Singgasana Magis Arcana

Menyusun Ulang



Menyusun Ulang

0Kusirnya sangat ahli, sampai-sampai Lucien tidak dapat merasakan guncangan selama perjalanan.     
0

Karena punya banyak masalah yang memenuhi pikirannya, begitu Lucien berhenti berpikir, kereta kudanya sudah sampai di depan kastel Tuan Venn.     

"Tuan Evans, kita telah sampai. Apakah Anda ingin saya memberitahu para penjaga tentang kedatangan Anda?" Kusir itu berbalik dan bertanya dengan sopan kepada Lucien. Pria yang elegan biasanya tidak bicara kepada penjaga.     

"Tidak usah." Lucien tersenyum. "Temanku adalah seorang pengawal disini. Kedudukan kami setara."     

Dengan kekuatan Berkah yang telah didapatkannya, Lucien hanya tinggal selangkah lagi untuk menjadi seorang kesatria. Walaupun, di dalam pikirannya, dia dan John hanyalah teman dekat, dan tidak ada perbedaan level atau kelas di antara mereka.     

Ian dan Durago adalah orang yang bertugas menjaga gerbang hari ini. Mereka langsung membusungkan dada mereka ketika melihat kereta kuda yang mewah dengan simbol banteng api. Keduanya sudah siap untuk menyambut tamu.     

Mereka sangat terkejut ketika mereka melihat Lucien lagi. Mereka masih mengingat pemuda itu. Dalam ingatan mereka, Lucien hanya orang miskin yang tidak pernah menghormati mereka. Tapi sekarang, dengan kemeja putih dan jas hitam, Lucien terlihat seperti bangsawan.     

Mereka tidak sadar sampai Lucien berdiri di hadapan mereka, "Ma ... maaf, apakah Anda mencari John?"     

"Tolong, ya." Lucien tidak mengenali mereka.     

Ketika Ian akan masuk ke dalam kastel, Durago bertanya dengan sedikit ragu. "Permisi, Tuan. Apakah ... apakah Anda adalah Tuan Evans?"     

Setelah kesuksesan besarnya di konser itu, bahkan John, pemuda yang sangat sederhana, tidak dapat menahan diri untuk memberitahu apa saja yang diketahuinya tentang Lucien. Begitu pula semua pujian yang teman baiknya dapatkan dari grand duke, kardinal agung, dan tuan putri.     

"Benar, aku teman John," Jawab Lucien     

"Karyamu, Simfoni Takdir, dimainkan di jamuan makan Tuan Venn beberapa hari yang lalu. Itu sangat hebat!" Durago berkata pada Lucien dengan gembira. "Maafkan saya karena telah bersikap sangat tidak sopan pada Anda."     

Pria besar ini sangatlah tulus dan bersemangat. Lucien mengingat konflik yang terjadi di antara mereka sebelumnya dan agak terkejut, bahwa ternyata Durago sangat tertarik dengan musik.     

Akhirnya Lucien menyadari bahwa Aalto benar-benar Kota Pemujaan.     

"Tidak apa apa, aku senang kau menyukai karyaku," jawab Lucien secara sopan.     

Ian yang berdiri di samping Durago tersipu malu.     

Setelah konser itu, Lucien mengalami perubahan yang drastis akan perlakuan semua orang pada dirinya. Permintaan maaf yang tulus dari Durago dan semua kata pujian membuat Lucien berpikir. Peningkatan status sosialnya secara mendadak ini, mengubah semua hal yang terjadi beberapa bulan lalu menjadi kenangan.     

"Tuan Evans, bolehkah saya mengajak Anda ke rumah saya?" tanya Durago. Dia mengusap kedua tangannya dengan gugup tapi juga gembira.     

Lucien mencari-cari alasan. Lucien menolaknya secara halus, tapi dia merasa sangat canggung.     

Kemudian John datang dengan mengikuti Ian dari belakang. Dia terlihat sedikit kebingungan. "Lucien! Aku akan pulang siang nanti. Apa ada yang terjadi?"     

"Ya, tapi hal itu sudah beres. Tidak masalah." Lucien menarik tangan John. "Ayo masuk ke dalam kereta kuda dulu."     

Kusir itu sudah paham bahwa tidak seharusnya mendengarkan perbincangan yang terjadi. Jadi dia mengikat kudanya dengan erat ke tiang. Kusir itu kemudian pergi menjauh dari kereta kuda, dan merokok di bawah pohon besar.     

Ketika John sedang mendengarkan Lucien, wajahnya berubah muram dan alisnya mengernyit. Kepalan tangannya berubah menjadi putih karena dia menggenggam tangannya dengan sangat erat sampai sekujur tubuhnya bergetar. Ketika dia mendengar bahwa jari orang tuanya dipotong, dia mengeratkan giginya. Tetapi John tidak mengatakan apapun. Dia hanya diam dan mendengarkan.     

"Maafkan aku, John," ucap Lucien, yang hatinya dipenuhi oleh rasa bersalah.     

John menundukan kepalanya, tidak langsung menjawab.     

Lucien paham bahwa temannya perlu waktu untuk pulih dari luka dan amarahnya. Jadi dia tetap diam bersama John.     

Setelah beberapa saat, John akhirnya mulai berbicara.     

"Lucien, ini bukan salahmu. Aku tidak menyalahkanmu."     

Itu adalah hal yang pertama kali John katakan kepada Lucien. Bukannya melampiaskan rasa frustrasinya, John memilih untuk menenangkan teman baiknya, bermaksud menghapus rasa bersalah yang dialami Lucien.     

Lucien sangat terkejut, dan dia sangat tersentuh. "Terima kasih banyak, John. Apa yang baru saja kau katakan sangat berarti bagiku."     

Ketika John akan kembali untuk meminta cuti lebih panjang dari pekerjaannya, Lucien menghentikannya.     

"Tunggu, John. Ini, kuberi kau 20 gram Moonlight Rose Dust." Lucien mengeluarkan kantong hitam kecil dan menyerahkannya kepada John.     

John tadi mendengar dari mana Moonlight Rose itu berasal. Lebih dari sepuluh detik kemudian, dia mengambil sebuah kantong kecil dari tangan Lucien.     

"Terima kasih, Lucien, Aku akan membangkitkan kekuatan Berhkahku. Hanya dengan cara ini aku bisa melindungi keluarga dan temanku," ucap John     

"Tidak perlu terburu buru. Ikuti instruksi dari Tuan Venn dan santai saja." Lucien mengangguk. "Lalu, apakah kau bisa merahasiakan ini? Sebenarnya, aku berbohong kepada sang putri tentang bagaimana aku bisa mendapatkan moonlight rose dust ini."     

"Kau mengenalku, Lucien. Aku bisa lebih dipercaya daripada orang mati." John menepuk bahu Lucien dan berjanji dengan serius.     

...     

Kedatangan kereta kuda Keluarga Hayne menggemparkan Aderon, wilayah termiskin di seluruh kota. Meskipun kebanyakan dari mereka tidak dapat mengingat nama dari lambang-lambang keluarga bangsawan di Aalto, mereka masih dapat mengingat beberapa dari keluarga bangsawan yang memiliki pengaruh besar.     

Joel, Alisa, dan Iven sudah dipulangkan oleh Gereja. Para pastor tidak menemukan terlalu banyak informasi penting dari mereka.     

Melihat John dan Lucien turun dari kereta kuda itu, Iven seketika menangis, seolah Iven mencoba menghapus semua ingatan mengerikan dengan menangis.     

John menepuk kepala Iven dengan lembut dan memeluknya erat. "Sudah tidak apa apa, Iven. Kau sudah dewasa dan kau sudah berusaha dengan baik. Tuhan memberkati kita."     

Lucien memeluk Joel dan Alisa. Ucapan maaf, kekhawatiran, dan kegembiraan, semua ada di pelukan hangat ini.     

"Semua bukan salahmu, Lucien." Joel dan Alisa menghiburnya. "Seperti yang kau lihat ... kami baik-baik saja sekarang."     

Sebagai sandera dari para pengikut ajaran sesat yang keji, mereka tidak pernah mengira akan bisa selamat. Ketika mereka diselamatkan, mereka begitu bersyukur kepada God of Truth, hingga akhirnya mereka sekarang menjadi lebih pengertian dan penyabar. Karena tidak ada hal yang lebih penting ketika menghadapi kematian.     

Lalu Alisa dan Joel memberitahu Lucien apa saja yang ditanyakan oleh Gereja dan departemen Intelijen duchy pada mereka. Hal yang paling ingin diketahui para pastor dan anggota intelijen adalah, kenapa Alisa dan Joel pingsan diluar sel penjara, lalu ditemukan oleh para ksatria di dalam sel penjara.     

Karena petir dahsyat yang diciptakan oleh kekuatan nona Camil membuat mereka pingsan seketika, tidak ada sandera yang dapat memberikan informasi penting. Pada akhirnya, orang-orang dari Gereja dan departemen intelijen mengira bahwa para pengikut ajaran sesat itu mengembalikan para sandera ke dalam penjara, kemudian mereka tidak punya cukup waktu untuk kembali dan membunuh mereka.     

"Kita sangat beruntung waktu itu. Puji Tuhan!" Alisa mengusap air matanya saat bercerita pada Lucien.     

Di saat bersamaan, ada yang mengetuk pintu.     

Itu adalah adalah Corella yang datang bersama seorang pengawal gereja yang Lucien tidak kenal.     

Lucien sedikit lega melihat pihak gereja hanya mengirim pengawal kesatria, berarti dia tidak terlalu dicurigai oleh Gereja.     

Setelah pemeriksaan singkat, Corella berdiri dan berterima kasih kepada Lucien atas nama Gereja. "Uskup sangat menghargai atas apa yang kau lakukan. Tanpa informasi yang kau berikan, kami akan mengalami kerugian yang lebih besar."     

Identitas Lucien sebagai seorang musisi membuat Gereja nyaris tidak dapat menghubungkan Professor dengan konsultan pribadi sang putri. Meski begitu, masih banyak kejadian yang secara kebetulan melibatkan Lucien, yang masih belum bisa mereka jelaskan.     

...     

Lucien akhirnya kembali ke kehidupan normalnya, sibuk belajar musik dan sihir. Dia juga meminta Joel dan keluarganya untuk pindah ke rumah barunya untuk sementara, sebab Gesu lebih aman daripada Aderon.     

Akhir-akhir ini, Lucien tidak pernah melirik tembok rusak tempat di mana dia biasa menaruh pesan rahasia untuk berkomunikasi dengan para murid penyihir. Untuk berhati-hati, dia juga mengesampingkan rencananya menghancurkan laboratorium sihir untuk saat ini.     

Hari ini Victor mengajarkan mereka tentang 'canon', teknik komposisi contrapuntal yang dimainkan secara bersahut-sahutan     

Dengan hanya sedikit aturan dalam teknik itu, bahkan pemula dapat menciptakan banyak musik dengan canon.     

"Sebetulnya, kau tanpa sadar menggunakan canon di dalam karya Simfoni Takdir milikmu, Lucien," ucap Victor. "Sepertinya kau belajar banyak di dalam perpustakan milik asosiasi."     

"Um ... iya, sepertinya. Terima kasih, Pak Victor," jawab Lucien, sedikit linglung.     

Pikirannya dipenuhi tentang bagaimana dia harus menciptakan karya musik yang cukup untuk mengadakan konser, agar dia dapat memenuhi syarat Rhine. Delapan puluh tahun yang lalu, seseorang menciptakan sebuah karya musik yang sangat mirip dengan Canon milik Pachelbel, atau Canon and Gigue in D, di dunia asalnya. Tetapi, dia masih bisa menulis ulang Canon milik Pachelbel ke dalam sebuah konser piano.     

Meskipun dia masih membutuhkan beberapa musik 'original' untuk memulai konser miliknya sendiri, mengomposisi ulang adalah cara paling cepat untuk Lucien dalam memperbanyak daftar lagu yang dimilikinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.