Singgasana Magis Arcana

Ramalan



Ramalan

0Di sekitar Pegunungan Kegelapan, pastor agung berjubah perak, Ilia, berdiri di atas batu. Dia melihat ke bawah, di mana para pengikut ajaran sesat itu berlutut di tanah.     
0

Amarah dari sang pastor agung itu sangat mengerikan. Retakan mulai timbul dari batu besar yang dipijaknya karena kekuatan kegelapan yang dia miliki.     

"Siapa yang bisa memberitahuku ... apa yang telah terjadi?!" Ilia berteriak seperti binatang buas yang mengamuk.     

Mereka menderita kekalahan besar malam ini. Kekuatan Argent Horn yang ada di duchy nyaris musnah. Jumlah anggota yang selamat kurang dari sepuluh, termasuk kesatria kegelapan tingkat lima, Dragan, dua pastor senior, tiga pastor kegelapan, serta seorang ksatria kegelapan berkekuatan rata-rata.     

Kerja keras Ilia selama bertahun-tahun hancur dalam semalam. Sekarang tubuhnya ditutupi oleh lapisan api hitam dengan bau belerang yang menyengat. Saat tudung peraknya terbuka, wajah Ilia terlihat jelas.     

Ada sepasang tanduk kambing di kepalanya, dan matanya merah seperti darah. Para kesatria dan pendeta yang berlutut di hadapannya tidak berani menatap mata Ilia.     

Beberapa saat kemudian, Ilia menenangkan diri dan mengangkat tudungnya kembali. Lalu, dia bertanya, "Siapa yang bisa memberitahuku ... kenapa Gereja dan Keluarga Violet ada di sana malam ini?"     

"Orang yang mengaku sebagai Profesor itu ... dia melarikan diri dari Gereja malam ini dan entah bagaimana caranya, dia menemukan istana bawah tanah. Itu saja yang aku tahu," jawab Dragan dengan waspada.     

Setelah kesunyian yang berlangsung dalam sekejap, Ilia kembali berteriak, "Lalu siapa sebenarnya orang yang menyebut dirinya Professor ini?!"     

"Penjaga malam mengatakan bahwa Professor ini mungkin datang dari Kongres Sihir Benua," jawab Dragan. "Sebenarnya, kita mendapatkan kabar bahwa Profesor itu akan menemui penyihir tingkat murid di dalam Hutan Hitam. Karena itu sangat jauh dari posisi kami ..."     

"Dasar kalian semua bodoh!" Ilia hampir ingin mencabik-cabik Dragan.     

Menyadari bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang bodoh, Dragan menundukan kepalanya dan tidak berani melawan perkataan pastor agung. Di pikiran Dragan, sangat tidak mungkin kalau mereka mau memblokade seluruh Hutan Hitam dan mengusir semua orang yang berada di dalam hutan itu.     

"Professor ... dia sengaja melakukan ini." Ilia mengeratkan giginya, lalu berkata perlahan, "Membunuh dua burung dengan satu kerikil, bahkan tanpa mengotori tangannya sendiri. Tapi mengapa dia melakukan ini ..."     

"Tapi aku kira Kongres Sihir ada di pihak kita..." tanya seorang pastor tingkat lima karena bingung.     

"Konflik internal terjadi di mana saja," ejek Ilia.     

Lalu Ilia membalikkan badan dan mulai berdoa kepada Tuan Besar Argent, mencari sebuah ilham dari Tuhannya.     

Semua pengikutnya ikut berdoa.     

Sebuah bayangan hitam keluar dari jubah perak Ilia dan perlahan menutupi semua orang.     

Dalam kegelapan, seluruh pengikut yang hadir sekarang mendengar suara di dalam kepala mereka, tapi hanya Ilia yang mengerti maksud pesan tersebut.     

Kemudian bayangan itu menghilang dan Ilia kembali berdiri. Dia mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi dan berkata kepada semua pengikutnya. "Tuan Besar Argent telah menjamin, meskipun kita mengalami kekalahan yang besar malam ini, kita masih dapat menyelesaikan tugas kita, dan membangun dunia yang luar biasa untuk Tuhan sejati kita di tanah ini."     

"Berjalanlah kau di atas tanah, seperti kau berjalan di duniamu," jawab para pengikut lain yang jadi termotivasi.     

"Tuan Besar juga memberiku sebuah ramalan: 'Bintang yang jatuh telah membawa kekacauan. Singgasana Takdir telah kehilangan tuannya. Mereka yang tidak memiliki Tuhan dan berjalan di tengah cahaya dan kegelapan akan memulai debut'."     

"Apa arti ramalan tersebut?" tanya Dragan. "Seperti sebuah puisi ..."     

"Sang Iblis telah menodai Aalto. Kita tidak dapat melihatnya dengan jelas." Ilia menggelengkan kepalanya.     

Takdir dan waktu adalah hal yang paling susah dimengerti. Bahkan peramal terbaik pun seperti orang biasa ketika menghadapi gunung yang tinggi, dan apa yang dapat dia lihat hanyalah bagian kecil dari semua itu.     

...     

Lucien tidur sangat lelap tadi malam. Dia bangun dengan suara kicau burung yang merdu sekitar jam delapan pagi.     

Pesta dansanya berlangsung sampai larut malam. Banyak orang yang masih tertidur pulas. Karena itu, tidak ada yang menyuruh Lucien untuk cepat-cepat sarapan.     

Ini adalah pertama kalinya Lucien menikmati selimut yang nyaman dan lembut setelah dia berpindah ke dunia ini. Maka dari itu, Lucien butuh lebih dari setengah jam untuk bangun dari tempat tidurnya dan berpakaian.     

Ketika Lucien sedang menuruni tangga, seorang pelayan berjalan ke arahnya dan tersenyum. "Selamat pagi, Tuan Evans, Anda ingin makan apa untuk sarapan?"     

"Roti, sosis keju ... dengan susu, tolong, ya," jawab Lucien. Dia memesan menu sarapan yang mahal karena dia sangat bekerja keras tadi malam.     

"Baiklah." Pelayan itu mengangguk. "Anda ingin sarapan di ruang makan atau di kamar, Tuan?"     

Lucien melirik ke ruang makan di bawah dan melihat Rhine sedang duduk di sana.     

"Ruang makan saja, terima kasih."     

Ketika Lucien memasuki ruang makan, Rhine menyuapkan sepotong steak yang dimasak dengan tingkat kematangan rare ke mulutnya.     

"Selamat pagi, Lucien!" sapa Rhine. "Kau harus mencoba steaknya, sangat lembut."     

Lucien duduk di seberang Rhine dan berkata pada pelayan, "Aku pesan satu steak. Kematangan medium."     

Lalu Lucien menghadap ke Rhine dan tersenyum, "Sarapan yang lezat bisa membuat harimu jadi baik."     

"Juga pelengkap yang cocok untuk melakukan olahraga," ucap Rhine dengan penuh makna.     

"Evans, Yvette seperti binatang buas." Seorang bangsawan muda duduk di sebelah mereka. Dia tertawa sebentar, tapi dia sangat salah paham akan topik obrolan mereka.     

"Ayolah, Albay. Aku tidak melakukan apapun tadi malam." Lucien diperkenalkan dengan pemuda ini tadi malam oleh Felicia. "Aku terkilir."     

"Oh begitu. Pantas saja..." Albay tertawa lebih kencang. "Pantas saja Yvette pergi berburu pagi-pagi sekali dan terlihat sangat marah. Kau beruntung, Lucien."     

Sarapannya sangat enak. Melihat Rhine hampir menghabiskan makanannya, Lucien langsung bertanya, "Bisakah kau memberitahuku di mana ... tempat indah seperti mimpi yang kau beritahu tadi malam?"     

"Karena tempat itu indah seperti surga, aku baru bisa memberikan lokasinya padamu setelah kau bisa mengadakan konsermu sendiri, sebagai hadiah." Rhine tersenyum licik. Baginya, sangatlah menarik melihat pertumbuhan Lucien.     

Setelah Rhine meninggalkan tempat, Albay bertanya penasaran pada Lucien, "Di mana letak tempat yang kau bicarakan itu?"     

"Aku tidak tahu. Dia tidak ingin mengatakannya padaku sekarang," jawab Lucien sambil mengangkat bahunya.     

Yang dia tahu adalah bahwa kehidupannya harus kembali normal, setidaknya untuk beberapa waktu, supaya bisa memenuhi persyaratan yang dibuat Rhine secepat mungkin. Pertama-tama, Lucien harus meninggalkan 'Profesor' sebagai nama samarannya.     

Setelah menghabiskan sarapannya, Lucien melihat Felicia yang masih mengantuk sedang menuruni tangga. Dia menyapa, "Selamat pagi, Felicia."     

"Pagi, Lucien. Bagaimana pergelangan kakimu?" tanya Felicia.     

"Sudah sembuh," jawab Lucien. "Maafkan aku, Felicia. Sepertinya aku tidak bisa pergi berburu hari ini. Aku harus menyelesaikan beberapa urusan pribadiku."     

"Ada apa?" Felicia bertanya, merasa khawatir     

"Maaf, tapi aku harus merahasiakan ini, Felicia." Lucien menunjukan ekspresi sedikit canggung, "karena ini sesuatu yang menyangkut sang putri."     

"Baiklah, Lucien." Felicia agak terkejut, "Aku akan menyiapkan wagon untukmu."     

Lucien menaiki wagonnya, lalu menyuruh kusir untuk pergi menuju kastel Tuan Venn.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.