Singgasana Magis Arcana

Pengkhianatan



Pengkhianatan

0Di istana bawah tanah, Lucien berlari cepat di sepanjang koridor bagaikan bayangan. Sophia sendiri setelah merapal Speed pada dirinya sendiri, mengikuti Lucien di belakangnya. Tapi mereka tidak bisa bergerak dengan kecepatan penuh karena mereka harus berhenti dan mencari arah kadang-kadang.     
0

"Awas. Pintu di depan berbahaya. Ada lingkaran sihir di belakangnya," ujar Sophia setelah mempelajari pola sihir di sekitar dan membandingkannya dengan yang ada di map.     

Lucien, yang sudah tahu bahaya di belakang pintu sebelum diperingatkan Sophia, pura-pura bingung dan berujar sambil mengernyit, "Apa yang harus kita lakukan kalau begitu? Merusak lingkaran sihirnya akan menghabiskan waktu."     

Sophia terhibur dengan kalimat Lucien, dan kelihatannya rasa takutnya sudah benar-benar hilang. "Kita tidak merusaknya. Kita akan memutarinya. Ini bukan tes dari Kongres Sihir. Selain aku, orang lain tidak tahu banyak tentang sihir. Kandidat lain akan memutarinya atau menunggu lingkaran sihirnya kadaluarsa."     

"Jadi yang mana yang lebih lama? Menunggu, atau berputar?" tanya Lucien. dia merasa dirinya seperti seorang profesor, mencoba sebaik mungkin memberikan petunjuk pada muridnya.     

Sophia menjawab tanpa ragu, "Kita memutar. Ambil arah sini untuk masuk ke dalam. ruangan ini terhubung ke koridor lain."     

Sambil bicara demikian, dia menunjuk ruangan dengan pintu rosewood. Sebagai seorang perapal mantra, wajahnya tampak bangga.     

Seperti seorang guru, Lucien mengangguk dalam hati. Kemudian dia mengambil beberapa langkah maju mendahului Sophia dan mendorong pintunya hingga terbuka.     

Di istana bawah tanah, dia gagal merasakan sekitar. Lucien juga tidak bisa menyebarkan kekuatan spiritualnya karena Sophia ada tepat di sampingnya.     

Pintu rosewood itu bahkan lebih berat daripada perkiraan Lucien, seolah terbuat dari logam paling mulia, bukan kayu. Ketika pintunya terbuka perlahan, bau yang keluar dari sana sangat menyengat.     

"Hati-hati!" Sophia memperingatkannya.     

Disaat bersamaan, Beaulac mendadak menghindar ke sebelah seolah dia sudah bersiap sebelumnya.     

Sophia dengan cepat mengangkat tongkat berwarna hijau giok miliknya, dan sebuah angin kencang muncul di sana.     

"Gas beracun?" tanya Lucien, meski dia sudah tahu jawabannya.     

Sophia mengangguk serius. "Mungkin seseorang baru saja lewat sini dan mengaktifkan lingkaran sihirnya. Hati-hati."     

Lucien mengangguk dan memegang pedang birunya erat-erat. Dia berjalan ke dalam ruangan menggunakan kecepatan kesatria yang siap bertarung.     

Dalam ruangan, lemari, sofa, dan mejanya semua rusak parah, dan serpihannya tercerai-berai di atas lantai. Jelas sekali, sebuah pertarungan sengit baru saja terjadi di sana.     

Di atas lantai di sisi lain ruangan, ada dua bangsawan muda. Wajah mereka hitam dan tangannya menyusut serta mengeras seperti kaki ayam. Di sudut bibir mereka ada bekas muntah.     

"Mereka diracun ... sampai mati?" Lucien sadar kalau mereka adalah dua bangsawan yang membantu Arthen, dan salah satunya bahkan sudah membangkitkan kekuatan darahnya.     

Tangisan singkat terdengar dari belakang ketika Sophia melihat dua mayat itu. Wajahnya berubah murung lagi. "Mereka adalah sepupu Deniz, tapi mereka meninggal di sini. Tak peduli bagaimana kompetisi ini berakhir, keluargamu akan menghadapi masalah besar. keluarga bangsawan akan bekerja sama. Keluarga Gorse akan membayar harga mahal untuk menghadapi amarah mereka."     

"Dasar komplotan sialan! Pengkhianat sialan dari keluarga!" kutuk Lucien, seperti yang akan dilakukan oleh Beaulac. Kemudian, dia perlahan menghampiri dua mayat itu dan dengan hati-hati memeriksa lukanya.     

Apa yang mengejutkan Lucien, dia melihat lubang besar di dada salah satu dari mereka. Manusia tidak mungkin bisa melancarkan serangan mengerikan seperti ini!     

Begitu Lucien berpikir demikian, dia langsung berguling ke samping. Kemudian, pintu rosewood itu hancur berkeping-keping, dan sebuah angin kencang berembus masuk.     

"Golem besi!" teriak Sophia untuk memperingatkan Lucien.     

Lucien menekan sikunya ke atas lantai dan berbalik. Dia melihat sebuah golem besi berukuran sekitar empat meter. Dua cahaya merah, yang merupakan mata golem itu, bersinar dingin. Golem tersebut mengangkat palu besarnya tinggi-tinggi, yang langsung mengayun turun ke arah Lucien.     

Lucien sadar dia tidak bisa menggunakan sihir sekarang, jadi dia menghindar cepat, lalu mengebas sisi palu besar itu dengan pedang Frost.     

Dang!     

Dalam suara nyaring benturan besi, palu yang berat itu tertebas ke samping. Dikarenakan kekuatan besar, tangan Lucien merasa sangat kebas, dan saat ini tangannya agak gemetaran.     

Kekuatan golem besi telah melampaui kekuatan seorang kesatria agung. Meski Lucien mengenakan Ogre Glove, tetap saja sulit menerima rasa sakit itu.     

Tapi monster besi itu tidak terlalu terpengaruh. Setelah mengayun palunya dalam setengah lingkaran di udara, senjatanya terayun ke arah Lucien lagi!     

Kedua tangan Lucien bersinar dengan sebuah lapisan cahaya silver. Dia menarik pedangnya dan menghalau serangan kuat tersebut.     

Mendadak, angin berembus kencang. Anginnya berubah menjadi pisau tak terhingga yang menarget golem. Tapi begitu banyak pedang tersebut hanya berhasil meninggalkan beberapa goresan di tubuh besinya.     

Karena kurang pengalaman dalam medan pertarungan nyata sejak awal, Sophia memilih sihir yang salah!     

Dang! Dang! Dang! Tanpa terkena efek, golem itu terus mengayun palu beratnya. Menghadapi kekuatan besar itu, Lucien sibuk bertahan, yang mana hanya satu-satunya hal yang bisa dia lakukan saat itu.     

Lucien masih ingat apa yang diajarkan Natasha dan John untuk bertarung seperti kesatria. Tapi ruangannya tidak cukup lebar untuk bergerak bebas. Selangkah demi selangkah, Lucien hanya bisa menghindar untuk mengurangi tekanan besar pada pedangnya.     

Kekuatan golem itu berada sekitar setara dengan kesatria agung level lima. Lucien mulai merasa lelah. Tapi dia tidak panik. Meski tangannya gemetaran, dia tetap memegang erat pedangnya.     

Sebuah cahaya biru mulai bersinar, dan golem serta palunya perlahan diselimuti dengan lapisan es. Meski golemnya tidak terluka, ia mulai melambat.     

Dengan memanfaatkan kesempatan, Lucien mengambil satu langkah maju dan menghindari serangan palu besar itu. Dengan seluruh kekuatannya, Lucien berhasil menebas lutut golem tersebut.     

Dang!     

Itu adalah pertama kalinya Lucien menyerang si golem. Sebuah lapisan es naik sampai ke lutut golem. Meski lapisan tipis itu pecah berkeping-keping segera begitu golemnya bergerak, esnya memperlambat monster tersebut selama satu detik. Dengan sangat cekatan, Lucien menyerang sendi lutut golem yang satunya.     

Sebuah angin kencang berembus, yang mana berubah menjadi tali-tali. Leher, lutut, siku, dan pergelangan tangan golem itu semua tertahan, dan kini ia bergerak semakin lambat.     

Pertarungan Lucien membuat Sophia terinspirasi. Kini dia tahu apa yang harus dilakukan untuk membantunya!     

Sekarang waktunya Lucien melancarkan serangan penuh. Bagaikan tetes hujan dalam badai yang ganas, pedang Lucien ditusukkan ke tubuh golem besi itu tanpa henti.     

Dang! Dang! Dang!     

Senyum di wajah Lucien tampak percaya diri. Dia merasa darahnya membara karena pertarungan itu!     

Mata merah golem bersinar. Rahang besinya terbuka, dan dari sana, gas berwarna kuning kehijauan keluar.     

Saat Lucien akan menghindar, gas itu terdorong mundur oleh angin kencang.     

Dissipate Smoke. Sophia memilih sihir yang tepat lagi!     

Dengan kakinya yang menekan lantai, Lucien bergegas maju lagi. Pergerakannya yang lincah membuat palu berat itu meleset dari targetnya lagi. Dengan tebasan lain yang berhasil, golem besi tersebut bergerak sangat pelan seolah ia sudah sangat berkarat.     

Tapi pedang level empat Lucien hanya bisa meninggalkan potongan dangkal pada golem tersebut. Dengan begitu banyak luka potongan, sendi lututnya masih bisa bergerak. Selama beberapa kali, Lucien nyaris terkena palu besar yang berbahaya itu.     

Tetap saja, kali ini, Lucien merasakan kekuatan tarikan yang kuat dari arah berlawanan, menarik pedang di tangannya. Sementara itu, golemnya bahkan tidak bisa maju seinchi pun!     

Setelah sekitar 10 detik, suara logam retak yang pelan terdengar dari dalam golem. Dua titik merahnya meredup. Kemudian, monster besi tersebut jatuh bagaikan tebing kecil yang longsor.     

Kelihatannya Sophia sudah sadar bahwa mantra yang menciptakan medan magnet kuat sangat ampuh untuk melawan monster besi. Jadi dia merapal sihir, mantra level lima, Magnetic Field Shock.     

Lucien lega kini dia tidak ada di tempat gurunya, Lord of Storm, karena golem besi yang sangat mutakhir yang diproduksi oleh Kongres Sihir masih bisa bertarung dalam medan magnet kuat selama beberapa menit. Selama beberapa menit itu, sebuah golem besi bisa membunuh kebanyakan penyihir tingkat menengah dan kesatria agung.     

Sambil terengah-engah, Lucien merasa sangat lelah, tapi juga merasa sangat lega setelah melakukan kegiatan berat. Sejak dia menjadi penyihir, dia jarang bertarung secara fisik lagi. Selama beberapa kali, dia nyaris menggunakan sihir.     

Dari pertarungan itu, Lucien sadar pentingnya latihan.     

Seperti biasa, otaknya dipenuhi dengan banyak ide aneh.     

Melihat Beaulac terengah-engah, Sophia menghampirinya dengan wajah tersipu. "Maaf ... aku terlalu gugup. Semua pengetahuan yang kupelajari ... tidak muncul sampai akhir. Apa kau baik-baik saja?"     

"Saya tidak apa. Ini adalah pertama kalinya Anda menghadapi monster sungguhan, dan Anda melakukannya dengan sangat baik, Yang Mulia," ujar Lucien, yang merasa kekuatannya pulih dengan sangat cepat ketika darahnya bergerak cepat. Disaat bersamaan, dia penasaran apakah kekuatan angin setara dengan medan elektromagnetik di dunia ini. Itu karena dia diberitahu bahwa Putri Sophia punya kekuatan darah bernama Angel of Wind, tapi bakatnya tetap membuatnya bisa merapal mantra yang menciptakan medan magnet kuat.     

Berdasar yang Lucien tahu, Kongres Sihir telah mendeskripsikan ulang keempat elemen. Banyak arcanis setuju pada pernyataan bahwa elemen angin mewakilkan medan elektromagnetik, dan elemen tanah diciptakan oleh gravitasi. Tapi tidak ada persetujuan dalam bagaimana elemen api dan air berkaitan dengan gaya fundamental lain.     

"Itu adalah pertarungan berat. Senang ada kau sebagai kesatriaku," balas Sophia lembut.     

"Sebuah kehormatan bagi saya." Lucien pura-pura merasa sangat senang.     

Sophia mengangguk. "Kita istirahat dulu baru jalan."     

Saat dia merapal mantra untuk memeriksa koridor di depan, Lucien melihat ke bawah dan menggeleng singkat. Dia yakin Sophia sedang mengujinya dalam pertarungan itu.     

Kecuali dia sangat ketakutan, atau tidak ada yang mengajari Sophia caranya untuk tetap fokus, tidak mungkin waktu interval antara dua mantranya selama itu! Dalam satu menit, Sophia hanya menggunakan empat mantra. Bahkan jika mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan untuk berpikir, itu tetap terlalu lambat.     

Setelah beberapa saat, Lucien dan Sophia berjalan lagi.     

Untuk menghindari ruangan yang dipenuhi dengan lingkaran sihir berbahaya, mereka tiba di aula lain yang berhubungan langsung dari tempat asal mereka masuk.     

Di aula itu, ada lebih dari 10 bangsawan yang sudah berkumpul!     

Relph dan Claire berdiri di dua pojokan yang terpisah, dan masing-masing dari mereka punya dua sampai tiga bangsawan muda di sisi mereka. Di pojokan seberang mereka, Arthen dan para pembantunya siap bertarung.     

Di tengah aula, beberapa mayat tergeletak, dengan darah dan daging di mana-mana.     

Wajah mereka ketakutan. Mereka ketakutan dengan kematian yang ada tepat di hadapan mereka.     

Dari jumlah mereka, Lucien mengira bahwa mungkin kebanyakan dari bangsawan tidak menemukan jalur yang benar, atau mereka sangat ketakutan dan mencoba mencari tempat aman untuk sembunyi seperti Duda. Untuk para bangsawan yang ada di sana, mereka telah membuktikan kemampuan mereka. Jika mereka masih hidup saat berhasil keluar dari sini, mereka mungkin akan menjadi pemimpin dari generasi sekarang.     

"Kau! Kau mengubah lingkaran sihirnya! Beaulac!" Melihat Lucien dan Sophia, Arthen berteriak kencang sambil membawa pedang di tangan kanan dan tameng di tangan kiri. Suaranya dipenuhi dengan kebencian yang kuat. "Kau ingin kami semua mati di sini!"     

"Di antara kita, hanya tuan putri yang bisa merapal mantra, dan dia bisa mengubah lingkaran sihir. Dia juga pendukungmu!" teriak bangsawan muda lain.     

"Claire, Relph! Kita harus membunuh Beaulac dulu!" Bangsawan lain juga berteriak.     

Semua bangsawan muda itu sangat murka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.