Dunia Penyihir

Flan (Bagian 2)



Flan (Bagian 2)

Kriet! Kriet!     

Angele menggosokkan jarinya pada jendela, sehingga menghasilkan suara yang sangat mengganggu.     

Sebuah garis transparan terbentuk pada permukaan kaca berembun itu.     

Ia berdiri di depan kaca dan mengintip pemandangan luar melalui garis itu.     

Hari masih pagi. Daun-daun kering berwarna kekuningan mengapung di atas permukaan danau. Di seberang danau, sebuah menara putih berdiri tegak. Menara itu dijaga oleh seorang Ksatria bernama Hillar, yang sedang berdiri di luar dan meminum minuman hangat. Udara sangat dingin, hingga nafas pria itu mengeluarkan asap putih. Hillar mengenakan baju zirah kulit berwarna cokelat yang berhiaskan pola ular hitam pada bagian punggungnya, dilengkapi dengan helm dan pelindung bahu berduri yang menarik perhatian.     

"Sudah musim dingin…" Angele menarik nafas dan meregangkan punggungnya.     

Sekelompok burung hitam kecil beterbangan melewati jendela. Sebagian mendarat di atas danau, sementara sisanya hanya mengitari danau, sebelum akhirnya terbang pergi.     

"Kukira tidak ada burung di sekitar sini?" Angele menoleh ke arah Nancy.     

"Sekarang sudah bulan Desember. Ini adalah waktu bagi burung-burung di sekitar perbatasan barat untuk bermigrasi. Biasanya, mereka tidak menyukai daerah Enam Cincin karena banyaknya pergerakan partikel energi di udara. Namun, di musim dingin, kau akan melihat burung-burung beterbangan kemari." Nancy segera menjelaskan.     

Mereka berdua sedang berada di ruang belajar. Nancy berdiri tanpa suara di samping meja. Iia menyajikan sepiring steak daging dan roti putih. Ia juga menyiapkan sepiring buah-buahan sebagai pencuci mulut.     

"Waktunya sarapan," kata Nancy seraya menata piring-piring perak berisi makanan di atas meja.     

"Baiklah." Angele pergi meninggalkan jendela dan berjalan ke meja. Kemudian, ia mengambil pisau dan garpu.     

"Bagaimana persiapan bahan-bahannya?" Tiba-tiba, Angele bertanya.     

"Master Isabel mengirimkan beberapa kotak berisi bahan-bahan. Aku telah mengumpulkan hampir semua bahan yang kau tulis dalam daftar."     

Kotak-kotak bahan itu dikunci dengan sihir, sehingga Nancy tidak tahu apa isi kotak-kotak itu. Ia hanya ditugaskan untuk mengambil semua bahan itu dengan imbalan ramuan tingkat rendah. Satu-satunya hal yang Nancy ketahui adalah semua kotak itu telah dikunci dengan rune Isabel.     

Beberapa waktu lalu, Angele menghubungi Asuna dan Organisasi Panah Sungai. Ia memerintahkan mereka untuk membeli beberapa bahan-bahan dasar. Semua bahan itu pun telah diantar dengan kotak yang dikunci dengan menggunakan rune.     

Semua itu dilakukan Angele agar tidak ada yang mengetahui apa yang akan diramunya. Jika ada yang membocorkan jumlah bahan-bahan yang ia beli, penyihir lainnya akan tahu tingkat kesuksesannya, sehingga ia akan mendapat masalah besar.     

Saat ini, Angele juga telah selesai menyiapkan semua bahan yang ia butuhkan untuk naik ke tingkat selanjutnya.     

Semua bahan-bahan untuk meramu Cairan Demos dan Ramuan Pembunuh Flora telah siap. Cairan Demos akan membantunya meningkatkan kekuatan mental, sementara Ramuan Pembunuh Flora akan meningkatkan persentase kesuksesan dalam proses naik ke tingkat selanjutnya.     

Ia memotong steak itu menjadi potongan kecil dan segera memakannya.     

"Belakangan ini, kudengar Perguruan Labirin sedang merencanakan sesuatu. Jangan pergi jauh-jauh dari rumah, Nancy. Jangan meninggalkan zona aman ini.     

Nancy mengangguk.     

"Baiklah, kau boleh pergi sekarang." Angele menunjuk ke perapian ruangan.     

Sebuah bola api kecil muncul di udara dan menyulut kayu bakar di dalam perapian itu.     

Tanpa mengatakan apa pun, Nancy keluar dari ruangan dan menutup pintu.     

Angele segera menghabiskan seluruh steak itu. Steak itu sangatlah lezat. Waktu pemanggangan yang tepat menghasilkan daging yang renyah di luar dan lembut di dalam. Rasa manis saus wijen membuat rasa makanan itu menjadi sempurna.     

"Setelah ini, aku akan mulai meramu dan mencoba untuk naik ke tingkat selanjutnya." Angele duduk bersandar dan menatap keluar melalui jendela. Ia menikmati saat-saat tenangnya ini.     

**     

Sebuah pilar tinggi berwarna putih berdiri sendiri di tengah terpaan angin dingin yang menusuk tulang. Bagian atas pilar itu tertutup awan putih, sehingga menutupi pandangan orang yang berada di atas.     

Sebuah podium kecil dibangun di puncak pilar itu. Seorang wanita berpakaian ketat berwarna putih duduk bersila di tengah podium itu. Rambut hitam panjangnya dikuncir kuda.     

Tepi lengan dan kerah baju tersebut dihiasi oleh sulaman benang perak, yang senada dengan kedua cincin yang menghiasi pakaian wanita itu.     

Wajah wanita itu sangat cantik, namun ia tidak memiliki alis mata. Dengan ekspresi serius, ia menutup matanya. Air menetes melalui dagunya, dan partikel-partikel energi berwarna biru beterbangan di sekeliling tubuhnya.     

Terpaan angin meniup rambut dan pakaiannya.     

Tiba-tiba, gerbang putih di balik podium itu terbuka.     

Seorang pria bertubuh tinggi yang mengenakan topeng putih berjalan masuk.     

"Master Flan, Master Red Brow dari Perguruan Labirin ingin mengatakan sesuatu padamu. Bagaimana?" tanya pria itu dengan lirih.     

"Red Brow?" Flan membuka matanya, sehingga terlihat mata birunya yang indah. Perlahan-lahan, titik-titik partikel biru itu menghilang.     

"Baiklah, aku ingin tahu apa yang ingin dia katakan." Flan segera berdiri.     

"Saya mengerti."     

Pria bertopeng itu menggumamkan mantra seraya mengarahkan kedua tangannya ke lantai.     

Tiga rune merah yang rumit muncul dan bersinar di depan Flan.     

Cahaya muncul dari masing-masing rune. Cahaya-cahaya itu kemudian bergabung dan berubah menjadi sebuah pola yang amat rumit.     

Perlahan-lahan, seorang pria tua yang mengenakan jubah panjang dengan tiga warna muncul di antara cahaya-cahaya itu.     

Pria itu membungkuk hormat. Alis dan jenggotnya berwarna merah, namun rambutnya berwarna putih keperakan.     

Pria tua itu menatap si pria bertopeng, seolah memerintahkannya untuk pergi. Pria bertopeng itu pun membungkuk dan segera pergi.     

"Flan, sudah lama kita tidak bertemu. Aku ingin kau mencari seorang penyihir kegelapan untukku," kata pria itu.     

"Siapa?" tanya Flan.     

"Dia."     

Red Brow menunjuk ke udara dengan telunjuk tangan kanannya. Tiba-tiba, muncul pusaran gas dengan inti yang memantulkan cahaya seperti cermin. Perlahan-lahan, wajah sosok penyihir dengan rambut cokelat muncul pada cermin itu. Matanya bersinar emas, dengan pupil yang memanjang seperti mata kucing.     

"Dia?" Dahi Flan mengerut. "Untuk apa kau menginginkannya?"     

"Aku ingin dia mati! Sepertinya, kau mengenal pria ini," jawab Red Brow.     

"Iya, aku kenal dia." Flan mengangguk. "Tapi, ceritakan padaku dulu apa yang terjadi. Biasanya, orang-orang di posisimu tidak peduli pada Penyihir tingkat Gas. Selain itu, aku tahu bahwa pengintaimu sedang berada di teritori Enam Cincin. Aku ingin mereka pergi sesegera mungkin."     

Red Brow memicingkan matanya. "Apa maksudmu? Aku tidak bisa menceritakan semuanya, namun situasi semakin buruk. Aku sedang mengirim lebih banyak orang ke teritorimu."     

"Panggil mereka kembali secepat mungkin. Mengerti?" perintah Flan. Suaranya terdengar berat dan berwibawa.     

"Ini adalah perintah Master Narry!" Red Brow nyaris berteriak.     

"Narry? Kau pikir aku peduli pada wanita jalang itu?" Flan tersenyum dingin. "Pak tua, sembunyi saja di organisasimu dan nikmatilah masa pensiunmu. Aku sudah memaafkanmu atas kejadian beberapa tahun lalu. Jika kau mencoba memancingku lagi, akan kukirim kau ke neraka."     

Red Brow terlihat kecewa. "Flan, dia telah membunuh dua pengikutku. Kau mau melindunginya?"     

"Dia adalah satu-satunya teman cucuku. Kau mau dia mati? Isabel adalah satu-satunya yang kupunya. Jika kau berani menyakiti pria muda ini, aku pasti akan membunuhmu dalam waktu tiga hari," ancam Flan.     

"Berani-beraninya kau…!"     

Tanpa peduli, Flan segera mematikan layar komunikasi itu sebelum Red Brow selesai berbicara.     

**     

Di sebuah menara tinggi berwarna hitam, jauh dari teritori Enam Cincin.     

Red Brow melepaskan jubah tiga warnanya dan mengenakan jubah hitam. Ia benar-benar terlihat geram.     

"Flan Jones bangs*t! Aku menghabiskan banyak sekali kekuatan mental untuk mencari bajing*n muda itu!" umpatnya. "Hubungi Vidia dan kelompoknya. Perintahkan mereka untuk segera mundur! Ancaman wanita jalang itu bukan main-main!"     

"Baik, Master," jawab seorang calon penyihir wanita dengan sopan. Matanya seolah tidak berjiwa, seakan ia adalah boneka. Wanita itu segera berbalik dan pergi.     

Red Brow mengibaskan jubah hitamnya.     

"Sialan, wanita itu tidak peduli dengan Master Narry. Sekarang, jejak Light of Thor telah hilang. Mau tidak mau, aku harus mencari informasi dari bajing*n kecil ini. Prajurit spesialku masih ada di sekitar teritori Enam Cincin… Sementara ini, aku akan menunggu kembalinya Master Narry, lalu aku akan menghubungi Flan lagi…"     

Pria tua itu menggumam. Ia terdengar seperti sedang berbicara dengan seseorang.     

**     

Flan berjalan turun dari pilar itu dan memasuki ruangan tersembunyi yang berdinding batu.     

Rune spesial berbentuk gurita hitam, yang merupakan rune pribadi Flan, berkedip-kedip pada permukaan pintu. Delapan tentakel gurita tersebut bersinar dengan cahaya keunguan.     

Setelah Flan masuk, pintu itu perlahan menutup.     

Ruangan itu sangat gelap. Hanya ada meja putih berbahan batu dengan cermin di atasnya. Berbagai pola-pola rumit terukir pada sisi cermin perak itu.     

Flan berjalan mendekati meja tersebut dan menyentuh permukaan cermin dengan telunjuknya.     

Shing!     

Pantulan wajah wanita itu menghilang, dan digantikan oleh sebuah kamar tidur berdinding biru.     

Kamar tidur itu penuh dengan perabotan mewah. Seorang wanita muda bertubuh proporsional perlahan-lahan melepaskan jubah putihnya. Jubah itu terjatuh ke lantai, sehingga terlihat pakaian dalam berenda putih wanita muda itu.     

Isabel sedang mengganti pakaian dalamnya.     

Isabel mengambil pakaian dalam baru dan melepaskan pakaian dalam yang sedang dikenakannya.     

Flan menatap tubuh indah Isabel. Matanya tidak fokus; ia terlihat seperti orang yang sudah gila.     

"Kau adalah … milikku…" bisik Flan. "Tidak akan ada yang bisa menyakitimu… Akan kuberikan segalanya untukmu…" Wajah Flan memerah, dan pikirannya penuh nafsu.     

Semenjak Isabel masih muda, Flan telah melihat dan menguntit Isabel melalui rune-rune tersembunyi di kamarnya. Flan akan menghabiskan beberapa jam setiap hari hanya untuk menatap Isabel.     

Dengan bantuan rune di kamar Isabel, Flan dapat mengetahui kondisi tubuh, detak jantung, aliran darah, jumlah rambut yang rontok, dan waktu tidur gadis itu – semuanya. Flan tahu semua sisi kehidupan Isabel, sementara Isabel mengira bahwa neneknya hanya menjaga seluruh aspek kehidupannya. Ia tidak menyadari keberadaan rune-rune tersembunyi dalam kamarnya.     

Isabel memiliki penampilan yang sangat mirip dengan Flan saat Flan masih muda, sehingga Flan merasakan kebahagiaan saat ia melihat Isabel melakukan kegiatan sehari-hari.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.