Singgasana Magis Arcana

Rencana Mereka Sendiri



Rencana Mereka Sendiri

0Meski Putri Sophia cukup santai, sebagai tuan putri yang dididik dengan baik, sangat tidak biasa dia tertawa seperti itu. Melihat Sophia terhibur dengan triknya, para bangsawan lain sangat cemburu. Mereka penasaran apa yang diberitahu Beaulac pada tuan putri dan kenapa kalimatnya membuat tuan putri sangat senang.     
0

Sophia butuh waktu beberapa detik untuk menenangkan diri, kemudian mata hijaunya yang cantik berkedip. "Beaulac, kau sangat menarik. Lebih menarik daripada yang kupikirkan."     

Ketika tuan putri pertama kali aktif dalam acara sosial, Beaulac sedang frustrasi dengan fakta bahwa dia tidak mendapatkan perhatian. Menghadapi tuan putri yang elegan dan mulia, sebagai pewaris yang tak punya harapan, Beaulac tak pernah berani melangkah maju, meski dia tahu kalau menikahi tuan putri jelas bisa mengukuhkan posisinya.     

Sehingga, kesan yang ditinggalkan Beaulac pada Sophia tidak baik sama sekali: murung, pendiam, dan tidak ada harapan sama sekali untuk menjadi Duke Gorse selanjutnya.     

Lucien membungkuk dalam pada sang putri. "Terima kasih banyak atas komentar Anda yang manis, Yang Mulia."     

Kali ini Lucien merasakan bahwa bibir wanita tua yang berdiri di belakang Sophia sedikit terbuka. Kemudian, tuan putri tersenyum lagi. Sophia memegang ujung gaunnya dan mencondongkan badannya ke depan. Dia berbisik di telinga Lucien di depan orang-orang, dan Lucien bisa merasakan aroma manis tuan putri dari napasnya.     

"Kau lebih baik daripada para bangsawan yang hanya tahu caranya bertarung satu sama lain dan bagaimana caranya menikmati hidup mewah mereka. Mereka sangat membosankan. Aku harap kau tidak menjadi salah satu dari mereka."     

Lucien sangat terkejut bahwa, tiba-tiba, tuan putri menjadi sedekat itu padanya. Dia cenderung jadi sangat curiga secara alami, jadi Lucien tidak percaya tuan putri jatuh cinta padanya.     

Ada hal aneh yang ada di baliknya, tapi apa?     

Apakah si wanita tua sudah memberitahu tuan putri bahwa Beaulac sudah menjadi seorang kesatria? Mungkin tuan putri ingin terlibat dalam pemilihan duke keluarga Gorse selanjutnya untuk menjaga agar keluarganya masih ada dalam kendali keluarga kerajaan?     

Meski Lucien punya banyak prasangka dalam hati, dia pura-pura malu dan juga bersemangat. Dia mengangguk keras dan membalas dengan suara pelan di samping telinga tuan putri, "Saya tetap akan menjadi diri saya sendiri, Yang Mulia, dan saya tidak akan mengecewakan Anda."     

Respon Lucien sangat masuk akal bahwa dia akan menganggap dirinya sebagai aktor yang hebat. Saat dia bicara, dia membuat napasnya terasa panas dan juga dalam. Napasnya menyentuh daun telinga tuan putri, kemudian telinga dan leher tuan putri mulai memerah.     

Sebagai aktor yang sangat berpengalaman, Lucien yakin tuan putri tidak jatuh cinta dengan Beaulac.     

Tapi apa yang dipikirkan Lucien tidak masalah. Banyak bangsawan yang kini menatap Lucien dengan sangat agresif.     

Sophia menjatuhkan gaun yang dia pegang dan mencoba memasang senyum tulus tapi santai. "Aku senang sekarang aku bisa mengenalmu dengan lebih baik, Beaulac."     

Sebelum Lucien sempat menjawab, Sophia melihat ke arah Deniz dan buru-buru berkata, "Aku punya sesuatu yang ingin kutanyakan padamu, Deniz."     

"Mari pergi ke ruang ganti, kalau begitu." Deniz memegang tangan tuan putri dan mengajaknya keluar dari aula. Dia juga penasaran apa yang dikatakan Beaulac pada Sophia.     

Sambil sedikit menyipitkan mata, ketika Lucien menatap tuan putri dari belakang, dia merasakan sensasi terbakar di wajahnya. Saat berbalik, dia menyadari bahwa wanita tua yang mengenakan gaun hitam sedang menatapnya dingin.     

Dia mengangguk pada si wanita tua, tapi hanya untuk mendapatkan tatapan yang lebih dingin. Para bangsawan menyebar menjadi kelompok-kelompok kecil setelah tuan putri pergi, dan Lucien kini sendirian.     

Beberapa mencoba bicara pada Beaulac, tapi mereka hanya menyapa santai. Lucien jelas disisihkan, apalagi saat dibandingkan dengan Arthen yang memiliki obrolan panas di kelompoknya.     

Setelah mengambil segelas Gold Rum, yang mana merupakan favorit Beaulac, Lucien mencoba membuat dirinya lebih gagah.     

"Beaulac, kau banyak berubah."     

Ketika Lucien mulai menyesap minumannya, sebuah suara wanita yang lembut menyapanya.     

Itu adalah Jocelyn.     

Lucien melihat Arthen sedang dikelilingi dengan banyak bangsawan muda. Mereka tertawa dan mengobrol ringan. Dia berbalik dan tersenyum pada Jocelyn. "Saat seseorang sedang putus asa, dia akan mencari perubahan. Hanya perubahan yang bisa membawa harapan baru. Aku tidak punya hal yang kukhawatirkan akan hilang, jadi aku tidak takut dengan perubahan."     

Lucien cukup puas dengan jawaban ambigunya.     

"Kalau ... maksudku, kalau kau tidak seperti ini tahun lalu, aku tidak akan..." Jocelyn menghela napas, tapi dia tidak menyelesaikan kalimatnya. Ketika berbalik, sosok Jocelyn tampak kesepian.     

Lucien memutar cairan emas di gelas, lalu berpikir dalam hati jika Beaulac yang asli ada di sini, dia mungkin akan menunjukkan kemurahan hati pada Jocelyn karena apa yang baru saja dia katakan, tapi Lucien tidak. Saat mereka ada di istana bawah tanah, Lucien akan tetap melakukan apa yang harus dia lakukan.     

Sembari memegang gelas, dia berjalan santai di sekitar aula. Dia melihat wanita pirang cantik yang berpakaian hitam berjalan menghampirinya. Wanita pirang cantik itu memiliki sepasang mata biru yang dalam dan tampak mirip seperti Beaulac.     

"Sepupuku sayang, aku senang melihatmu seperti ini." Wanita cantik itu mendentingkan gelasnya dengan gelas Beaulac secara lembut.     

"Kupikir kau senang karena salah satu sainganmu hilang, Claire," kata Lucien santai.     

Claire von Anjou adalah sepupu Beaulac, seorang kesatria wanita, dan juga saingan dalam pewaris titel. Dalam kebanyakan negara, karena laki-laki dan perempuan bisa menjadi kesatria, perempuan juga punya hak mendapatkan titel.     

"Tidak. Tanpamu, Beaulac, aku akan menjadi target Arthen. Aku tahu aku tak bisa menanganinya." Claire tersenyum. "Dia terlalu flamboyan dan agresif, dan jika dia menang, itu akan jadi sebuah kabar buruk untuk kita semua. Dia pasti akan menyulitkan kita. Jadi kalau dibandingkan, aku lebih ingin kau menjadi Count Mata-emas."     

"Jadi apa yang ingin kaubicarakan?" Lucien memasang senyum percaya diri seolah segalanya ada di bawah kendalinya.     

Claire menyeringai. "Kita saling bekerja sama dan memberi Arthen pelajaran di istana bawah tanah. Setelah kita menyelesaikan masalah terbesar, kita bisa berkompetisi secara adil. Bagaimana menurutmu?"     

"Dengan senang hati," jawab Lucien singkat, tanpa mengatakan apapun tentang apa yang terjadi setelah mengalahkan Arthen.     

Melihat Beaulac tidak peduli dengan kompetisi yang akan datang, dalam benaknya, Claire agak khawatir. Dia tidak tahu kenapa Beaulac tampak sangat percaya diri. Sebelum berbalik dan pergi, Claire mengulurkan tangan kirinya dan memegang Lucien, kemudian jarinya menggaruk pelan telapak tangan Lucien. Suaranya menjadi dalam dan menggoda, "Tak peduli siapa yang menang pada akhirnya, kita masih bisa menikmati malam yang indah bersama."     

"Claire..." Lucien cukup terkejut.     

Dia memasang senyum penuh arti. "Jangan pura-pura, Beaulac. Kau bahkan tidur dengan selingkuhan ayahmu, dan aku hanya sepupumu. Kalau kau bisa membangkitkan kekuatan darah Sun, kita bahkan bisa menikah."     

Kekuatan darah bersama Sun membutuhkan darah murni, sehingga, di kebanyakan kekaisaran, sangat umum jika kerabat dekat menikah, seperti keluarga Rafati dari Duchy of Violet, dan keluarga Gorse juga bukan pengecualian.     

Saat berdiri memunggungi Lucien, senyum di wajah Claire menghilang, dan digantikan dengan dengusan sarkas.     

Lucien menggeleng singkat. Meski dia tidak tahu apa yang wanita itu inginkan darinya, dia sangat tahu pada fakta bahwa apa yang dia inginkan berbeda dari mereka semua. Setelah beberapa saat, ketika Lucien berjalan di dekat balkon, seorang pria pirang mendadak mendekatinya dan mengundang Lucien untuk mengobrol di balkon.     

"Ya, Relph?" tanya Lucien agak tidak sabaran.     

Relph adalah calon pewaris lain dari keluarga. Dia cukup tampan, tapi dia belum membangkitkan kekuatan darahnya.     

Di tengah terpaan angin dingin, Relph tampak serius tapi juga bersemangat. "Beaulac, aku ingin bekerja sama denganmu untuk mengalahkan Arthen. Dia terlalu kuat. Kalau kita tidak bersatu, tidak akan ada kesempatan kita menang."     

"Bagus, dong." Sikap Lucian tetap tidak jelas.     

"Aku tahu siapa ayahmu. Dia adalah adik termuda duke. Aku tahu kau pasti mendapatkan banyak item sihir luar biasa atau ramuan sihir darinya. Kau tak bisa melihat nilaiku, 'kan?" Melihat sikap Lucien, Relph agak kesal. "Liha, aku sudah membangkitkan kekuatan darahku, Sun!"     

"Apa? Sun?" Lucien cukup terkejut.     

Relph pertama melihat ke belakang dan dia berbalik. "Ini adalah senjata terbesarku, dan aku sekarang memberitahukan padamu untuk menunjukkan ketulusanku."     

Saat berkata demikian, secercah cahaya matahari muncul di tangannya, yang menunjukkan bahwa dia bisa menggunakan sihir.     

"Aku senang memilikimu di pihakku," ujar Lucien meniru kalimat Claire. "Saingan terbesar kita adalah Arthen. Kita kalahkan dia dulu, lalu kita lihat siapa pemenangnya di antara kita."     

"Bagus. Kau melihat sangat jelas. Aku harus pergi sekarang, atau Arthen bisa melihat kita..." ujar Relph. "Omong-omong, hati-hatilah dengan Claire. Kelihatannya dia terlibat dengan keluarga kerajaan."     

"Aku paham." Beaulac mengangguk serius.     

Begitu Relph pergi, ekspresi Lucien kembali rileks. Sebagai arcanis dan penyihir tingkat senior serta anggota Dewan Ulasan, Lucien tahu bahwa kekuatan yang digunakan Relph untuk merapal sinar matahari bukan kekuatan darahnya! Jelas, Relph punya rencananya sendiri.     

Tapi Lucien tidak peduli. Dia tahu bahwa para bangsawan itu tidak bisa membuatnya kepikiran.     

...     

Di ruang belajar manor keluarga Gorse, duke yang sudah tua sedang membaca laporan dengan cermat. Bagian dari rambutnya sudah berubah abu-abu.     

"Greed ... Iblis Greed..." Ada senyum tak terbaca di wajah duke tua itu. Frederick, salah satu dari orang yang melindungi Beaulac, kini berdiri di depan duke tersebut.     

Frederick mengangguk serius. "Saya membaca lembaran perkamen itu dan mendengarnya sendiri, Yang Mulia."     

"Bagus. Kali ini kau akan pergi ke istana bawah tanah juga. Sebagai kekuatan tak kasatmata untuk perlindungan, kau harus menjaga segalanya ada dalam kendali," ujar duke serius.     

"Baik, Tuan," balas Frederick sangat serius.     

Setelah Frederick pergi, sebuah sosok yang memakai mantel hitam panjang keluar dari bayangan di pojokan. "Kenapa kau ingin mengirimnya ke sana? Dia akan membantu Beaulac. Apa kau sudah mengubah pikiran dan kini kau ingin Beaulac menang?"     

Duke itu hanya mendengus. Matanya fokus pada kata 'Greed' dalam laporan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.