Singgasana Magis Arcana

Langkah Demi Langkah



Langkah Demi Langkah

0Keagungan matahari terbenam di cakrawala sangat mengagumkan.     
0

Namun di perkemahan sphinx, Lucien merasakan keringat dingin di punggungnya.     

Sebelum Lucien mengetahui jawabannya, sphinx itu membentaknya, "Kalajengking menjijikkan, kau punya kepala di antara kakimu? Gunakan otakmu! Pergi dan mandilah di Sun Water! Kau ingin menjadi salah satu makhluk undead itu?"     

Lingkungan gurun itu sangat keras, sehingga para bangsawan di Kerajaan Gusta enggan memperluas kekuasaan ke selatan. Sehingga, kebanyakan bahasa kasar pada sphinx tentang kalajengking, karena mereka adalah musuh terbesar para sphinx.     

Sun Water? Kalimat sphinx itu mengingatkan Lucien kalau sphinx yang sedang menjadi penyamarannya—bernama Fil—selalu menghabiskan waktu sejenak di rumah batu di mana langsung terkena paparan sinar matahari siang, kemudian ia akan pergi menjaga makam dengan sphinx lain.     

Lucien mengabaikan fakta bahwa rumah batu merupakan tempat janjian para sphinx, jadi ketika dia mendapatkan ingatan Fil menggunakan Mesmerization, dia tidak menutupi bagian itu.     

"Aku minta maaf ... aku akan pergi sekarang." Lucien buru-buru mengangguk dan pergi. Beberapa detik sebelumnya, Lucien berpikir apakah dia harus menggunakan Implication, Charm, atau Necrotic Control untuk memastikan bahwa sphinx itu tidak akan memberinya lebih banyak masalah.     

Di rumah batu, ada sebuah kolam berbentuk matahari emas, yang di dalamnya terdapat cairan berwarna emas.     

Di samping kolam, seekor sphinx betina berperawakan kuat sedang menyendok cairan dengan sendok besar aneh dan memercikkan air ke para sphinx yang berbaris.     

Meski sphinx jantan semuanya tampak sangat barbar dan berperilaku buruk, mereka menunjukkan kekaguman yang sangat besar terhadap si betina. Lucien menebak jika ia adalah definisi cantik sebagai sphinx betina.     

Namun di mata Lucien, ia hanyalah singa betina yang berdiri. Lucien tidak melihat kecantikan di sana.     

Dia berjalan maju dan membiarkan air emas itu dipercikkan padanya. Air itu terasa sangat hangat seperti matahari, tapi Lucien tidak basah terkenanya.     

"Fil, kau agak aneh hari ini," kata sphinx betina, Sana, dengan suara pelan. "Kau kehilangan keberanian? Kau tidak melihat ke arahku hari ini."     

Lucien jadi gugup lagi.     

"Yah ... mungkin..." Lucien memutuskan tidak membantah betina dengan harga diri tinggi itu.     

Sana tertawa. "Aku penasaran. Apa yang membuatmu hilang keberanian? Kau bahkan tidak bernafsu mengejar pasangan!"     

Ketika Lucien sedang mengalami dilema dan tidak tahu harus melakukan apa, sphinx jantan lain melompat dan 'menyelamatkan'nya. "Fil, jangan buang waktu kita! Jangan bersikap aneh untuk menarik perhatian Sana! Jangan coba-coba! Tadi malam kau masih curi-curi pandang pada Sana!"     

Lucien pura-pura dia ketahuan dan melihat ke arah Sana dengan sorot penuh harap dan juga ketakutan.     

Sana menyadari strategi Fil dan sengaja memunggunginya.     

Ketika Lucien meninggalkan rumah batu, dia merasa sangat lelah, seolah dia baru saja melakukan pertarungan hebat.     

...     

"Ikuti aku ke makam. Jangan ganggu tidur Yang Mulia." Seekor sphinx yang berotot dan memegang tombak panjang berkata pada penjaga makam dengan tegas.     

"Baik, Tuan Helges," jawab para sphinx bersamaan.     

Lucien menunduk dan membuka mulut, berpura-pura sedang menjawab. Dengan begitu, dia jadi mengetahui nama pemimpin mereka. Kelihatannya Helges memiliki kekuatan setara dengan kesatria agung, dan lima atau enam pengawal memiliki kekuatan setara kesatria level enam. Sisanya, termasuk Fil, memiliki kekuatan kira-kira setara pengawal kesatria.     

Para pengawal di sini semuanya dipilih. Sangat menjadi kehormatan terbesar bagi seekor sphinx untuk menjadi penjaga makam.     

Di bawah bimbingan Helges, Lucien melangkah ke batu bata coklat dan masuk ke dalam makam.     

Dalam sekejap, hawa panas di gurun lenyap, dan udara dingin menjadi dominan seolah mereka masuk ke dunia kematian.     

Batu bata dan bebatuannya berada dalam kondisi yang sangat baik, lalu permata, mutiara, dan kristalnya bersinar dalam cahaya dingin.     

Makamnya bahkan lebih luas daripada villa, manor, atau menara sihir yang pernah dilihat Lucien. Ruangan dan koridornya cukup luas untuk dipakai para raksasa untuk bermain-main.     

Karena dipengaruhi oleh Kekaisaran Meshkate, diyakini bahwa sphinx mengendalikan rahasia hidup dan mati bukanlah akhir, tapi merupakan awal dari keabadian yang sesungguhnya. Piramida adalah bangunan sihir yang digunakan sphinx kuat untuk naik ke surga keabadian, sehingga, piramidanya sangat megah.     

Sementara itu, banyak sphinx yakin kalau raja agung mereka, raja yang kini sedang tidur abadi, akan bangun di dalam piramida dan memimpin para sphinx untuk menguasai dunia.     

Dan Lucien kini ada di makam raja agung.     

Sambil memegang tombak, Lucien berpatroli di sekitar mengikuti Helges. Dia melihat mayat busuk tergantung di banyak dinding aula. Beberapa di antaranya adalah kalajengking, beberapa adalah manusia atau ras lain. Mereka semua adalah tumbal.     

Setelah naik beberapa lantai, pengawal makam memasuki sebuah aula yang digambar dengan banyak simbol aneh. Lukisan dinding yang paling mencolok adalah pemandangan seekor sphinx kuat yang membunuh anggota ras lain.     

Di tengah aula, ada peti batu hitam. Ketika melewatinya, Lucien bisa merasakan kekuatan jahat dan dingin di dalam peti! Dia penasaran apakah mereka adalah tumbal sphinx yang sudah diubah menjadi pengawal mummy.     

Karena dia sekarang ada di dalam makam, Lucien mematikan Sun's Corona untuk sementara, jadi dia tidak terlalu sensitif terhadap kekuatan kematian.     

Setelah meninggalkan aula menyeramkan itu, Helges dan pengawal makam lain melanjutkan patroli di sekitar. Selesai melewati koridor yang berliku-liku, mereka sampai di depan gerbang batu besar. Di gerbang, satu sisi digambar dengan matahari, sementara sisi lainnya digambar dengan bulan perak—simbol hidup dan mati.     

Bahkan tanpa menyebarkan kekuatan spiritualnya, Lucien masih bisa merasakan kekuatan kematian yang mengerikan di balik gerbang batu!     

Di balik gerbang batu, Rhine diam-diam memasang lingkaran sihir menggunakan kekuatan makam.     

Di depan gerbang batu, dua pengawal yang kekuatannya setara dengan kesatria agung sedang memegang tombak dengan erat. Kaki mereka lebih besar dibandingkan kaki Fil.     

Di dekat mereka ada ruangan batu. Seekor pendeta sphinx yang tampak khidmat sedang duduk di dalamnya, berdoa untuk kebangkitan raja agung mereka.     

Lucien telah mendapatkan pemahaman dasar tentang tata letak makam. Tapi masalahnya adalah, bagaimana caranya masuk ke sana. Otaknya bekerja cepat, mencoba mencari solusi. Itu bukan pekerjaan sulit bagi Rhine, seorang vampire level legendaris, karena dia bisa menembus gerbang batu setelah berubah menjadi angin.     

Lucien tidak akan memaksakan diri masuk ke tempat itu. Dia tahu bisa sekuat apa para sphinx kalau ada di makam.     

Selain itu, tepat di depan pendeta tinggi, dia juga tidak bisa menyerang penjaga gerbang.     

"Kita kembali," kata Helges setelah memberi hormat pada pendeta agung. Itu adalah patroli gelombang pertama.     

Lucien harus pergi menyusulnya karena dia kini tidak punya rencana bagus. Dia mencoba berjalan sepelan mungkin dan akhirnya menempati posisi paling belakang di tim. Ketika mereka berjalan melewati pojokan, Lucien menjatuhkan batu bata kecil di lantai secara diam-diam, satu per satu.     

Ketika mereka akan melewati aula tempat peti batu hitam berada, Lucien melihat dua sphinx berpakaian sama dengan penjaga gerbang datang dari arah berlawanan.     

Lucien punya ide. Dia menunduk dan terus mengikuti tim. Kedua penjaga gerbang itu melewatinya.     

Ketika mereka sampai ke aula menakutkan itu, Helges bicara pada mereka dengan suara pelan. "Istirahat di sini. Tim selanjutnya akan datang tak lama lagi."     

Aulanya sangat dingin, dan Lucien nyaris bisa merasakan kalau hawa dinginnya seolah hidup, lalu mencoba masuk ke dalam tubuhnya. Tapi hawa dingin itu dihalau dengan sensasi hangat yang diberikan air emas yang tadi dipercikkan ke tubuh Lucien. Helges, tentu saja, sangat tidak menyukai udara kematian dan juga hawa dingin. Dia mengambil beberapa langkah maju dan berdiri di luar aula.     

Melihatnya, Lucien diam-diam berjalan ke pojokan dan masuk ke koridor menuju gerbang batu.     

"Apa yang kau lakukan?"     

Itu adalah suara Helges!     

Lucien mendongan dan menjawab dengan pura-pura gugup, "Tuan ... Batu—batu berharga saya hilang ... di koridor..."     

Sambil berkata demikian, Lucien menunjukkan kantong berlubang pada Helges.     

Tatapan memohon Fil entah mengapa berhasil menyentuh hati Helges. Helges memelankan suaranya, "Ambil sana. Jangan ganggu pendeta tinggi."     

Helges tidak berpikir pengawal makam akan memberinya masalah besar.     

Fil, atau Lucien, sangat berterima kasih dan nyaris menangis. Setelah berbalik, Lucien meninggalkan aula dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara. Dengan bimbingan mental yang baik dan performa yang bagus, Lucien menahan kekuatan mantra Indication, sehingga gelombang sihirnya bisa dikurangi secara besar.     

...     

Lucien berjalan cepat dan semakin mendekati kedua penjaga gerbang, lalu mengikuti mereka dari jauh, sampai mereka sampai ke koridor sunyi.     

Lucien menaikkan kecepatan dan berjalan melewati mereka, tapi dia sengaja menyikut lengan salah satu pengawal dan berpura-pura itu hanyalah kecelakaan.     

"Hei!" teriakan pelan pengawal bernama Aska itu bernada marah. Beraninya pengawal makam menabraknya tanpa meminta maaf dengan benar?!     

"Ah ... maaf. Maafkan saya." Lucien menunduk seolah dia menyadari kesalahan yang dia perbuat.     

Aska kesal melihat sikap sphinx itu. "Kau berjalan sendirian di sini, ini sangat mencurigakan! Dan kau hanya bilang 'maaf'?! itu saja?!"     

"Saya dapat izin dari Tuan Helges untuk kembali dan mengambil permata saya," jawab Lucien seperti orang bodoh. "Saya menabrak Anda, dan saya sudah minta maaf."     

"Kau harus berlutut!" Aska marah. "Helges tidak ada apa-apanya dibandingkan denganku!"     

"Saya mematuhi Tuan Helges! Izinnya adalah segalanya! Dan saya sudah minta maaf!" Tubuh Lucien agak gemetar, tapi dia tidak akan berdamai begitu saja.     

Aska mengatakan beberapa kalimat lagi pada si sphinx, tapi dia melihat pengawal makam yang rendah diri itu pada dasarnya minta diajari caranya bersikap dengan baik. Darah memenuhi benak Aska seolah dia akan menghajar kalajengking kotor itu dengan tinju besarnya.     

"Aska, tunggu. Pendeta tinggi bisa melihatmu lewat lingkaran sihir," kata penjaga gerbang satunya, Inke. "Pergilah ke sana. Mereka tidak bisa melihatmu."     

Aska menyeringai dengan ekspresi murung dan menarik Lucien dari lantai. "Aku akan memberimu pelajaran hari ini."     

"M ... maaf..." Lucien tampaknya kaget.     

Aska tertawa seolah dia sudah menang. Dia menyeret Lucien bersamanya dan berbelok di pojokan.     

Ketika dia akan memukul Lucien, dia merasakan sakit yang amat sangat di perut bagian bawahnya. Sebelum dia sempat berteriak kesakitan, pukulan lain yang dikerahkannya dengan tinju berlapis cahaya redup menyusul.     

Aska kehilangan kesadaran. Dia langsung pingsan.     

Di sisi lain, Inke bisa mendengar suara pukulan yang teredam dan dia menggeleng pelan. Aska sangat pemarah, batinnya.     

Setelah beberapa saat, Inke melihat Aska berjalan dengan senyum puas. Inke bertanya penasaran, "Sudah merasa lebih baik?"     

"Haha, bahkan ibu si brengsek itu tak akan bisa mengenalinya!" ujar Aska riang.     

"Apa yang kau lakukan?"     

Itu adalah suara pendeta tinggi!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.