Singgasana Magis Arcana

Perubahan Mengejutkan



Perubahan Mengejutkan

0Medan gaya tak kasatmata dilenyapkan oleh sinar pengurai. Apalagi, sinar anti sihir menarget bola kristal di tangan kanan Lucien, mencoba mengenainya dan membuat medan anti sihir di dalam bola kristal demi memutus hubungannya dengan menara sihir.     
0

Karena Lucien sudah terkena oleh sinar anti sihir, dia tidak bisa merapal mantra sendiri saat ini. Dia agak berbalik dan menghalau sinar anti sihir dengan tangan kanannya sendiri. Disaat bersamaan, dia terus merapal mantra menakutkan dengan menara sihir. Karena dia menggunakan kekuatan besar milik menara sihir, jika mengganggu proses perapalannya akan membawa luka besar pada jiwa Lucien sebagai efeknya!     

Beberapa kilat petir yang kuat muncul di langit-langit, lantas mengubah seluruh wilayah menjadi lautan petir serta kilat. Kecuali meja dan lantai yang diukir dengan simbol sihir yang berfungsi memperkuat, benda lain di ruang belajar langsung hancur.     

Mantra tingkat lingkaran ketujuh, Lightning Storm!     

Sebuah bayangan yang dilengkapi dengan pola rumit langsung mengelilingi si penyihir tua, melindunginya dari petir-petir.     

Mantra tingkat lingkaran ketujuh, Energy Immunity—Lightning!     

Kemudian, bola mata coklat kekuningan milik si penyihir tua melesatkan sinar warna-warni lagi. Beberapa bisa mempesona seseorang; beberapa bisa membuat mereka tidur; lainnya bisa memperlambat gerakan seseorang atau mengubahnya menjadi batu. Bola mata di dengan mengeluarkan aroma kematian yang kuat.     

Mantra tingkat lingkaran ketujuh, Finger of Death!     

Setelah satu putaran serangan sengit, mata kiri si penyihir tua tersebut kini tampak redup. Bola matanya harus menunggu beberapa saat sebelum bisa melancarkan serangan lagi.     

Dalam kebanyakan kasus, tidak ada beholder yang bertarung dengan cara seperti ini. Tangkai mata yang berbeda akan saling bekerja sama dan bertarung menggunakan strategi untuk memastikan bahwa mereka tidak akan kehabisan mantra. Namun saat ini kelihatannya si penyihir tua sudah kehilangan akal, atau malah ada alasan lainnya.     

Lucien meletakkan tangannya di atas bola kristal dan memanggil Forcecage lagi untuk melindungi dirinya sendiri.     

Sinar warna-warni mengenai sangkar medan gaya, tapi tak bisa menembusnya, hingga sinar pengurai hijau menghancurkan sangkarnya dengan cepat.     

Jika si penyihir tetap bersikap waras, dia bisa melancarkan sinar pengurai lagi. Dengan demikian, Lucien pasti terkena masalah besar!     

Setelah serangan itu, Lucien melihat si penyihir tua cepat-cepat melirik ke arah beberapa patung cantik di pojok sebelah kanan.     

Lucien sangat terkejut. dia tidak menyadari fakta bahwa patungnya tidak terpengaruh oleh kilatan petir. Kenapa si penyihir tua memilih melindunginya baik-baik?! Apakah patung-patung itu lebih penting daripada buku sihirnya?!     

Namun saat ini dia tidak ingin menyia-nyiakan waktu dengan memikirkannya. Lucien buru-buru merapal mantra lain, dan tangan besar dengan kuku tajam muncul dari lantai. tangan tersebut mencoba meraih patung di pojokan.     

Mantra tingkat lingkaran ketujuh, Sajeman's Ice Hand Prison!     

Kekuatan menara sihir juga punya batas. Termasuk mantra yang sudah digunakan Lucien, ada 9 macam mantra lainnya. Lucien ingin menyelesaikan pertarungan secepat mungkin, karena begitu dia menggunakan semua mantra menara sihir, si penyihir tua bisa dengan mudah membunuhnya.     

Makanya, begitu dia menyadari ada yang aneh dengan patung-patung di sana, Lucien langsung mengubah targetnya.     

Si penyihir tua berteriak marah, dan miasma hitam menyebar. Adam, yang baru saja pulih dari mantra si penyihir dan berdiri di pojokan, mendadak merasa amat lelah.     

Mantra tingkat lingkaran ketujuh, Dying Waves. Itu adalah mantra yang dirapal dalam mantel sihir si penyihir tua, karena dia masih menunggu waktu buffering untuk merapal mantra lain.     

Lucien tidak panik. Dia dengan tenang menyelesaikan rapalan mantranya. Kemudian, sebuah sinar hitam melesat dari dinding, lantas sinar itu membentuk medan anti sihir kecil di sekitar Lucien.     

Ketika gelombangnya terputus sebelum mengenai Lucien, patung-patung di pojokan mengeluarkan cahaya menyilaukan dan melawan kekuatan tangan dari lantai.     

Seperti perkiraan Lucien, mereka bukan patung biasa.     

Begitu Lucien memasuki ruang belajar, dia merasa sangat aneh, kenapa penyihir tua itu memajang patung orang-orang cantik untuk membuat dirinya kesal? Selain itu, jika tubuh dan jiwa si penyihir telah kena kutukan parah, kenapa dia masih hidup?     

Lucien yakin si penyihir tua akan memasukkan semua hal berharga miliknya dalam inti menara!     

Banyak pemikiran melintas di kepalanya. Bola kristal melayang ke udara, lantas sebuah sinar cahaya merah melesat ke arah patung!     

Mantra tingkat lingkaran ketujuh, Ruby Reversion Ray, bisa menghilangkan efek pertahanan terkuat dari target!     

Setelah beberapa kali serangan, beberapa lingkaran sihir pertahanan pada patung sudah akan rusak. Begitu sinar rubi mengenai mereka, salah satu patung kehilangan seluruh perlindungannya, lantas warna asli patungnya tampak.     

Si penyihir tua menggila. Dia langsung berhenti menyerang Lucien dan mengubah medan gayanya menjadi telapak tangan besar. Tangan itu menggenggam patung dan membawanya mendekat pada si penyihir tua.     

Tentu saja, patung-patung itu adalah kelemahan si penyihir tua. Lucien memanfaatkan kesempatan dan memanggil petir kuat lagi.     

Kali ini, sebuah patung cantik tersambar dan hancur berkeping-keping. Sebuah jiwa menghilang bersama dengan petir.     

Si penyihir tua mendadak makin menua. Punggungnya semakin bungkuk, dan mata kirinya langsung tenggelam.     

Si penyihir meletakkan bagian dari nyawanya dalam patung!     

Lucien terus merapal. Semakin banyak bola petir muncul, dan patung-patung itu pecah berkeping-keping satu per satu.     

Tubuh si penyihir tua mulai membusuk. Dia tak bisa menggunakan sihir lagi.     

Lucien melihat kemenangan, tapi disaat bersamaan, dia merasa ragu. Bagaimana bisa dia membunuh penyihir tingkat senior seperti ini?     

Si penyihir tua membuat kesalahan memilih mantra apa yang digunakan sejak awal. Untungnya, tebakan Lucien tentang patung-patung itu benar...     

Kali ini dia mendengar suara Adam dalam kepalanya, "Syukurlah, Bung! Kau membunuh si penyihir! Kita bebas sekarang!"     

"Aku tidak yakin, Adam..." gumam Lucien.     

Kemudian dia melihat senyum mengerikan di wajah penyihir tua.     

"...?!"     

Saat Lucien akan beraksi, menara sihir itu mulai bergetar hebat. Bongkahan batu mulai jatuh...     

Pandangan Lucien mulai buram. Dia pingsan dalam kegelapan.     

...     

Lucien melihat cahaya lagi. Namun ketika dia langsung mencoba berdiri, dia menyadari kedua tangan dan kakinya diikat pada sesuatu.     

"Bagus, bagus sekali. Fondasimu mempelajari sihir sangat kokoh." Si penyihir tua terkekeh. "Perkembangan sihir dalam beberapa ratus tahun terakhir sangat mengesankan..."     

Lucien terkejut. Dia melihat si penyihir tua menggunakan mantel sihir merah seperti biasa, sedang mondar-mandir di lab. Lucien terbaring di meja seolah dia baru saja menerima sengatan listrik lagi.     

"Apa..." Dia bingung.     

Si penyihir tua cukup bangga pada dirinya sendiri dan berkata, "Dream Casting, mantra tingkat lingkaran keenam. Aku sudah melihat mantra yang kau ketahui dan betapa berkembangnya sistem sihir sekarang."     

Lucien masih bingung saat mengetahui bahwa petualangan kabur dari penjara hanya mimpi. Namun ini menjelaskan banyaknya pertanyaan yang dia miliki dalam kepala. Kenapa dia tidak bisa menggunakan perpustakaan jiwa setelah menyingkirkan ikatan leher; kenapa dia tak bisa menghubungi Rhine; dan kenapa si penyihir membuat banyak kesalahan selama pertarungan...     

"Harus kubilang kalau arcana yang kau katakan telah membuatku terkesan." Si penyihir tua tampak berada dalam suasana hati yang baik. "Aku akan membawamu ke puing-puing bawah tanah, di sana ada labirin. Kuharap kau bisa membuatku terkejut."     

Lucien langsung tenang dan menyergah, "Nyonya Eudora, kurasa aku bisa melakukan hal yang lebih baik tanpa ikatan leher ini."     

"Tak masalah. Aku akan membebaskanmu sebelum memasuki labirin." Sebagai penyihir kuat, Lucien bukan ancaman baginya.     

Lucien mengikuti si penyihir tua menuju lantai dasar menara sihir. Kemudian, mereka turun ke gang kecil bawah tanah.     

Jalanan di gang itu ditutupi dengan bongkahan batu besar yang punya tinggi sekitar lima sampai enam meter, dan lebarnya sekitar tujuh sampai delapan orang yang berdiri berjajar. Bongkahan itu diukir dengan orang-orang kuno yang bertarung melawan monster dari dunia bawah tanah.     

"Luar biasa..." ujar Lucien jujur.     

Si penyihir tua tidak mengatakan apapun. Segalanya yang ada di bawah sini sudah sangat familiar baginya.     

Di ujung jalan, ada 10 gerbang. Setiap gerbang memiliki pola berbeda dan misterius.     

Sambil menunjuk para gerbang abu-abu di tengah, si penyihir tua berkata, "Di sini labirinnya."     

Lucien melihat pola di gerbang cukup familiar. Mereka tampak bagai simbol matematika. Jadi dia bertanya bingung, "Apa yang ada di dalam labirin? Aku bisa lebih bersiap-siap kalau kau memberitahuku sebelumnya."     

"Tidak ada monster di sana. Hanya ... pertanyaan sulit." Si penyihir tampak agak kesal. Kemudian dia melepas ikatan leher Lucien dan mendesaknya agar masuk ke dalam labirin.     

Merasa kekuatan spiritualnya telah kembali, Lucien mendorong gerbangnya hingga terbuka dan perlahan berjalan ke dalam labirin. Jika tidak ada monster di sini, berarti labirin itu adalah labirin yang digunakan untuk menguji kepintaran.     

Begitu dia masuk, gerbang di belakangnya menutup perlahan. Lucien, dengan menggunakan Dark Vision, melihat dirinya berdiri di sebuah jembatan tanpa ujung, di tengah tempat antah berantah. Dia kebingungan lagi. Dia melangkah maju dan melihat bintang muncul di depan matanya. Lantas, bintangnya saling terhubung satu sama lain dan membentuk satu kalimat.     

'Buktikan bahwa semua angka yang lebih besar dari 2 adalah jumlah dari dua angka prima.'     

"Hah...?" Pertanyaan itu benar-benar ada di luar bayangan Lucien. Kemudian, bintang-bintang tersebut membentuk lebih banyak soal matematika.     

Pertanyaan itu tampak amat familiar bagi Lucien. Kelihatannya mereka berasal dari buku latihan yang pernah Lucien baca sebelumnya—Soal Demidovich dalam Analisis Matematika.     

Simbol matematika, angka, persamaan, dan hipotesis berputar dalam kepala Lucien dan membuatnya pusing. Mendadak, kegelapan pecah berkeping-keping dan cahayanya muncul lagi.     

Lucien membuka mata dan menggeleng. Ketika dia melihat sekitar, dia melihat Elvis, yang harusnya sudah mati di Hutan Hitam.     

Elvis menutup hidung dan tangannya dengan tangan, di mana darah terus menetes. Dia lantas berujar marah pada Lucien, "Apa yang ada di kepalamu itu?!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.