Singgasana Magis Arcana

Perubahan Aneh



Perubahan Aneh

0Di bawah cahaya obor yang tak pernah mati di istana bawah tanah, armor berkilau Beaulac tampak dingin. Di mata Andris, Beulac adalah iblis paling kejam. Dia tidak tahu apa yang terjadi. Dia tidak tahu kenapa armornya mendadak jadi rapuh seperti cangkang telur.     
0

Jocelyn dan para bangsawan menolak percaya dengan apa yang mereka lihat seolah mereka sedang menonton sebuah opera dengan tema yang sangat kejam. Mereka tidak tahu bagaimana Beaulac bisa menjadi sekuat itu hanya dalam satu bulan.     

Dengan chainmail level empat bernama Rose dan sepasang belati level tiga yang diberi oleh ayahnya, serta dengan seluruh item sihir dan benda suci, Jocelyn sangat yakin pada fakta bahwa dia mungkin tidak akan bisa menghentikan pedang berat Andris. Tapi Beaulac memegang ujung pedangnya seolah itu hanya mainan anak-anak.     

Sehingga dia yakin bahwa Beaulac paling tidak punya satu item luar biasa yang bisa meningkatkan kemampuannya menjadi level lima, dan pedang yang dibawa Beaulac setidaknya adalah senjata level tiga. Selain itu, tentu saja, Beaulac telah membangkitkan kekuatan darahnya, mungkin sudah cukup lama. Jocelyn merasa dipermalukan dan marah mengetahui Beaulac berbohong padanya.     

Sementara itu, dia juga mau tidak mau merasa cemburu. Ayah Beaulac, Beckman, adalah anak yang paling disayang oleh duke sebelumnya. Sehingga, item yang dimiliki Beaulac pasti jauh lebih baik daripada miliknya.     

Jocelyn berasal dari keluarga terkenal, dan ayahnya adalah salah satu dari bangsawan paling kaya di kekaisaran. Di tangan ayahnya, ada tanah yang luas dan juga harta karun. Selama bertahun-tahun, mereka telah mengumpulkan beberapa item luar biasa tingkat menengah. Namun karena keluarganya tidak punya orang yang ahli dalam perapalan, keluarga itu tidak bisa membuat senjata atau item sendiri. Sehingga Jocelyn tidak punya banyak pilihan saat memilih senjata serta perlengkapan dari gudang harta keluarga.     

Di sisi lain, keluarga Gorse telah menciptakan banyak kekuatan darah ahli perapal, dan mereka juga diam-diam mengumpulkan beberapa buku sihir serta panduan alkimia. Hanya gudang harta keluarga kerajaan yang bisa bersaing dengan mereka perihal koleksi item luar biasa tingkat rendah dan menengah.     

Tapi, apa yang tidak diketahui Jocelyn adalah, sebenarnya item luar biasa milik ayah Beaulac sudah hilang setelah kematiannya. Kalau tidak, Beaulac tidak akan frustrasi dalam waktu lama.     

"Dia iblis..."     

"Apa dia kesatria...?"     

"Lari!"     

Jocelyn tersadar dari lamunannya karena suara berisik serta teriakan teman-temannya. Semua pembantunya sudah kabur dengan kikuk. Tak ada yang berani mendekat selangkah pun pada Lucien, apalagi menyelamatkan Adris darinya.     

Melihat mereka buru-buru kabur seperti ayam dan anjing liar, Jocelyn merasa sangat jijik.     

Karena percaya Beaulac tidak akan melukainya, Jocelyn menyilangkan belati di depan dadanya dan mulai mundur. Seperti yang dia kira, Beaulac tidak mengejarnya.     

Setelah mundur ke koridor lain, Jocelyn mulai menyalahkan diri karena dia masih memikirkan tentang harta keluarga Gorse dalam situasi ini. Jika musuhnya adalah orang lain, dia pasti ada dalam masalah besar sekarang. Jelas dia tidak punya pengalaman pertarungan yang nyata.     

Sementara itu, Jocelyn harus mengakui bahwa kekuatan Beaulac membuatnya jadi sangat menawan di matanya lagi.     

Sambil melihat mereka kabur, Lucien hanya berdiri diam di sana. Andris kini berlutut di atas lantai, tubuhnya gemetar karena ketakutan.     

"Siapa di sana!" Lucien mendadak mengangkat pedang dan melihat ke pojokan dengan waspada.     

Sosok dalam bayangan di sekitar pojokan itu mulai bertepuk tangan dan terdengar suara wanita. "Tuan putri yang butuh perlindungan kesatria."     

Itu adalah Sophia yang memegang tongkat sihir berwarna hijau giok. Dia tersenyum. "Aku sudah melihat kekuatan darahmu. Kau adalah kesatria sejati, Beaulac. Bisakah kau melindungiku, seorang tuan putri yang lemah? Caramu memegang pedang berat itu sangat luar biasa!"     

Meski dia berkata demikian, nadanya tetap tenang.     

"Aku selalu menjadi kesatria tuan putri," jawab Lucien serius.     

Setelah mengangguk puas, Sophia menatap bangsawan telanjang di lantai dengan penasaran dan malu-malu. Buru-buru Sophia menutup mata dengan tangan kiri, tapi Lucien tahu dia masih mengintip lewat celah di jarinya.     

Melihat tuan putri ada di sana, Andris merasa wajahnya terbakar. Dia ingin bunuh diri di sana!     

"Ayo pergi, Yang Mulia. Kita tidak boleh membuang waktu," ujar Lucien. Ketika tuan putri dan pangeran muncul, Lucien punya firasat aneh. Sehingga dia yakin kalau Sophia tahu beberapa rahasia tempat ini. Lebih baik tidak jauh-jauh darinya.     

Sophia melihat ke belakang dan berjalan menghampiri Lucien. "Tidak masalah. Aku akan menemukan bagaimana istana ini berubah. Dan kau, kesatriaku, lindungi aku."     

Setelah Lucien dan Sophia pergi, Andris akhirnya bisa mengangkat wajahnya lagi, dan wajahnya benar-benar merah. Dia merasa sangat dipermalukan bahwa Beaulac bahkan tidak mau bertarung dengannya.     

"Haha, Andris, apa yang kau lakukan dengan sambil telanjang?"     

Suara itu familiar.     

Andris mendadak melompat sambil tangannya menutupi tubuh bagian bawahnya. Saat berbalik, dia melihat beberapa bangsawan yang tadi kabur sudah kembali.     

"Jangan biarkan Jocelyn melihat ini, haha!" Bangsawan muda lain tertawa terbahak-bahak.     

"Kau selalu mangatakan bahwa di antara pengawal kesatria level tinggi, kau adalah yang terkuat. Tapi kenapa kau bahkan tidak bisa menangani satu tebasan Beaulac? Lihat dirimu..." Bangsawan muda yang tidak menyukai Andris memanfaatkan kesempatan untuk semakin mempermalukannya.     

"Kenapa Beaulac tidak melukaimu dan mengirimmu keluar istana? Yah, apa kau...? Hahaha!" ujar bangsawan lain dengan nada mesum.     

Kalimat itu bagaikan anak panah yang menancap di jantung Andris. Sambil mengeratkan kepalan tangannya di atas lantai, Andris bisa merasakan darah mengalir cepat ke otaknya. Malu, kebencian, dan rasa takut yang tersisa membakar isi perutnya. Dia merasa sangat pusing dan matanya berubah merah.     

"Kau tidak apa-apa, Andris?"     

Itu adalah suara Jocelyn.     

Andris mau tidak mau menangis, tapi menangis tidak terlalu membantu.     

...     

Setelah berjalan di sepanjang beberapa koridor, Lucien mendadak melihat ke belakang. Mereka sudah melewati tiga gerbang.     

"Beaulac, ada apa?" tanya Sophia yang sedang mempelajari tata letak tempatnya.     

Lucien menggeleng singkat dan mengernyit. "Bukan hal besar. Saya merasa ada seseorang yang mengawasi kita dari belakang."     

"Tapi mantra peringatanku tidak menyala," balas Sophia.     

"Mungkin saya salah," jawab Lucien. Tentu saja dia tidak akan memberitahu Sophia jika dia merasakan perubahan aneh dalam istana bawah tanah ini. Dia merasakan hal familiar, tapi mereka juga mendadak lenyap. Hanya penyihir tingkat senior yang punya pemahaman mendalam pada lingkaran sihir yang bisa menyadarinya.     

Lucien memegang pedangnya dengan erat, merasakan perubahan kekuatan di sana.     

Sophia tidak bertanya lagi. Sambil memegang tongkat sihir, dia berjalan di sebelah Lucien dan kadang-kadang memberikan arah padanya.     

Lucien kaget karena arah yang diberikan Sophia sangat tepat. Saat mereka berjalan, Sophia sedang dalam kondisi hati yang baik, dan dia terus bercanda.     

"Tunggu!" Lucien mengangkat tangan kirinya dan menghentikan Sophia.     

"Ada apa?" Sophia menggigit bibirnya dan berubah serius.     

"Saya mencium ... darah," ujar Lucien sambil mengernyit.     

Sophia jadi bersemangat. "Sudah waktunya membiarkan mereka melihat bola apiku!"     

"Awas." Lucien memegang pedang dengan dua tangan, dan dengan sangat hati-hati, dia membuka gerbang di depan mereka.     

Gerbang logam itu terbuka perlahan, dan aroma darah dari sana amat menyengat. Lucien melihat sosok hitam sedang berlutut di atas lantai, dan di sana ada seorang pria mengenakan armor hitam terbaring di depan sosok itu. Leher pria tersebut terpotong, dan darah mengalir dari sana.     

Saat mendengar langkah kaki mereka, sosok hitam itu buru-buru berbalik. Ternyata dia adalah Duda!     

Begitu melihat ke bawah, Lucien melihat potongan lebar di leher pria itu dengan lebih jelas. Potongannya sangat dalam hingga tulang belakangnya terlihat. Tentu saja, pria itu sudah mati.     

Lucien mengenali pria yang mati tersebut. Dia adalah pembantu Relph, salah satu teman bangsawan Relph.     

"Aku—aku tidak bermaksud melakukannya!" Wajah Duda sepucat orang mati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.