhode memberikan pengarahan, dia memperingatkan semua orang bahwa mereka sedang berlomb dengan waktu dan harus menyelesaikan pekerjaan mereka dengan cepat. Semua orang mengira bahwa mereka akan berlari sambil mengalahkan musuh-musuh yang ada. Kemudian, mereka segera melanjutkan perjalanan menuju musuh berikutnya.     

Tapi ternyata tidak begitu.     

Rombongan tersebut bergerak seperti kura-kura. Setiap kali mereka maju tiga langkah, mereka akan mundur dua langkah kemudian. Benar-benar lambat. Bahkan lebih lambat daripada saat mereka berjalan santai di hutan. Tapi ketika mereka bertemu dengan musuh, Rhode tiba-tiba bergerak dengan gesit dan membunuh musuh tersebut secepat kilat. Rhode menyelesaikan tiap pertempuran dalam kurun waktu tiga puluh detik sebelum bersembunyi. Dia melakukan hal yang sama pada musuh yang dia temui.     

Taktik gerilya semacam ini kurang disukai oleh beberapa anggota dalam rombongan tersebut. Bagi mereka, taktik seperti ini sangat memalukan.     

"Hmph."     

Perempuan setengah peri itu mendengus jijik ketika dia melihat Rhode tiba-tiba menghentikan gerakannya dan menyelinap seperti penjahat.     

"Lihat bagaimana cara lelaki itu merayap ke sana-sini. Sungguh memalukan. Cara bertarung Ketua lebih terhormat."     

"Anne pikir kau hanya mengatakan omong kosong."     

Tentu saja, Anne memiliki pendapat yang berbeda.     

"Kalau bukan karena ketua Anne, dengan kemampuan kalian yang kurang memadai, kalian jelas tidak mungkin mengalahkan para Giant Skeleton ini."     

"Hmph. Aku memang tidak berniat mengikuti rencana bodoh untuk datang ke tempat ini."     

Perempuan tersebut mengabaikan balasan dari Anne.     

"Kalau ketua kami yang memimpin rombongan ini, kita pasti sudah bisa kabur dari tempat ini."     

"Kalau memang kau punya pikiran seperti itu, kenapa kau tetap mengikuti Anne dan yang lain?"     

Bibir Anne melengkung. Ekspresinya terlihat ketus.     

"Benar-benar… kau hanya bisa mengatakan omong kosong. Kalau kalian sanggup melarikan diri, seharusnya ketuamu tidak mau dipimpin oleh ketua kelompokku."     

"Jangan bercanda. Ketua kami hanya mengikutinya karena kalianlah yang menawarkan bala bantuan kepada kami. Kami bukan sekelompok orang yang tidak tahu terima kasih."     

Perempuan setengah peri itu berbalik dengan penuh amarah. Dia akhirnya menutup mulutnya. Dia menatap lembah yang gelap dan menyeramkan di hadapannya. Entah bagaimana pemandangan itu membuat bulu kuduknya berdiri. Tetapi dia menolak melihat ke arah Anne yang ada di sampingnya.     

"Hmph…"     

Tapi Anne tidak ingin berhenti di situ. Dia memelototi perempuan tersebut dan menarik napas dalam-dalam.     

"Demi harga diri, kalian rela kehilangan nyawa kalian. Sungguh bodoh. Tidak heran kalau kalian terjebak di sini."     

"Kau!!"     

Entah bagaimana perkataan Anne menyebabkan perempuan Thief itu marah. Kesabarannya telah mencapai batas dan dia memelototi Anne dengan tatapan yang galak. Anne sendiri juga tidak gentar dan berbalik memelototinya.     

Walaupun sebuah senyuman terpampang di wajah Anne, entah kenapa perempuan setengah peri itu menganggap senyumnya menakutkan. Dia merasa wajahnya tegang seakan-akan yang menatapnya bukan seorang manusia tetapi seekor binatang buas yang berbahaya.     

Tiba-tiba, wajah di depannya berubah menjadi monster ganas dengan taring yang tajam. Perempuan setengah peri tersebut segera meraih belatinya. Tetapi akal sehatnya mengingatkan bahwa menyerangnya bukanlah tindakan yang bijaksana saat ini.     

"Apa yang kalian lakukan!"     

Suara Marlene mencairkan suasana tegang tersebut. Dia berhenti berjalan dan menoleh ke arah dua orang di belakangnya.     

Dalam beberapa hal, Marlene mengambil peran sebagai wakil pemimpin kelompok prajurit bayarannya. Dia akan mengurus hal-hal yang tidak sempat diurus Rhode. Walaupun Lize dan Walker merupakan anggota senior kelompok Starlight, tidak ada yang berani mengambil peran ini. Sedangkan yang lainnya tidak memiliki kesabaran untuk mengatur kelompok tersebut.     

Karena Marlene menyadari pertengkaran mereka berdua, jelas dia tidak bisa tinggal diam.     

Marlene mengalihkan pandangannya pada prajurit-prajurit bayaran di samping Anne dan perempuan setengah peri. Mereka bersikap seakan-akan tidak ada yang terjadi. Itu memang keputusan yang tepat untuk tidak ikut campur. Bagaimanapun, kedua kelompok prajurit bayaran itu memiliki ideologi yang berbeda.     

"Kak Marlene, dia…"     

"Saat ini kita berada di dalam situasi yang berbahaya."     

Marlene memotong perkataan Anne. Walaupun dia masih belum terlalu mengenal gadis itu, dia bisa menebak apa yang sedang Anne pikirkan.     

Biasanya, seseorang akan saling berinteraksi karena mereka memiliki kemiripan atau karena kepribadian mereka cocok. Bahkan jika hubungan mereka tidak akrab, setidaknya mereka akan memilih mempertahankan hubungan mereka. Contohnya Marlene. Walaupun gadis Mage itu bertemu dengan pria yang sangat jelek, jika dia adalah teman atau kerabatnya, dia masih akan memperlakukannya dengan sopan. Begitulah cara orang dewasa berinteraksi.     

Tapi Anne berbeda. Dia tidak peduli apakah perbuatannya akan menguntungkan dirinya sendiri atau tidak. Gadis itu memilih temannya berdasarkan insting seperti binatang. Singkat kata, seperti anak anjing, dia akan mengibaskan ekornya pada orang yang dia sukai meskipun orang itu tidak memberinya makanan. Di sisi lain, dia akan menggonggong ke arah orang-orang yang tidak disukainya bahkan jika mereka memberikan makanan setiap hari     

Benar-benar merepotkan…     

Karena alasan inilah Marlene tidak mau meminta mereka berhenti bertengkar, karena dia tahu itu sia-sia. Selain itu, dia lebih peduli dengan hal-hal yang lebih penting saat ini…     

"Suka atau tidak, kita sudah sampai sejauh ini. Tidak ada jalan untuk kembali. Kita harus terus bergerak maju. Jadi aku harap kalian berdua bisa memfokuskan perhatian kalian pada masalah yang ada di depan."     

Tanpa berbicara lagi, Marlene berbalik ke depan dan mulai berjalan maju. Ekspresi tidak puas masih terpampang di wajah perempuan setengah peri tersebut. Tapi dia memilih tetap diam. Perempuan itu sadar bahwa dia berurusan dengan seorang Mage. Di dalam benua ini, semua orang tahu bahwa para Mage adalah sekumpulan orang berbahaya yang tidak boleh diusik. Perempuan tersebut berpikir bahwa lebih baik dia diam daripada terlibat dalam masalah yang merepotkan.     

Rhode, tentu saja, tidak menyadari pertengkaran kecil tersebut. Saat ini, dia sedang sibuk mempelajari daerah di sekitarnya sambil bersembunyi di balik sebuah batu besar. Wajahnya terlihat muram.     

Mereka sudah menghabiskan waktu lima jam menghabisi para Giant Skeleton satu per satu. Langit masih terlihat gelap. Di perbatasan antara Negara Cahaya dan Negara Kegelapan, tidak ada perbedaan antara siang dan malam karena sebagian besar wilayah berada dalam kegelapan abadi. Tapi bukan itu yang jadi alasan bagi Rhode memasang wajah yang muram.     

Saat ini, hanya ada dua Giant Skeleton di lembah tersebut dimana posisi mereka berdua cukup berdekatan.     

Sejauh ini, Rhode selalu berhasil memancing Giant Skeleton satu per satu ke karena posisi mereka berjauhan. Tapi kali ini berbeda. Seperti panjaga gerbang, satu Giant Skeleton berdiri di sisi kiri dan yang lainnya berdiri di sisi kanan. Punggung mereka saling berhadapan. Meskipun kedua Giant Skeleton terkadang masih agak menjauh dari posisi awal tetapi gerakan mereka masih tidak cukup jauh. Ini membuat Rhode bisa menggunakan taktik gerilya seperti sebelumnya.     

Ini sulit.     

Walaupun kelompok mereka sudah terbiasa menghadapi Giant Skeleton sekarang, lain halnya jika mereka menghadapi dua monster ini sekaligus.     

Kalau mereka benar-benar menghadapi dua Giant Skeleton saja…mungkin mereka mampu menaklukkannya. Marlene yang berada di bagian belakang memberikan dukungan menggunakan sihir-sihirnya yang kuat kepada dirinya dan Celia. Mungkin Rhode bisa menumbangkan salah satu Giant Skeleton. Kemudian, Sereck dan yang lainnya bisa mengurus Giant Skeleton satunya. Mereka pun bisa keluar dari tempat ini, tapi…     

Sayangnya, kenyataan memang kejam.     

Rhode tahu apa yang ada di balik lembah tersebut…     

Death Knight.     

Rhode cukup yakin jika Marlene menggunakan sihirnya dalam jarak dekat, Death Knight bisa mendeteksinya. Mayat hidup berlevel tinggi sangatlah sensitif dengan pergerakan energi sihir. Oleh karena itu, percuma mereka menggunakan sihir Silence. Akhirnya, Death Knight akan tetap mampu mendeteksi mereka.     

Menilai dari pertarungan-pertarungan mereka dengan para Giant Skeleton, Rhode paham bahwa rombongan ini tidak akan bisa menghabisi kedua Giant Skeleton dengan cepat sebelum Death Knight tiba. Selain itu, bahkan jika mereka bisa menghabisi kedua monster itu tepat waktu, mereka harus segera bertarung dengan Death Knight tanpa istirahat     

Jujur saja, Rhode merasa enggan menghadapi Death Knight. Walaupun level monster itu masih di bawah Sereck, perbedaannya hanya sekitar lima hingga enam level. Perbedaan level sebesar itu tidak ada apa-apanya dalam pertarungan antara manusia melawan monster mayat hidup.     

Misal, jika sebuah belati menancap ke tubuh Death Knight tersebut, mungkin tidak ada yang akan terjadi. Namun apa yang akan terjadi jika Sereck yang ditusuk dengan belati tersebut? Lebih baik tidak usah dibayangkan.     

Semula rencana Rhode adalah menyuruh Sereck mengalihkan perhatian Death Knight. Yang lainnya kabur. Kemudian dia dan Sereck akan segera kabur setelah semua orang sudah keluar dari Silent Plateau dengan selamat. Saat mereka meninggalkan area tersebut, Death Knight tidak akan bisa mengejar mereka. Metode ini jauh lebih aman daripada mereka mencoba untuk menaklukkan Death Knight.     

Namun, tidak peduli seberapa keras dia berpikir, Rhode paham bahwa rencananya akan gagal kalau begini. Dengan medan perang yang seperti ini, jika Death Knight yang mendatangi mereka terlebih dahulu, maka skenarionya mirip dengan 'satu orang yang menahan pasukan ribuan orang'. Satu orang tersebut adalah Death Knight.     

Saat ini mereka berada di bagian lembah yang sempit. Death Knight dapat menghalangi jalan mereka dengan mudah jika dia ke sini. Tetapi Rhode tidak memiliki rencana cadangan. Saat ini, dia tidak bisa memaksa maju. Tapi juga tidak bisa kembali.     

Lalu apa yang harus mereka lakukan?     

Bukannya tidak ada jalan lain. Yang perlu Rhode lakukan hanyalah menyuruh seseorang menjadi umpan untuk memancing perhatian Death Knight tersebut. Tujuannya agar yang lainnya bisa kabur. Selama orang itu bisa menarik perhatian dan menahan serangan-serangan Death Knight, Rhode dan Sereck akan kembali bertarung melawan Death Knight tersebut. Pada saat itu, semuanya akan berjalan sesuai dengan rencana.     

Tapi siapa yang bisa melakukannya?     

Rhode berbalik dan melihat kelompoknya.     

Marlene maupun Lize adalah penyihir. Jadi meminta mereka untuk menjadi umpan sama saja seperti membunuh mereka. Di antara mereka, yang terkuat adalah Sereck. Oleh karena itu, perannya adalah menangani salah satu Giant Skeleton. Walaupun begitu, entah pria tersebut bisa mengalahkan Giant Skeleton sebelum kedatangan Death Knight atau tidak. Dalam pertarungan sebelumnya, Rhode dan Celia membantunya dengan cara mengalihkan perhatian monster tersebut sebelum Sereck dapat menghabisinya. Tetapi sekarang Sereck akan menghadapinya sendiri jadi dia harus menemukan cara mengalahkan Giant Skeleton seorang diri.     

Bagaimana dengan Walker? Kudla dan prajurit bayarannya?     

Tidak mungkin. Orang-orang ini bahkan tidak bisa menghadapi mayat hidup biasa. Meminta mereka untuk menahan Death Knight sama saja seperti mengirim mereka untuk bunuh diri. Selain itu, tujuan Rhode adalah membawa mereka pulang kembali dalam keadaan selamat. Kalau mereka mati sia-sia disini lalu untuk apa dia repot-repot datang ke sini?     

Kalau begitu…     

Rhode terdiam sesaat. Kemudian dia melambaikan tangannya ke arah belakang.     

"Anne, kemarilah."     

"Ada apa, ketua?"     

Mendengar panggilan Rhode, Anne segera bergegas menuju pemuda itu. Kedua matanya yang berseri-seri terpaku pada Rhode. Satu-satunya hal yang kurang hanyalah ekor yang bergoyang-goyang di belakangnya…     

Ah, dia benar-benar terlihat seperti…     

"Aku punya rencana."     

Rhode berbicara sambil berjalan menuju Anne. Kemudian, pemuda itu membungkukkan tubuh dan membisikkan kata-kata ke telinga gadis itu. Bbeberapa saat kemudian, dia mengangkat kepalanya dan memandang Anne dengan serius.     

"Apa kau mengerti seberapa beratnya tugas ini? Meskipun begitu, maukah kau tetap melakukannya?"     

"Tentu saja!"     

Anne segera mengangguk tanpa ragu.     

"Apapun perintah ketua, Anne akan lakukan."     

Kalau saja situasinya tidak segawat itu, mungkin Rhode tidak akan mengatakan apa-apa lagi. Tapi sekarang, dia hanya bisa merengut sambil berbicara, "Death Knight adalah monster berlevel 35. Kekuatannya setara dengan komandan. Jika kau berpikir dia terlalu berat untukmu, segera beri tahu aku sekarang. Aku tidak akan menyuruhmu melakukan hal beresiko ini. Dan jika kau bersikeras untuk tetap pergi tanpa mempedulikan resikonya, maka resikonya akan semakin besar."     

"Aku mengerti, Ketua."     

Anne mengangguk.     

"Tapi aku percaya itulah alasanku ada di sini karena aku percaya diri."     

"…"     

Melihat pandangan Anne yang penuh tekad, Rhode terdiam. Dia mengamati gadis di depannya beberapa saat, tapi dia masih tidak mengerti darimana asal kepercayaan diri tersebut.     

Tidak heran, karena Rhode hanya mengenal Anne beberapa hari. Pemuda itu juga tidak terlalu mengerti jalan pikiran wanita pada umumnya.     

Tapi tetap saja, itu bukan alasan yang tepat untuk mengantarkan gadis itu menuju kematiannya.     

Dalam permainan, jika pemain tank dalam suatu kelompok petualang mati, mereka masih memiliki kesempatan. Pemain tersebut dapat hidup kembali dengan mudah dan mereka bisa mencoba berpetualang sekali lagi. Tapi di dalam dunia ini, semuanya berbeda. Tidak ada kesempatan kedua untuk mereka. Rhode sebenarnya tidak ingin Anne menjalankan tugas berbahaya ini tapi tidak ada pilihan lain.     

Sementara itu, Lize dan Marlene mengamati mereka berdua dari jauh. Mereka merasa gelisah karena tidak tahu apa yang dibisikkan oleh Rhode kepada Anne. Tapi karena pemuda itu belum menyerang juga. Baik Lize maupun Marlene sadar ada perubahan dalam rencana mereka.     

"Aku akan menghabisinya secepat mungkin. Tapi sebelum itu, kau harus bisa bertahan."     

Rhode menepuk pundak Anne.     

Bahkan dalam situasi berbahaya ini, gadis itu masih bisa tersenyum dengan ceria.     

"Jangan khawatir, Ketua. Aku akan baik-baik saja."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.