Singgasana Magis Arcana

Banyaknya Perubahan Tak Terduga



Banyaknya Perubahan Tak Terduga

0Lucien tidak terlalu terpengaruh dengan tuduhan itu, karena hal tersebut ada dalam perkiraannya. Selain itu, dia tahu dia lebih kuat daripada mereka semua.     
0

Dengan kepercayaan diri tinggi, Lucien tetap tenang.     

Namun Sophia sangat marah sampai wajahnya berubah pucat. "Omong kosong! Saat lingkaran sihirnya mulai berubah pertama kali, Beaulac dan aku sedang mencari jalan yang benar! Kami tidak punya waktu untuk itu!"     

"Tidak ada saksi. Hanya Yang Mulia dengan Beaulac!" Arthen mendengus dingin. Bangsawan lain termasuk Relph dan Claire juga menatap mereka dengan pandangan tidak percaya.     

Melihat situasinya, Sophia semakin marah dan tubuhnya gemetaran. "Ini adalah istana bawah tanah penyihir legendaris! Tidak mungkin aku bisa mengubah lingkaran sihir di sini!"     

"Benarkah? Saya ingat Kaisar pernah melakukan ujian ini juga, jadi beliau tahu tata letak tempat ini. Sekarang Kaisar sudah mencapai tingkat legendaris, dan beliau cukup mampu untuk ikut campur dengan lingkaran sihir di sini. Mungkin ... mungkin entah bagaimana Anda dapat caranya secara tidak sengaja, Yang Mulia, dan Anda yakin bisa mengendalikan ujian ini dan menjebak Tuan Metatron. Anda memilih Beaulac—manusia sampah tak berguna—untuk menjadi alat Anda, jadi Anda bisa mengendalikan keluarga Gorse! Kalau tidak, kenapa tuan putri manja mau turun kemari?!" Kalimat Arthen bergema di aula.     

Mendengar kalimat Arthen, kini para bangsawan menatap Sophia seolah dia adalah succubus yang cantik tapi berbahaya. Cara mereka melihat Sophia penuh dengan kewaspadaan dan kebencian. Mereka bahkan bisa maju bersama-sama dan membunuh tuan putri kapanpun!     

Sejujurnya, setelah mendengar kalimat Arthen, Lucien juga jadi curiga dengan tujuan Sophia turun kemari. Meski Arthen tidak punya bukti, penjelasannya masuk akal. Lucien juga punya banyak pertanyaan dalam kepalanya.     

Namun, sejak kapan Arthen jadi pandai bicara seperti itu? Berdasarkan informasi yang didapatkan Lucien dari Beaulac, Arthen tak bisa bicara di depan banyak orang. Apakah Arthen memainkan peran sebagai kesatria gempal tapi berpikiran dangkal selama ini?     

Selain itu, Sophia tidak pernah pergi dari sisi Lucien sejak mereka bertemu di istana bawah tanah, sehingga dia tidak terlalu punya banyak kesempatan untuk mengganggu lingkaran sihir. Jika dia memasang semua jebakan duluan, bagaimana Sophia tahu di mana bisa menemukan Beaulac tepat waktu? Selain itu, Sophia tidak perlu menyembunyikan tujuannya dari Beaulac, karena ada banyak alasan yang bisa dia temukan. Jika Beaulac tahu kalau tuan putri bersedia melakukan usaha yang begitu besar untuk membantunya, dia pasti akan bersumpah akan setia padanya dan melindunginya dengan taruhan nyawa. Tapi sekarang, begitu Beaulac mendengar tuduhan dari orang lain, sangat mungkin dia merasa curiga.     

Sophia menghentakkan kakinya karena frustrasi, dan dia berbalik pada Lucien sambil menangis. "Kau percaya padaku?"     

"Saya percaya pada Anda sepenuh hati." Lucien menatap Sophia untuk menghiburnya, tapi sementara itu, dia menghitung seberapa jauh jarak kamar rahasia dari aula tersebut.     

Ada senyum menawan di wajah Sophia bagaikan tulip yang mekar. "Selama kau percaya padaku, aku sama sekali tidak takut pada tuduhan mereka."     

Melihat betapa dekat tuan putri dan Beaulac, banyak dari para bangsawan muda yang diam-diam naksir dengan tuan putri jadi kesal. Dalam amarah mereka, mereka ingin mengikat Sophia dan Beaulac di tiang pembakaran sekarang juga.     

Arthen tahu para bangsawan muda sudah kesal sampai ke ubun-ubun, sehingga dia mengangkat pedang di tangan kanannya dan berteriak keras, "Relph, Claire, kalian ingin mati di sini? Kalau tidak, kita harus bersama-sama dan membunuh mereka dulu!"     

Ekspresi Relph berkecamuk. Tapi akhirnya dia menjawab keras, "Arthen, aku mengikutimu!"     

Dia percaya dengan kalimat Arthen.     

"Bagus. Bagaimana denganmu, Claire?" tanya Arthen. Disaat bersamaan, dia mengangkat tameng hitam yang diselimuti dengan lapisan simbol sihir, untuk jaga-jaga jika Sophia merapal mantra kapan saja.     

Mungkin Sophia terlalu syok pada situasi itu, tapi tidak ada tanda-tanda dia akan melancarkan serangan duluan sebelum para bangsawan berkumpul. Sementara Lucien telah memutuskan untuk menunggu dan melihat bagaimana keadaan akan berubah. Selama itu, dia masih berusaha mencari di mana letak ruang rahasianya.     

Claire juga mengenakan chain mail ketat seperti Jocelyn, yang mana menunjukkan lekuk tubuhnya dengan sempurna. Tapi chain mail Claire berwarna hitam.     

"Aku?" Claire agak menyipitkan mata, kemudian dia tersenyum. "Aku akan bertarung bersama Yang Mulia dan Beaulac."     

"Apa?!"     

Bangsawan lain tidak percaya dengan apa yang mereka dengar.     

Arthen berujar tenang, "Apa kau salah satu dari mereka, Claire?"     

"Hentikan omong kosongmu, Arthen." Claire mengangkat alisnya yang pirang. "Aku melakukannya karena aku berpikir kaulah yang melakukan semua ini! Menghadapi situasi ini, kita harus berhenti bertengkar dan menunggu Paman Ulrich untuk mengirimkan bantuan. Hanya pembunuh yang mau memancing konflik besar jadi dia bisa membunuh semua orang yang dia inginkan sebelum orang lain datang! Arthen, mengakulah! Apa yang kau inginkan?!"     

Sambil menanyai Arthen, Claire dan para bangsawan yang mendukungnya bergerak menuju Sophia.     

Sophia sangat terkejut. "Terima kasih, Claire! Kau layak mendapatkan nama 'Sang Wisdom Gorse'!" Kali ini, dia menyadari Beaulac melihat ke arah lain. "Kau lihat apa Beaulac?"     

Lucien ingat pengaturan tempat ini. dia berbalik dan sudut bibirnya berkedut. "Saya ... Uh ... mencari anak laki-laki bernama Conan, Edogawa Conan."     

Pembunuhan, kamar rahasia, mayat ... Itu semua adalah elemen kunci dalam animasi Jepang berjudul Detektif Conan.     

"Hah? Conan? Tak pernah dengar nama aneh itu sebelumnya. Anak laki-laki? Bagaimana dia bisa turun kemari? Bagaimana kau tahu dia?" Sophia sangat kaget.     

"Maaf, saya hanya bercanda. Dia ... uh ... hanya anak kecil yang saya kenal. Setiap kali saya bertemu dengannya, pasti terjadi hal buruk. Saya hanya ... bercanda, sungguh." Lucien agak malu. Dia tidak tahu di mana dan kenapa selera humornya keluar di situasi seperti ini.     

Secara mengejutkan, Sophia memahami balasan aneh Lucien dan mengangguk padanya. Kemudian dia berbalik pada Claire dan berujar tulus, "Aku harus bilang kalau aku tidak terlalu suka padamu sebelum ini, Claire, tapi sekarang aku harus minta maaf karena aku tidak melihat kebijaksanaan dan kecantikanmu tadi. Maafkan aku, Claire."     

"Jangan khawatir, Yang Mulia." Claire tersenyum. "Di bawah kilauan Anda, saya tidak semencolok itu."     

Saat Claire berbalik untuk berhadapan dengan Arthen, dia berkedip pada Lucien untuk mengingatkannya bahwa perjanjian mereka masih berlaku.     

Wajah Arthen murung. "Claire, kalau kita tidak bersatu, Beaulac dan tuan putri tidak akan memberi kita kesempatan. Berkompromi dan bersikap tegas akan menyelamatkan kita!"     

"Itu benar!" teriak Relph dan bangsawan lain.     

Lucien juga mengamati reaksi para bangsawan, dan dengan pengetahuan psikologi yang dia pelajari, dia melihat bahwa konsensus mereka yang terjadi secara langsung agak mencurigakan.     

"Lawan! Hanya melawan yang bisa memberikan keamanan untuk kita! Hanya melawan yang bisa mengeluarkan kita hidup-hidup!" Arthen menepuk tamengnya dengan pedang dan berteriak. Seolah semangat dan postur Arthen telah memberikan efek pada bangsawan yang mengikutinya, moral mereka sangat tinggi.     

Tubuh Arthen ditutupi dengan lapisan cahaya menyilaukan, dan dia memimpin untuk menerjang ke arah Lucien, Sophia, dan Claire. Seluruh aula agak berguncang karena langkah berat mereka.     

Sebagai kesatria, Lucien memegang erat pedang Frost dengan kedua tangan dan berlari menuju Arthen. Claire mengikutinya dari dekat.     

Dalam tim Arthen, sebuah tornado hitam muncul. beberapa bangsawan terseret tinggi oleh angin tersebut, kemudian dihempaskan keras ke tanah. Mereka langsung pingsan.     

Tidak ada yang bisa melawan kekuatan kekuatan darah perapal level lima tanpa kekuatan seorang kesatria agung atau item sihir serta benda suci dengan level yang sama. Tapi Sophia jelas menahan diri karena dia tidak berencana membunuh mereka. Kalau tidak, itu akan membawa masalah besar padanya saat keluar.     

Tapi dalam tornado, Arthen tetap bergeming seperti batu besar. Dalam beberapa detik, dia sudah tiba di depan Lucien dan melancarkan serangan!     

Lucien juga mengayunkan pedangnya dari bawah ke atas, dan Frost langsung mengenai pedang sihir level lima milik Arthen.     

Klang!     

Hal yang mengejutkan Lucien, dia tidak merasakan kekuatan dalam pedang Arthen.     

Dengan satu tebasan, Arthen terhempas ke belakang seolah ada angin kencang. Dan begitu dia menghantam tanah, dia terus bergerak mundur.     

Kali ini, Lucien mendengar teriakan dari belakang. Detik selanjutnya, tubuh kenyal seorang wanita berlari tepat ke arahnya. Kemudian, dengan beberapa gelombang sihir kuat, empat dinding transparan telah mengepung mereka!     

"Claire ... apa yang kaulakukan?!" Sophia bertanya pada Claire dengan marah yang kini berdiri di luar dinding. Sophia lah yang berlari ke arah Lucien, dan tameng anginnya sudah memiliki banyak retakan.     

Claire tersenyum dingin. "Yang Mulia, saya selalu ada di pihak Arthen."     

"Claire, kau...!" Sophia sangat marah sampai dia tak bisa berkata-kata.     

Lucien sadar bahwa Relph juga ada di jebakan dinding saat Relph bertanya pada Claire sambil marah, "Kau berpihak pada keluarga kerajaan, 'kan?! Kenapa kau membantu Arthen?!"     

Lucien agak menyipit, dan dia menatap dinding transparan di depan mereka. Baginya, cara kekuatan itu mengalir di dalam dinding dan bagaimana simbol sihirnya berubah itu aneh.     

Kali ini, selain Arthen, Claire, dan beberapa bangsawan yang pingsan di tanah, lainnya terjebak.     

Mereka akhirnya sadar. Seorang bangsawan muda berteriak, "Kaulah yang mengubah lingkaran sihir. Ternyata kau!"     

"Hahahaha!" Arthen tertawa keras. "Aku tidak perlu khawatir kalau kalian semua mati! Tidak mungkin Claire mau melawanku karena titel duke! Tak lama lagi dia akan menikah dengan pangeran!"     

"Jadi kau, Kak?" Sophia akhirnya menyadari semuanya, dan dia melihat ke arah lain sambil tersenyum.     

"Sophia, kau bukan targetku. Aku hanya penasaran bagaimana ayah kita berhasil naik level dan mencapai tingkat legendaris. Tapi tidak buruk juga kalau aku bisa mengambil keuntungan di sini dan membunuhmu, Adikku. Aku tahu apa yang kaulakukan, Sophia." Dari pintu masuk lain menuju aula, Pangeran Beyer berjalan santai.     

Claire buru-buru berjalan menghampiri pangeran dengan tatapan kagum pada wajahnya yang berseri. Tentu saja, dia telah jatuh cinta.     

Arthen berujar hormat pada pangeran, "Yang Mulia, Tuan Metatron hanya berjanji memberi kita lima menit. Kita harus melakukan ini sekarang."     

"Nyalakan lingkaran anti sihir dan keluarkan gas beracun juga golemnya. Hanya Sophia yang perlu kau waspadai. Kemudian, cari Deniz dan bunuh dia," ujar Beyer seolah dia hanya mengurusi hal tidak penting.     

Arthen mengeluarkan stamper seukuran kepalan tangan dan berjalan menghampiri Beyer. Dia siap mengakhiri hidup para bangsawan.     

Mendadak, cahaya menyilaukan muncul.     

Ekspresi Arthen membeku. Dalam detik selanjutnya, dia berguling-guling di atas lantai. Genangan darah muncul dari balik tubuh Arthen.     

Semua orang yang ada dalam jebakan dinding transparan melihat pangeran menaring pedangnya dari dada Arthen dengan dingin.     

"Kenapa ... kenapa?" Arthen tidak langsung mati karena kekuatannya sebagai kesatria agung. Tapi jika dia tidak menerima pertolongan secepat mungkin, kematiannya hanya masalah waktu.     

Beyer memasang senyum kemenangan. "Akan lebih baik jika kekasihku juga seorang Duchess dari keluarga Gorse."     

Ada senyum lebar di wajah Claire. Dia menatap Beyer seolah dia adalah idolanya.     

Beyer melangkah maju. Dia bermaksud memenggal Arthen untuk membunuhnya.     

Mendadak, sebuah bola petir jatuh dari langit-langit, dan ia mengenai pedang sebelum sempat menebas leher Arthen!     

"Deniz!" Claire terkejut. dia tidak tahu berapa lama Deniz bersembunyi, dan kenapa dia tidak bertindak lebih awal.     

Ekspresi di wajah Beyer mendadak berubah ketika tali angin hijau mengikat pergelangan tangan dan engkelnya.     

Sambil tersenyum dan memegang tongkatnya, Sophia berjalan keluar dari dinding transparan tanpa perlu berusaha.     

Sementara itu, cahaya dari mantra Curing Wind mendarat pelan di dada Arthen.     

Beberapa orang-orang Relph kini menjaga Lucien dalam kendali; beberapa mengepung Claire, dan lainnya membantu Deniz.     

"Kau...?!" Dengan segala ikatan itu, sebagai pria yang hampir menjadi kesatria cahaya, Beyer masih berhasil menghalau serangan Deniz.     

Arthen terbatuk. "Yang Mulia, kami semua adalah kesatria tuan putri."     

Sayap putih terentang di belakang Sophia, diselimuti dengan banyak titik cahaya hijau seolah para elf angin sedang terbang di sekitarnya.     

...     

Duda yang bersembunyi di pojokan, terengah-engah sambil menunduk. Mendadak, dia melihat sepasang boots baru berjalan ke arahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.