Memanggil Pedang Suci

Halusinasi Orang Bodoh



Halusinasi Orang Bodoh

0"Tunggu. Apa yang akan kamu lakukan?"     
0

Marlene mengulurkan tangannya untuk menghalangi langkah penjaga itu. Wajahnya menunjukkan ekspresi dingin.     

"Dan siapa kau?"     

Kapten tersebut berhenti berjalan dan menatap Marlene sambil mengerutkan keningnya.     

"Itu bukan urusanmu. Minggir kau, Perempuan sial. Ini adalah urusanku dan gadis nakal itu!"     

Lalu kapten penjaga itu berteriak sambil mendorong Marlene menjauh dengan tangannya. Kemudian dia melemparkan tinjunya pada si gadis penggembala.     

Pada saat itu, terdengar suara yang dingin.     

"Mundur!"     

Kapten itu mendadak merasakan hembusan angin kencang yang menyapu dirinya. Sebelum dia dapat bereaksi, angin tersebut melemparkan tubuhnya ke arah pintu kayu di gerbang masuk desa. Pintu kayu itu pun hancur setelah tertabrak s oleh tubuh penjaga tersebut.     

"Apa yang kau lakukan, perempuan sial!"     

Penjaga-penjaga lainnya ikut menghunus senjata. Tapi sebelum mereka dapat menyerang Marlene, sejumlah 'pedang es' yang tak terhitung jumlahnya jatuh dari atas dan menghujani tanah di sekitar mereka. Mereka terpaku di tempat.     

"Benar. Benar. Kasar."     

Marlene mencengkram tongkat sihirnya sambil berjalan keluar dari arah kerumunan. Dia menatap para penjaga desa tersebut dengan wajah yang dingin sekaligus jijik.     

"Dasar orang-orang rendahan!...tidak hanya menolak menjawab pertanyaanku, bahkan kalian juga mencoba menyentuhku. Berani-beraninya kalian!"     

Teriakan Marlene bergema ke seluruh penjuru desa dan membuat suasana desa itu hening seketika. Anak-anak kecil yang tadinya bermain segera berlari pulang karena mereka dengan takut. Para penduduk desa pun mulai datang bergerombolan setelah mendengar teriakan itu tapi mereka hanya bisa melongo ketika melihat apa yang ada di depan mereka. Siapa yang menghancurkan pintu masuk desa? Dan dari mana asalnya pedang-pedang es itu? Tidak ada satupun dari mereka yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.     

Beberapa pemuda desa mencoba mendekat. Namun ketika tatapan Marlene yang tajam tertuju kepada mereka, pemuda-pemuda itu hanya bisa terdiam sambil menundukkan kepala.     

Di sisi lain, anggota kelompok Starlight lainnya juga terkejut saat melihat reaksi Marlene. Selama ini, Marlene selalu bersikap sopan dan ramah. Oleh karena itu, mereka mengira Marlene adalah gadis yang 'baik hati'. Tapi sekarang, di hadapan mereka, Marlene tiba-tiba bersikap galak kepada penduduk-penduduk desa. Ini adalah pertama kalinya mereka melihat 'sisi angkuh' Marlene. Marlene agak mengangkat dagunya sambil menatap penduduk-penduduk Desa High Cliff dengan wajah yang menghina seakan-akan mereka hanyalah sekumpulan semut.     

Melihat tingkah laku Marlene, Rhode hanya bisa tersenyum dalam hati. Tidak seperti anggota Starlight yang lainnya, Rhode tahu seberapa angkuhnya Marlene. Di balik sikapnya yang sopan, sebagai bangsawan, Marlene hanya menghormati orang-orang dengan status yang lebih tinggi atau setara dengannya. Tetapi bukan berarti Marlene selalu meremehkan mereka yang memiliki status lebih rendah darinya. Sebagai seorang bangsawan, dia diajarkan untuk bersikap sopan dan ramah kepada semua orang sejak kecil dan menjaga martabatnya di depan umum. Oleh karena itu, selama mereka tidak macam-macam dengannya, maka Marlene juga akan sopan terhadap mereka.     

Dan saat ini, saat para penduduk desa tidak memperlakukannya dengan hormat, maka Marlene merasa bahwa dia tidak perlu repot-repot bersikap sopan kepada mereka.     

Saat itu, seorang pria tua berjalan keluar dari kerumunan penduduk desa bersamaan dengan seorang prajurit yang menggunakan baju pelindung berwarna emas. Kelihatannya prajurit itu adalah seorang petinggi.     

"Ada apa ini?! Ada apa ini?!"     

Pria tua itu melihat kerusuhan yang terjadi di depan gerbang masuk desa. Kemudian dia melambaikan tongkat kayunya ke arah kelompok prajurit bayaran Starlight. Dia jelas terlihat marah.     

"A-apa yang kalian lakukan?! Sebagai prajurit bayaran, kalian tidak seharusnya menyakiti penduduk sipil seperti kami! Apa yang ada di pikiran kalian?"     

Pria tua itu menunjuk Rhode dengan jarinya yang kurus. Melihat hal itu, Rhode segera berjalan maju dan menghentikan Marlene.     

"Jangan salah paham. Kami tidak berniat membuat keributan di tempat ini. Penjaga-penjaga itu memancing perkara dengan kami terlebih dahulu. Sebagai bangsawan, kami tentu saja tidak bisa menoleransi tindakan mereka atau mungkin kalian memang tidak punya rasa hormat dengan para bangsawan?"     

Rhode mengangkat bahunya sambil berbicara.     

"Ba-bangsawan?"     

Pria tua tersebut menatap Rhode dengan penuh curiga sambil mundur selangkah.     

"Bukankah kalian prajurit bayaran?"     

"Memang. Tapi kami adalah bangsawan yang bekerja sebagai prajurit bayaran. Apakah ada masalah dengan hal itu? Asal tahu saja, kami tidak akan repot-repot datang ke sini kalau bukan karena perintah dari tuan Klautz. Aku semula berharap kalian bisa menerima kami dengan tangan terbuka namun kami malah mendapatkan perlakuan yang kasar seperti ini…Dan kau pastinya tahu apa konsekuensi perlakuan yang tidak terhormat kepada para bangsawan. Bukan begitu, Pak Tua?"     

Ketika mendengar perkataan Rhode, para prajurit bayaran Starlight tiba-tiba tersadar.     

Benar juga, pemimpin mereka bukanlah orang biasa. Dia dan Marlene adalah seorang bangsawan! Bagaimana mereka bisa melupakan hal tersebut?     

Kerajaan Munn adalah negara yang sangat hierarkis. Dari luar, kelihatannya para penduduk Kerajaan Munn berasal dari berbagai golongan kaya raya yang hidup dengan damai. Tetapi, kenyataannya, ada aturan ketat yang mengekang interaksi antara mereka. Sebagai contoh, tanpa izin seorang bangsawan, para penduduk sipil biasa dilarang menyentuh bagian tubuh bangsawan tersebut. Mereka juga dilarang berbicara atau menatap bangsawan itu. Ini adalah hak istimewa para bangsawan yang memiliki status tinggi sejak lahir. Kedudukan mereka jelas lebih tinggi daripada para penduduk biasa di kerajaan ini.     

Dengan status mereka yang tinggi, para bangsawan juga memiliki kuasa untuk memberikan hukuman kepada orang-orang yang tidak menghormati mereka. Hukuman yang mereka berikan juga cukup beragam, mulai dari hukuman gantung hingga hukuman cambuk. Meskipun biasanya sebagian besar bangsawan seperti Rhode dan Marlene tidak terlalu mempedulikan aturan seperti itu di dalam kehidupan sehari-hari, aturan tersebut jelas sangat berguna dalam situasi seperti ini.     

"Itu…Kau…"     

Pria tua itu tergagap dan tidak mampu meneruskan ucapannya. Dia tidak mempercayai kata-kata Rhode, tapi sepertinya Rhode memang tidak berbohong. Lagipula, penampilan Rhode terlihat seperti seorang bangsawan yang sedang berjalan-jalan. Saat ini, Rhode menggunakan jubah hitam panjang dengan pedang merah yang menggantung di pinggangnya. Dia tidak menggunakan baju pelindung kulit yang biasanya dipakai oleh para prajurit bayaran. Di sisi lain, Marlene adalah sosok dengan kombinasi terburuk: gadis itu adalah seorang bangsawan sekaligus Mage! Dalam beberapa hal, pria tua tersebut tahu kalau para Mage jauh lebih merepotkan daripada para bangsawan.     

Kenapa hal seperti ini terjadi? Bukankah tuan Klautz hanya mengirim segerombolan prajurit bayaran 'biasa' untuk membantu mereka? Tapi bagaimana bisa dua orang dari kelompok itu adalah seorang bangsawan?!     

Pria tua itu memegangi tongkatnya dengan gelisah. Dia tidak tahu harus mengatakan apa.     

"Jangan takut pada mereka, Kepala desa!"     

Pada saat itu, seorang pemuda tiba-tiba berjalan keluar dari kerumunan dan berdiri di depan Rhode dengan berani sambil menatapnya.     

"Jangan percaya dengan pembual ini. Mereka pasti berbohong! Bagaimana mungkin seorang bangsawan rela melakukan pekerjaan 'kotor' seperti ini? Mereka pasti hanya berpura-pura sebagai bangsawan!"     

Saat menghadapi tatapan galak dari pemuda itu, Rhode balas menatapnya dengan tajam.     

"Kau berani menatapku tanpa izin? Benar-benar kurang ajar. Aku akan memberimu SATU kesempatan terakhir untuk memohon ampun kepadaku. Sekarang. Berlutuhlah! Dan mohon ampun kepadaku."     

"Hmph…jangan pikir aku takut padamu!"     

Pemuda itu mengangkat kepalanya dan menatap Rhode dengan wajah yang hina.     

"Kau pikir aku bakal menuruti-…Aaahhhh!!"     

Perkataan pemuda itu terpotong ketika cahaya merah terang melesat ke arahnya secara mendadak. Dua luka goresan muncul di lututnya. Pemuda itu menjerit dan berlutut di tanah tanpa sadar ketika kakinya tiba-tiba kehilangan tenaga untuk berdiri.     

"Kubilang, berlutut."     

Rhode menatap pemuda di depannya dengan wajah yang dingin dan menghina. Pedang Blood Tears di tangannya mulai bersinar terang saat menyerap darah segar yang ditumpahkan ke bilahnya.     

"Kau…dasar b-…"     

Pemuda itu menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan perlahan-lahan mengangkat kepalanya. Dia menatap Rhode dengan gigih sambil menggertakkan giginya untuk menahan rasa sakit.     

Tapi sia-sia saja. Kemudian, pedang merah Rhode kembali melesat dan melukai tangan pemuda itu. Tanpa kedua tangan yang menopang tubuhnya, dia pun terjatuh ke tanah.     

"Argh!"     

Tanpa ampun, Rhode menginjak kepala pemuda itu dengan kaki kanannya. Kemudian, dia menatap penduduk-penduduk desa yang lain. Saat melihat tatapan Rhode yang dingin, sontak mereka semua segera menundukkan kepala dengan penuh ketakutan.     

"Kuulangi perkataanku sekali lagi. Kami datang ke sini atas permintaan dari Tuan Klautz untuk menghabisi gerombolan mayat hidup yang menyerang desa kalian. Dengan kata lain, kami adalah 'penyelamat' desa ini dan aku harap kalian bisa memperlakukan 'penyelamat' kalian dengan hormat. Apakah kalian mengerti? Sebagai penduduk sipil yang meminta tolong kepada kami, ku harap kalian tidak melunjak dan bersikap kurang ajar. Ingat itu baik-baik!"     

Rhode kemudian menoleh pada prajurit yang berdiri di samping kepala desa. Dia melihat tanda "penjaga" yang tersemat di baju pelindungnya.     

"Terutama kau, Tuan kapten militer. Aku harap kau tidak berbuat macam-macam. Kalau tidak, aku mungkin harus meminta uan Delano untuk mengganti salah satu kaptennya."     

"Bubar kalian! Bubar! Jangan halangi jalan mereka!"     

Prajurit itu segera mengerti apa yang harus dia lakukan. Sebagai kapten militer, dia sering bertemu dengan para bangsawan. Kecurigaannya terhadap Rhode langsung menghilang saat Rhode menyebutkan nama bosnya dengan benar. Dia sudah pernah melihat banyak temannya di pasukan militer yang tewas karena berani melawan para bangsawan. Dan dia sama sekali tidak berniat menyusul kematian mereka.     

Oleh karena itu, setelah membubarkan para penduduk desa, kapten militer tersebut segera menghampiri Rhode dan kelompoknya sambil tersenyum.     

"Tuan-tuan dan nyonya-nyonya. Saya mohon maaf atas perlakuan mereka yang kasar. Saya bisa menjamin bahwa ini semua hanyalah ketaksengajaan. Tidak lebih…"     

"Sudahlah. Aku tidak ada waktu mendengarkan ocehanmu."     

Rhode melambaikan tangannya dan memotong perkataan prajurit itu.     

"Sekarang, kami perlu tempat beristirahat. Dan aku ingin tempat itu dibersihkan terlebih dahulu. Lalu, bawa beberapa penduduk desa untuk datang menemuiku. Aku perlu menanyai mereka tentang insiden ini. Kuharap bajingan-bajingan itu cukup pintar untuk tidak berbohong. Dan yang terakhir…"     

Rhode menunjuk pada si gadis penggembala.     

"Apakah disini ada orang yang bisa menjelaskan latar belakang gadis ini?"     

"Gadis itu? Maksud anda Christie?!"     

Wajah kapten itu berubah sedikit.     

"Tuan, dimana anda bertemu dengannya? Dia adalah anak iblis!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.