Singgasana Magis Arcana

Sang Inovator



Sang Inovator

0

Irama, nada, dan tekanan di tiap tempo mencengkeram hati semua orang. Tidak ada yang bisa bersembunyi dari cobaan hidup. Tema simfoni ini diungkapkan secara langsung, tanpa bersembunyi atau memiliki maksud tertentu.

0

Terompet berbunyi sebelum tema kedua diperkenalkan, melambangkan perjuangan sengit antara takdir dan kehendak. Ketika tema pertama dan kedua mulai terhubung, para hadirin merasakan ketegangan dan tekanan yang besar, seolah-olah mereka sendiri berada di medan perang, meskipun mereka hanya duduk di kursi mereka.

Reaksi para penonton bermacam-macam. Sambil menggenggam sandaran tangan, para bangsawan seperti grand duke dan Wolf, yang tidak pernah mengalami kekejaman perang secara pribadi, hampir tidak tahan dengan rasa takut di hati mereka. Sementara Kesatria Venn sangat terserap di dalam kenangan ketakutan mendalam yang dia rasakan pada hari-hari ketika dia bertarung melawan makhluk jahat dan orang-orang berajaran sesat.

Sard masih cukup tenang, tetapi matanya terbuka. Kali ini matanya tidak lagi kusam, sebaliknya, matanya cerah dan tajam. Dia menghubungkan karya musik ini dengan kisahnya sendiri pada masa lalu.

Menghadapi ketegangan dan tekanan besar dari simfoni, para bangsawan yang lebih muda, seperti Verdi dan Natasha, menunjukkan peningkatan tekad berjuang mereka. Verdi menunjukkan semangat keluarga Violet sebagai Perisai Kebenaran. Sambil mengepalkan tangan kanannya, Verdi juga mengencangkan setiap otot di tubuhnya supaya siap menghadapi serangan takdir. Tubuh Natasha condong ke depan, wajahnya tampak serius tetapi juga bersemangat. Dia menginginkan pertarungan yang sengit untuk mengalahkan kegelapan dan takdir ini.

Victor mencurahkan hati dan jiwanya dalam memimpin simfoni. Dibandingkan dengan karya awal Lucien, sekarang simfoni ini jauh lebih berkembang dan bahkan lebih mendebarkan. Kombinasi biola, cello, dan alat tiup kayu pada gerakan kedua memberi para hadirin sedikit waktu istirahat dari ketegangan, dan tak lama kemudian gerakan ketiga sekali lagi melemparkan mereka kembali ke depan, menghadapi ketakutan besar akan kegelapan.

Rasa sakit, harapan, ketakutan, amarah, dan begitu banyak perasaan lainnya bercampur menjadi satu. Ketika cahaya akhirnya mengalahkan kegelapan, ketika gerakan terakhir dari kemenangan besar dimainkan di Aula Pemujaan, banyak dari para hadirin langsung berdiri dan bersorak dengan tepuk tangan meriah.

Sang grand duke menghela napas panjang dan mengangkat tangannya untuk melambai, seolah-olah dia bersorak untuk para ksatria dan prajurit pemberani yang pulang ke rumah dalam kemenangan. Dengan kegembiraan dan kepuasan yang luar biasa, Natasha meninggalkan tempat duduknya dan berjalan mendekati pegangan pagar di depan, lalu menatap orkestra seolah-olah dia masih tenggelam di dunianya sendiri dalam dunia musik.

Silvia dan musisi lain bertukar pandangan sambil bersandar dengan nyaman di kursi mereka. Mereka bisa melihat kejutan besar dan kekaguman di mata masing-masing.

"Anak muda ini ... Dia mungkin orang jenius lainnya setelah Gesu dan Twal," Silvia bergumam pada dirinya sendiri.

Keluarga Joel dan Elena bersorak dan bertepuk tangan. Meskipun mereka tidak tahu banyak soal musik, tetapi mereka merasa dari lubuk hati mereka bahwa karya Lucien benar-benar mengejutkan dan menyentuh. Sampai-sampai ada air mata di mata mereka.

Joel gemetar karena gembira. Dia merasa bahwa mimpinya telah dicapai oleh Lucien. Dia sangat bangga, sampai merasa kesuksesan dan kehormatan Lucien seperti miliknya sendiri.

Meraih bahu ayahnya, wajah John memerah, tampak puas, "Ayah, Lucien ini orang jenius, bukan?!"

"Mulai sekarang, kita bisa memanggilnya 'Tuan Lucien' ..." Elena tidak bisa percaya apa yang baru saja terjadi di aula. Ini karena ketika dia pertama kali bertemu Lucien beberapa bulan yang lalu, pemuda ini sedang membawa kantong sampah.

Wajah Wolf berubah sangat pucat, karena dia tahu bahwa dia tidak akan pernah bisa menyangkal keagungan simfoni ini. Sekarang dia akhirnya menyadari mengapa Victor bersedia menerima orang miskin sebagai murid musiknya — lelaki miskin itu memang seorang jenius.

Wolf memalingkan kepalanya dengan gelisah di tengah-tengah tepuk tangan yang riuh, dia menggantungkan harapan terakhirnya pada para bangsawan dan musisi yang rewel. Berharap bahwa setidaknya beberapa dari mereka, yang selalu lebih suka musik religius, akan menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap tema simfoni ini.

Sang grand duke bergabung dengan putrinya. Dia berjalan ke depan balkon untuk bertepuk tangan dengan ramah. Dipimpin oleh grand duke dan sang putri, tepuk tangan babak kedua meledak dengan amat meriah, bergema di seluruh Aula Pemujaan.

Tidak diragukan lagi, konsernya sukses besar!

Setelah memberi hormat kepada grand duke dan seluruh hadirin, Victor berjalan mundur dan menarik Lucien keluar dari belakang panggung. Lucien sudah siap, jadi dia dengan tenang mengikuti Victor dan berdiri di depan semua hadirin.

"Tuan dan Nyonya, izinkan aku memperkenalkan muridku, Lucien Evans. Lucien Evans-lah yang menulis simfoni hebat ini," kata Victor dengan lantang ke seluruh balkon.

"Bakat yang luar biasa!" Tepuk tangan dari para bangsawan dan musisi menjadi lebih keras, menunjukkan pengakuan besar mereka terhadap musisi muda ini.

"Musik yang bagus. Anak muda yang hebat." Earl Hayne mengangguk, "Bahkan orang yang tidak tahu apa-apa tentang musik dapat merasakan kehebatan karyanya."

Sang grand duke berkomentar dengan suara nyaring, "Tak tertandingi! Pemuda ini akan tumbuh menjadi musisi hebat!"

Pikiran Natasha penuh dengan pikiran yang emosional. "Aku hampir tak bisa berkomentar. Aku merasakan sesuatu ... yang sangat unik. Aku tahu ini adalah sesuatu yang selalu aku cari. Lucien, kau adalah inovator dalam sejarah musik!"

Bahkan Verdi tidak bisa membantah kata-kata Natasha saat ini.

"Kau memiliki jiwa yang tidak pernah menyerah. Tuhan memberkatimu, Anak muda." Perlahan, Sard berdiri. Dia menatap Lucien dengan senyuman penuh kasih.

Di antara semua orang, hanya Wolf yang tetap bungkuk di kursinya. Dia merasa terlalu lemah bahkan untuk berbicara.

"Terima kasih Tuhan. Ini adalah hadiah dari Tuhan." Lucien memberi hormat kepada seluruh balkon dengan sopan, memainkan perannya sebagai orang beriman dengan penuh kesalehan. Keberhasilan besar konser ini akan memberinya banyak manfaat, dan salah satunya adalah status sosial lebih tinggi yang akan sangat berguna untuk menyembunyikan identitasnya. Para penjaga dari gereja dan para sheriff di kota tidak akan berani seenaknya menangkap atau menyelidiki seorang musisi yang telah menerima pengakuan dari grand duke, kardinal, dan sang putri.

Sang Kardinal mengangguk dan berkata kepada grand duke, "Aku sangat senang telah menghadiri konser malam ini. Semua karya musik malam ini sangat bagus, terutama simfoni 'Takdir' yang paling mengesankan. Cahaya mengalahkan kegelapan. God of Truth menguatkan kita untuk menghadapi cobaan. Tuhan memberkati kita semua."

"Tuhan memberkati kita semua." Orvarit menunduk, meletakkan telapak tangan di dadanya.

Di atas panggung, mata Victor basah karena air mata. Betapa dia berharap agar Winnie dapat melihat semua ini di surga.

"Bagaimana perasaanmu sekarang, Sepupuku?" Natasha memandang Verdi dan bertanya dengan ramah.

"Karya ini milik Lucien, bukan kau, Natasha. Dan sayangnya, bakatnya tidak akan pernah menjadi milikmu juga." Verdi tidak menjawab secara langsung.

"Yah ... sebenarnya tema unik dari karyanya begitu menginspirasiku. Mungkin aku harus meminta dia untuk menjadi konsultan musikku untuk menghasilkan karya musikku sendiri," kata Natasha sambil memiringkan kepalanya.

"Kesuksesannya berasal dari bakat dan pengalaman hidupnya. Terkumpulnya inspirasi dan ide-ide bagus membutuhkan waktu. Kupikir itu tidak akan berhasil, Natasha." Verdi mengangkat bahunya, merasa tidak setuju.

"Tetap layak dicoba." Natasha mengangkat alisnya, lalu terkekeh.

...

Ketika para bangsawan meninggalkan Aula Pemujaan secara berurutan, Victor dan Lucien datang ke belakang panggung. Para anggota orkestra di sana masih merasa gembira.

"Pak Victor, Pak Evans, ini adalah konser terbaik yang pernah kami hadiri!"


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.