Singgasana Magis Arcana

Putri yang ‘Sedih’



Putri yang ‘Sedih’

0Faktanya, sejak awal, sebelum dia tiba di rumah No. 116 Distrik Gesu, Clown sudah memikirkan kemungkinan bahwa Professor dan Lucien Evans akan bekerja sama untuk memfitnahnya. Katakanlah, Lucien Evans akan berpura-pura terluka parah karenanya, kemudian tuan putri dan Camil akan tiba tepat waktu, lantas menghentikannya. Dengan begitu, dia pasti ditangkap, atau malah dibunuh di tempat.     
0

Namun, setelah melakukan analisis cermat, Clown tidak menyangka mereka akan melakukan hal itu karena banyak hal yang bisa dipertanyakan dari keseluruhan rencana tersebut. Jika tuan putri membunuhnya di tempat, para pemimpin Inkuisisi yang ada di pihaknya pasti tidak menerima hasilnya dengan mudah. Sebagai gantinya, paling tidak mereka akan melakukan interogasi terhadap Lucien Evans, yang mana jelas bukan hal baik bagi seorang musisi yang punya banyak rahasia terkait Professor. Bahkan sebagai seorang putri, Natasha tidak bisa menolak tuntutan Inkuisisi yang masuk akal. Biar bagaimanapun, interogasi akan menjadi bagian dari prosedur ketika hal-hal semacam ini terjadi. Tak peduli sekuat apa dan pengaruh apa yang dimiliki tuan putri, dia tidak bisa mengganggu keseimbangan antara Gereja dan bangsawan.     

Lalu jika mereka tidak bisa langsung membunuhnya, ada kesempatan besar kalau dia masih bisa membuktikan dirinya tak bersalah. Dia punya banyak pertanyaan—bagaimana Lucien bisa terluka? Seperti apa lukanya? Apakah mungkin luka itu terbentuk karena Berkahnya? Kenapa Lucien Evans muncul pada tengah malam di rumah No. 116 Distrik Gesu?     

Kemudian, hal yang paling penting adalah, dia bisa meminta langsung pada Gereja agar menggunakan mantra suci untuk menguji apakah dia berbohong atau tidak saat menginterogasi Lucien Evans.     

Namun, Lucien Evans mati begitu saja, yang mana benar-benar ada di luar perkiraan Clown. Pemandangan Lucien Evans jatuh ke lantai terus membayang-bayangi dirinya, dan dia tak bisa menyingkirkan bayangan itu.     

Saat ini, dia yakin Lucien Evans benar-benar mati. Karena biaya memalsukan kematian Lucien Evans terlalu berat untuk ditanggung—berarti musisi muda hebat itu tidak akan pernah muncul lagi, dan Clown tidak akan tahu kalau Lucien Evans memutuskan membuang identitasnya sebagai musisi selamanya.     

Setelah melamun beberapa detik, mata Clown mendadak menjadi awas.     

Dia melihat tuan putri yang memesona, Natasha, mengenakan gaun ungu cantik, muncul di udara. Bibirnya merah dan matanya berbinar cerah. Kelihatannya dia kemari untuk bertemu dengan kekasihnya.     

Namun sedetik kemudian, mata Natasha kehilangan fokus. Dia bagaikan kehilangan jiwanya. Natasha menatap potongan tubuh dan darah di lantai serta dinding dengan tatapan tidak percaya.     

Lari ... Lari. Lari!     

Itulah satu-satunya hal yang tertinggal di benak Clown. Dia tidak ingin tinggal di sana sedetik lebih lama di depan wanita kuat yang baru saja menyaksikan tubuh kekasihnya ada di lantai dalam keadaan tercerai-berai.     

Saat ini, dia tidak akan mau mendengarkan penjelasan apapun!     

Clown langsung mengeluarkan seluruh kekuatannya, kemudian benang-benang tak kasatmata muncul di kegelapan. Dia menginjak dan menggenggam benang-benang itu, dan Clown bergegas pergi ke hutan di belakang rumah dengan sangat cepat.     

Saat itu dia mendengar teriakan penuh amarah yang berlangsung secara singkat—atau lebih tepatnya, itu adalah tangisan kesedihan, membuat udara dan tanah bergetar.     

Clown tahu tuan putri mengejarnya. Begitu dia mulai bergerak lagi, sebuah pedang perak menebas punggungnya.     

Cahaya pedang itu menembus cahaya dari benda suci yang menutupi tubuh Clown bagaikan memotong setumpuk kertas. Tubuh Clown mendadak menjadi terdistorsi, dan dia berubah menjadi boneka yang tertutup oleh benang hitam.     

Benang-benangnya putus karena tebasan pedang, dan celah dalam muncul di punggung boneka hitam.     

Sedetik kemudian, Clown muncul dari benang-benang lagi. Namun bagian dari tubuh bagian kanannya jatuh ke tanah. Potongan isi perut dan darah menyebar di mana-mana.     

Clown mulai kehilangan kesadaran, tapi dia tahu dia tidak boleh berhenti. Dia harus mengambil sekecil apapun kesempatan jika dia ingin kabur dari seorang kesatria cahaya yang punya Berkah terkuat.     

Selama tuan putri tidak membunuhnya dengan tebasan pertama, dia masih punya harapan untuk bertahan hidup!     

Seperti yang dia katakan, Clown punya kekuatan tekad yang kuat untuk terus berlari secepat yang dia bisa, tak peduli separah apa luka yang dia alami—yang bahkan bisa membuat kebanyakan kardinal merasakan kaki mereka lemas. Dalam kegelapan, sambil berlari, Clown memilin apa yang tersisa pada tubuh bagian kirinya, lalu menutup luka dengan selapis film tak kasatmata untuk mencegah darah keluar dari sana, jadi dia tidak akan meninggalkan jejak.     

Meski Clown tahu dia tidak akan bisa menghindari serangan kedua tuan putri, dia tidak akan menyerah sampai saat-saat terakhir.     

Meski dia sangat tidak senang dengan Lucien Evans, Clown mengakui semangat kegigihan yang terdapat dalam musik Lucien.     

Keajaiban terjadi. Sampai Clown menghilang dalam kegelapan, tebasan kedua tak pernah datang.     

...     

"Apa kau mencoba menghentikanku, Waldo?" Sambil memegang pedang perak di tangannya, sorot dingin di mata Natasha tampak mengerikan.     

Akibat gelombang udara yang kuat dari amarah Natasha, rambut Waldo menjadi kusut dan berantakan. Tapi dia tetap berdiri di depan tuan putri dan berujar tenang, "Saya sudah mengirim penjaga malam untuk menangkap Clown. Sebelum segalanya jelas, saya rasa lebih baik membiarkan dia hidup. Jadi ... apa yang terjadi, Yang Mulia?"     

Dari jarak yang cukup jauh dari mereka, Camil mengikuti tuan putri, tapi jaraknya yang jauh memang disengaja.     

"Clown membunuh Lucien," jawab Natasha dengan amarah besar yang ditahan. Mata perak keunguannya sedingin es.     

"Apa?!" Semua penjaga malam, termasuk Waldo, terkejut.     

Wajah Juliana mendadak jadi sangat pucat.     

Lucien Evans, sang musisi hebat itu, mati?     

Jelas hal itu di luar perkiraan mereka juga!     

Natasha memejamkan mata, seolah dia setuju menyerahkan masalah ini pada para penjaga malam, karena kesedihan dalam benaknya terlalu berat untuk ditopang. "Aku melihat Lucien mati dengan mata kepalaku sendiri, dan Clown ada di sana."     

Suaranya penuh kesedihan dan keputusasaan yang luar biasa.     

Waldo terkesiap. Dia melihat potongan tubuh dan tetesan darah di rumput. Berdasarkan motivasi dan cara membunuh, Waldo harus mengakui bahwa mungkin memang Clown yang melakukannya.     

"Yang Mulia, saya paham perasaan Anda..." Waldo membentuk salib di depan dadanya. "Tuan Lucien Evans adalah orang yang luar biasa dan brilian, sampai God of Truth menginginkan dia pergi dan memainkan musiknya di Mountain Paradise."     

Setelah sedikit menghibur tuan putri sejenak, Waldo berubah serius. "Tapi maafkan saya, Yang Mulia. Saat ini saya harus menanyakan beberapa pertanyaan dan memeriksa apakah itu adalah darah Tuan Evans. Saya tidak meragukan Anda, tapi saya harus mengikuti prosedur Inkuisisi. Saya harap Anda mengerti, Yang Mulia."     

Sebelum Natasha mengangguk, Waldo sangat waspada. Dia takut tuan putri hilang kendali karena kesedihannya, dan kekuatannya sangat mengerikan.     

Setelah terdiam beberapa saat, Natasha membuka mata. Cahaya di matanya tampak dingin.     

"Silakan," jawabnya.     

Waldo menghargai keberanian tuan putri dengan tulus. Dia mulanya meminta beberapa penjaga malam yang tidak mengejar Clown untuk mengumpulkan darah yang tertinggal, kemudian dia bertanya pada tuan putri secara hati-hati, "Yang Mulia, untuk apa Anda datang kemari malam ini? Bukankah Tuan Evans masih harus istirahat?"     

Natasha memasang senyum sedih, namun tetap memikat. "Dia dulu tinggal di sini. Di kamar, dia memainkan gerakan pertama Moonlight untukku. Jadi kami ingin kemari malam ini untuk mengenang masa lalu..."     

Natasha menutup wajahnya dengan tangan untuk menghentikan tangisnya.     

Mendengarnya, Waldo memandang rendah dirinya sendiri karena punya pikiran vulgar.     

"Begitu, ya." Waldo mengangguk singkat.     

Setelah menanyakan beberapa pertanyaan lagi, seorang penjaga malam level uskup menghampirinya dan berbisik, "Berkah Moonlight. Darahnya milik Lucien Evans."     

"Tuan Waldo, Clown terluka parah karena aku, dan harusnya dia akan mati dalam satu jam. Kuharap kau bisa menemukannya secepat mungkin." Natasha memberitahu Waldo alasan mengapa dia berhenti mengejar Clown.     

Ketika Natasha melihat ke sebelahnya, dia melihat cincin besi di rumput. Jadi dia melayang turun dan mengambilnya. Ekspresi di wajahnya amat sedih, tapi kala melihat cincin itu, tampaknya hati Natasha sedikit menghangat karenanya.     

Melihat pemandangan itu, Waldo merasa hal ini adalah mimpi. Tuan putri biasanya tidak feminin seperti ini, tapi lebih heroik dan tegas. Ekspresi di wajahnya selembut cahaya bulan dalam musik Lucien.     

Waldo tahu benar cincin besi apa itu. Itu adalah Cincin Holm Crown rusak yang ditinggalkan oleh mendiang ibu Natasha, dan kini tampak seperti lambang cinta.     

"Ini salah kami, Yang Mulia." Waldo menenangkannya lagi. "Kami tidak menangkap Clown tepat waktu."     

"Ini tidak ada hubungannya dengan Gereja. Biar bagaimanapun, Gereja sudah mengambil keputusan menghukum mati Clown." Natasha menggeleng singkat.     

Mendengarnya, Waldo mengangguk lega. Apa yang paling dia khawatirkan adalah, karena kematian Lucien Evans, hubungan Gereja dan pemimpin Violet masa depan akan renggang.     

"Anda sungguh penganut yang setia, Yang Mulia, serta pemimpin yang bijak," puji Waldo.     

Ketika para penjaga malam mulai memeriksa rumah dan sekitarnya, Natasha diam-diam menghela napas lega. Dia merasa kalimatnya barusan cukup cheesy. Tapi dia juga punya perasaan aneh ketika dia menceritakan tentang apa yang pernah terjadi antara Lucien dan dirinya.     

Tapi hal yang lebih penting adalah, Waldo tidak menunjukkan kecurigaan tentang apa yang dia katakan, dan segalanya berjalan sesuai keinginan mereka.     

Sebagai penganut yang taat, Natasha tidak merasa bermasalah dengan memberikan tekanan pada Gereja untuk menolong dan melindungi sahabatnya, serta untuk menjaga status bangsawan. Tapi dia tidak akan mau memberikan dampak besar pada reputasi Gereja dan keseimbangan antara dua sisi, meski memang ada kesempatan untuk itu, karena dia masih memiliki batasan, dan Natasha harap Lucien mau memahaminya.     

...     

Di dalam sebuah rumah, seorang pria memakai tudung hitam duduk di kursi berlengan. Dia tampak lemah dan lunglai.     

"Morning Star ... dia tidak terlalu banyak bicara. Sungguh ada di luar ekspektasiku bahwa dia adalah pengkhianat, sampai aku melihat responnya ketika tahu di mana Kongres berada," ujar Philosopher. Dia tampak lemah karena kehilangan banyak darah.     

Professor masih mengenakan jubah hitam. Dia mengulurkan tangannya dan menulis sebuah surat dengan darah di punggung Morning Star.     

'Akhir seorang pengkhianat. Professor.'     

"Kenapa kau ingin meninggalkan kalimat itu dan mayatnya, Tuan Professor?" tanya Philosopher. "Morning Star sudah mati, dan kita bisa menimpakan kesalahan pada Clown dan Gereja. Kalau begini, jadi kau yang menarik semua perhatian.     

"Untuk memberi pelajaran pada pengkhianat lainnya." Lucien tersenyum. Tapi dalam benaknya, dia berujar pada dirinya sendiri, bahwa Natasha telah banyak membantunya, dan dia tidak akan memberikan masalah lagi padanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.