Singgasana Magis Arcana

Harpsichord



Harpsichord

0

Victor senang melihat Lucien tak bersantai-santai selama beberapa hari belajar. Dalam waktu 50 menit, dia menghafal sisa aturan tata bahasa. Dia pintar, berbakat dalam belajar bahasa, dan punya ingatan yang baik juga.

0

Suasana hati yang baik memberinya ide. Victor mulai bersenandung.

"Tuan dan nyonya, mari istirahat dulu. Santaplah teh dan cemilannya. Aku harus mencatat ini." Dia sudah berlari ke atas saat selesai bicara.

Lucien mengangkat cangkir putih yang bagus, kemudian menyesap teh yang rasanya aneh. Sambil menggosok mata, dia mencoba sedikit bersantai.

"Felicia, kapan kita bisa berburu di kastel keluargamu lagi? Aku sangat rindu rusa dan kelinci di sana, juga udara segarnya."

Annie adalah wanita bangsawan lain di antara mereka. Namun, kecuali rambut pirang indah dan mata hijau layaknya permata, penampilannya biasa saja. Selain itu, keluarganya juga tak begitu terkenal. Ayahnya hanya satu dari sekian banyak anak dari baron biasa, yang gagal mewarisi apapun dari keluarganya. Tak bergelar, tak punya tanah dan istana. Keluarga Annie harus berjuang menjalani kehidupan yang tampak layak dengan penghasilan dari ayah yang bekerja sebagai juru tulis pengadilan dan tunjangan hidup dari jabatan mereka.

Kebalikannya, Keluarga Hayne, sebagai satu dari keluarga terbesar di Duchy Orvarit, masih menikmati reputasi tinggi. Meskipun ayahnya juga tak mewarisi gelar, dia masih dapat rumah besar di luar Aalto dengan hutan, kebun, dan bahkan tambang granit sendiri. Mereka juga punya properti di dalam kota.

Di antara mereka, Felicia punya latar belakang keluarga yang paling menonjol.

Pada musim panas, tak ada yang lebih baik selain melepaskan diri dari hawa panas dengan berburu dan menikmati anggur buatan sendiri di rumah yang jauh dari perkotaan. Tentu saja banyak bangsawan muda yang tak punya istana menginginkannya. Lucien tahu Annie berusaha mendekati Felicia.

"Apa benar, Nona Felicia? Ada kelinci dan rusa lucu di kastel keluargamu?" Renee ikut berbincang, bertanya dengan rasa ingin tahu.

Sejak mereka mulai belajar bersama, Renee selalu coba menjilat para bangsawan dengan berbicara tentang musik dan itu sangat berhasil.

Karena itu dia jadi terdorong. Melalui musik, dia mulai sering ikut berbincang bersama murid bangsawan. Entah bagaimana dia sedikit belajar tentang beberapa teori musik. Dia sering mengajukan pertanyaan serupa pada Felicia atau Annie. Dia jadi semakin akrab dengan para bangsawan.

Belajar dari Renee, Colin dan David mulai melakukan hal yang sama.

Karena mungkin terlalu kutu buku atau pendiam, Lucien hanya peduli dengan belajarnya. Jelas para bangswan maupun orang biasa tak akan mengambil inisiatif untuk berbicara dengannya.

"Aku juga rindu tempat itu." Felicia masih duduk tegak, menjawab dengan senyumnya yang standar. "Tapi hanya tersisa sekitar tiga bulan lagi sebelum penampilan Pak Victor. Lott, Herodotus, dan aku harus banyak berlatih. Aku benar-benar tak punya waktu ke sana."

Pastinya, Felicia senang karena merasa tersanjung dan dicemburui para murid lain. Siapa yang tak senang?

Bohong kalau Lucien bilang tak mau melihat-lihat kastel mewah seperti itu. Tapi hal terpenting dalam benaknya yaitu bagaimana cara pinjam kamus dan selesai membaca semuanya secepat mungkin.

Victor turun dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. Tampaknya dia cukup puas dengan hasil kerjanya. Obrolan pun terhenti.

Athy, sang pelayan, datang saat Victor akan melanjutkan pelajaran. Dia berbisik di telinga Victor, "Tamu Anda sudah tiba, Tuanku."

"Oh! Aku lupa!" Victor mengibaskan tangannya, dia tampak agak kesal. "Tolong suruh dia masuk."

Kemudian dia menoleh kepada para murid, meminta maaf dengan sopan.

"Maaf sekali, Tuan dan Nyonya. Aku lupa kalau akan ada tamu hari in. Bisakah kita lanjut kelas ini besok siang jam dua? Aku sungguh minta maaf."

Para murid senang bisa pulang lebih awal hari ini. Saat mereka bersiap pergi, Lucien berjalan mendekati Pak Victor, siap untuk pinjam kamus bahasa umum untuk beberapa hari.

Sebelum Lucien mengutarakan permintaannya, dua tamu datang sambil mengikuti pelayan dari belakang. Salah satunya adalah pria tampan berambut perak dengan kemeja merah dan mantel hitam, sementara orang yang lainnya adalah pria tua berambut putih dengan sebuah koper kayu di tangan.

"Pak Rhine ..." Lucien dan Felicia mengenali tamu itu disaat bersamaan.

Wajah Felicia tersipu, sementara Lucien merasa lebih terkejut. Dia pikir Rhine hanya seorang bard yang tinggal di kedai minuman. Rhine jadi tamu penting Pak Victor adalah hal yang sangat tak terduga bagi Lucien.

"Hai, Felicia ... dan kau disini, Lucien!" Rhine menyapa mereka dengan sopan.

Felicia tersenyum malu dan sedetik kemudian dia sangat terkejut. Bagaimana Pak Rhine mengenal Lucien?

"Lucien, kau kenal Pak Rhine?" Victor tersenyum.

"Ya, kita sudah pernah bertemu sebelumnya." Lucien mengangguk, "Aku tak menyangka akan bertemu Pak Rhine lagi di tempatmu."

Senyum Rhine sangat memikat seperti seorang peri.

"Ya, kita pernah bertemu sekali dan Lucien membuatku terkesan. Saat itu, dia memberitahu kami jika dia ingin belajar membaca. Lihat! Dia di sini sekarang! Aku selalu menghargai pemuda yang berjuang untuk impian mereka."

Karena dipuji Rhine, Lucien merasa sedikit malu.

"Pak Rhine adalah pemimpin konser yang sedang kusiapkan saat ini. Dia punya pemahaman musik yang unik dan luar biasa. Tanpa bantuannya, aku tak yakin bisa terinspirasi oleh konser pianoku."

"Apa!? Rhine adalah pemimpinnya sekarang!?" Itu hampir membuatnya Lucien menganga. Dia bertemu Rhine di Copper Coronet di daerah kumuh beberapa hari sebelumnya.

Dari percakapan teman sekelasnya, Lucien tahu struktur orkestra simfoni disini hampir mirip dengan yang ada di bumi. Pemain biola pertama adalah pemimpin konser, yang juga bertanggung jawab memimpin orkestra ketika konduktor tak ada. Bagaimana mungkin Rhine, orang asing yang tak pernah bekerja dengan tim sebelumnya, dapat posisi sepenting itu?

Dari ekspresi Lucien, Rhine tahu dia sangat terkejut. Dia menjelaskan singkat, "Pemimpin sebelumnya jatuh cinta dengan seorang wanita bangsawan, lalu kawin lari ke Syracuse beberapa hari lalu. Pak Victor tak punya pilihan lain selain aku." Dia mengedikan bahu dan tersenyum.

"Pak Rhine harusnya jadi pemain biola pertama di orkestra, bahkan jika pemimpin sebelumnya masih di sini." Felicia memotong percakapan dengan wajahnya yang tersipu, "Pak Rhine hanya perlu latihan lebih dengan yang lain."

"Aku setuju." Victor juga berekspektasi tinggi pada Rhine, "Pak Rhine adalah satu dari pemain biola terbaik yang pernah kutemui. Aku lebih dari sekadar beruntung bisa mengundangnya kemari."

Lucien memandang Rhine, yang tersenyum sopan dengan tangan kanan diletakkan di atas dada kirinya, menunjukkan rasa terima kasih. Dalam beberapa hari, seorang bard diasingkan di Syracuse dengan harpanya dan dia jadi pemain biola pertama di orkestra simfoni di Aalto. Itu terlalu aneh bagi Lucien, tak mungkin hanya kebetulan.

"Ini Pak Shavell, pembuat harpsichord terbaik di Aalto." Rhine mulai memperkenalkan pria tua di sampingnya, "Pak Shavell bisa membantumu untuk perbaikan instrumen."

"Senang bertemu denganmu, Pak Shavell. Suatu kehormatan bagiku bisa mengundangmu kemari." Victor berjabat tangan dengan antusias dan membawanya ke atas, sebelum Lucien punya kesempatan untuk berbicara dengannya.

Victor begitu bersemangat hingga dia lupa meminta Athy untuk menyuruh para murid pulang. Tak yakin tentang hubungan Lucien dan Rhine, Athy juga tak menyuruhnya untuk cepat pergi. Kemudian, Felicia, Annie, Colin, dan beberapa murid naik ke atas diam-diam, mereka amat penasaran.

Lucien tak mau pulang tanpa kamus, jadi dia ikut ke atas dan akhirnya masuk ke ruang latihan Pak Victor.

"Pak Shavell, aku harap harpsichord-nya lebih sensitif terhadap tekanan jariku, sehingga kontrol volume dapat lebih akurat." Menyaksikan Shavell membuka harpsichordnya, Victor menuturkan permintaannya secara rinci, "Musikku butuh jangkauan nada lebih luas. Lebih bergetar dan kuat, tapi juga halus dan jelas."

Terdapat banyak komponen yang berbeda di dalamnya: pegas, poros, plektrum, senar. Sejak diciptakan, banyak pembuat alat musik dan musisi coba mengimprovisasi harpsichord, termasuk menambahkan poros tambahan, penopang, mengganti papan suara, dan lain sebagainya.

Shavell sedikit mengerutkan alisnya, sambil dengan hati-hati memeriksa setiap bagian.

"Saya khawatir itu tak bisa dilakukan, Pak Victor. Lebih dari 300 tahun improvisasi, instrumen jenis ini telah mencapai batasnya. Bahkan sedikit perbaikan akan sangat sulit dilakukan."

Baik Victor dan Rhine kehilangan kata-kata mereka, terutama Victor. Jika harpsichord tak dapat diimprovisasi, musiknya pasti tak akan sempurna. Kalau begitu, pertunjukan di Aula Pemujaan akan jadi kegagalan yang sudah bisa diperkirakan.

Semua orang diam beberapa saat, sampai Lucien tiba-tiba mulai bertanya.

"Bisakah kita ... bisakah kita mengubahnya jadi semacam alat perkusi ...? Mengubahnya dari memetik jadi memukul."

Lucien menyadari bahwa dunia ini belum menciptakan 'raja dari alat musik', piano. Para musisi masih menggunakan harpsichord dan clavichord. Dia punya rencana sendiri. Jika dia dapat membantu Pak Victor dengan improvisasi, mungkin dia tak perlu lagi mengeluarkan lima nar setiap bulan dan tentunya meminjam kamus jadi hal yang mudah.

Begitu mereka mulai membicarakan tentang improvisasi harpsichord, Lucien membuka buku Piano: Pembuatan dan Nada dan Mekanisme Piano Modern di perpustakaan jiwanya. Dia dapat ide kasar dari membalik-balik beberapa halaman pertama.

"Lalu apa bedanya dengan clavichord?" Shavell menatap Lucien tajam, "Ya, kau bisa mengendalikan volumenya dengan perkusi, tapi suaranya terlalu halus dan rendah. Hanya cocok dimainkan di rumah, bukan di Aula."

Ini di Aalto, Kota Mazmur, Kota Musik. Tak ada yang curiga alasan sebenarnya kenapa Lucien paham perbedaan antara harpsichord dan clavichord.

  1. Baron, sebuah gelar bangsawan
  2. Harpsichord, sebuah instrumen keyboard yang penting dari abad ke-16, ke-17, dan ke-18
  3. Clavichord, instrumen piano senar Eropa yang dikenal sejak akhir abad pertengahan

Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.