Singgasana Magis Arcana

Kesedihan Seluruh Kota



Kesedihan Seluruh Kota

0Di sebuah rumah mewah, Distrik Lili Ungu.     
0

Ryan berjalan ke meja makan dan menyadari ada tumpukan koran di sebelah kanan, jadi dia bertanya bingung, "Bukannya kita sudah dapat Mingguan Aalto terbaru kemarin?"     

Karena dia mengurusi bisnis trading, Ryan harus tahu apa yang terjadi di Aalto dalam berbagai bidang untuk memutuskan apa yang harus dibeli dan dijual. Makanya, dia berlangganan koran yang menyajikan berita lengkap—Mingguan Aalto.     

Setelah memastikan anak lelaki mereka duduk di kursi dengan aman, sang istri, Elena, menjawab dengan sangat sopan, "Itu adalah edisi tambahan, kata si pengantar koran."     

Elena tidak bisa baca. Dia tidak tahu apa yang tertulis di koran.     

Kemudian, dia mulai menggumamkan lirik Ode to Joy di dapur. Keluarga itu sedang dalam suasana yang bahagia.     

Sambil mengambil koran, Ryan juga menggumamkan melodi itu bersama Elena. Dia memulai karirnya sebagai pemula dalam bisnis trading, dan meski dia bukan yang paling pintar di antara pemula lain, dia jelas orang paling giat. Karena kegigihannya, dia perlahan bisa menyingkirkan kemiskinan dan juga belajar membaca. Saat ini dia memegang bisnis dan punya keluarga bahagia yang cukup berada.     

Makanya, hatinya sangat tersentuh ketika pertama kali mendengar Simfoni Takdir. Dia jatuh cinta dengan musik Lucien Evans dalam sekejap, dan tak lama kemudian anggota keluarganya menjadi penganut musik Lucien Evans.     

Dia membuka lipatan Mingguan Aalto dan melihat huruf bercetak hitam tebal dalam berita utama—'Berita Kematian'.     

Tebakan pertama Ryan adalah kematian orang penting yang kemungkinan besar akan berefek pada harga banyak barang.     

Dia lanjut membaca, dan huruf tercetak hitam itu tampak sedih.     

'Lucien Evans, master musik abadi, pianis dan dirijen hebat, sang inovator, pemimpin tren simfoni saat ini, sang penemu, sang penutup, jenius musik yang dicintai oleh Tuhan, telah dipanggil Tuhan pada 4 Juni pagi hari.'     

Ryan tidak paham. Setelah beberapa saat, dia sadar kalau telinganya berdengung. Dia tidak bisa menghubungkan berita kematian itu pada Tuan Lucien Evans, yang masih sangat muda dan begitu berbakat...     

Dia pikir Tuan Evans bisa memimpin perkembangan musik di Aalto setidaknya selama beberapa dekade ke depan!     

Ryan membaca dengan pandangannya yang agak kabur. Kalimat-kalimat di koran itu melukai hatinya.     

'... Tuan Evans berasal dari daerah kumuh dan berhasil bermain di Aula Pemujaan sebagai seorang master musik. Hidupnya menunjukkan kita semangat kegigihan dan kekuatan tekad yang besar. Hidupnya adalah legenda yang agung!'     

'... Mari berbelasungkawa untuk mendoakan musisi muda berbakat, doakan kebahagiaannya di Mountain Paradise. Nyanyian pujiannya selalu bersama Tuhan. Semoga Tuhan memberkatinya.'     

Elena berjalan keluar dari dapur sambil membawa sarapan. Dia sangat terkejut melihat ekspresi suaminya sampai dia nyaris menjatuhkan piring.     

"Ada apa, Sayang?" tanya Elena buru-buru. "Kenapa kau menangis?"     

"Masa...?" Ryan bahkan tidak sadar ada air mata di matanya. Dia hanya merasa matanya membengkak dan tidak bisa melihat dengan jelas.     

Setetes air mata menetes di koran dan langsung terserap. Huruf di dekatnya menjadi buram.     

'Aku tidak percaya. Kepergiannya meninggalkan kehilangan yang sangat besar dalam bidang musik!—Christopher.'     

'Mungkin Tuhan ingin dia bermain di Mountain Paradise, jadi Evans harus pergi lebih dulu.—Othello.'     

'Dia membawa suka cita dan semangat kegigihan pada kita, tapi dia meninggalkan kita tanpa mengambil apapun bersamanya. Aku tidak ingin menangis tapi tidak bisa.—Felicia.'     

'Beliau telah berangkat ke Mountain Paradise, meninggalkan puncak dunia simfoni yang sangat sulit dilampaui. Harta karun yang beliau tinggalkan pada kita sama rata untuk semua orang—muda atau tua, kaya atau miskin. Hati yang penuh rasa terima kasih dan gigih adalah hal paling berharga dalam hidup. Suatu hari, saat aku mati, aku ingin dikubur di dekat makamnya.—Franz.'     

Ryan menatap bekas air mata di kertas dan bergumam, "Aku sungguh ... menangis."     

...     

Di samping gerbang Distrik Aderon yang menuju ke pasar, orang-orang yang bersedih berkumpul. Beberapa orang terdiam, sementara lainnya terisak. Banyak gadis muda saling berpelukan dan mengusap air mata.     

Betty, Joanna, dan Simon melihat orang-orang di jalanan begitu mereka melangkah keluar dari Copper Coronet. Disaat bersamaan, mereka melihat pengumuman di dinding kota.     

Mereka tidak bisa baca, tapi warna pengumuman itu memberitahu mereka bahwa itu adalah sebuah berita kematian.     

"Siapa sosok penting yang meninggal?" tanya Betty penasaran. Dalam benaknya, dia tidak melihat adanya alasan kenapa orang-orang miskin di Aderon menangisi kematian orang penting, katakanlah, seorang bangsawan atau kardinal.     

Karena penasaran, Betty bertanya pada dua pengawal gerbang yang juga tampak sedih, "Boleh aku tahu tentang apa pengumuman itu?"     

Kebanyakan orang di Aalto tidak tahu caranya membaca. Jadi salah satu pengawal menjawab dengan nada putus asa, "Kebanggaan Aderon ... tidak, Kebanggaan Aalto ... Tuan Lucien Evans ... telah meninggal karena penyakit serius yang dideritanya."     

Kecuali teman terdekat Lucien, beberapa bangsawan dan beberapa anggota inti asosiasi tahu bahwa musisi muda itu dibunuh oleh penyihir jahat bernama Professor. Orang lain diberitahu Gereja bahwa Lucien Evans meninggal karena penyakitnya. Gereja sudah meminta persetujuan pada tuan putri.     

Fakta bahwa seorang musisi populer dan sukses dibunuh oleh penyihir jahat di Aalto akan membuat para penganut meragukan kemampuan Gereja. Mereka akan bertanya-tanya apakah Gereja bisa melindungi mereka dari kejahatan seperti yang mereka katakan.     

Jika bukan karena desakan Natasha, Gereja akan mencoba menyembunyikan fakta itu dari orang-orang.     

Betty terpaku. Dia merasa dia telah kehilangan jiwanya.     

"Betty, kenapa?" tanya Joanna khawatir.     

Betty mendadak menangis. Dia menenggelamkan kepalanya di lengan Joanna. "Evans ... Tuan Evans ... Mening ... meninggal."     

Meski dia sudah berkelana selama tiga tahun, Betty tetap seorang gadis yang belum 20 tahun yang belum bisa mengendalikan emosinya.     

Joanna tidak percaya dengan apa yang baru dia dengar, tapi dia juga tahu kalau para pengawal tidak akan bercanda soal hal itu. Jadi dia menepuk bahu Betty, meski matanya juga digenangi air mata, lalu berujar, "Tuan Evans baru saja dipanggil oleh Tuhan ke Mountain Paradise karena bakatnya yang terlalu luar biasa. Jangan menangis, Betty. Berusahalah dengan keras untuk menjadi seorang kesatria dan jangan kecewakan Tuan Evans..."     

Betty terisak dan mengangguk.     

...     

Sambil menunggangi Dragon Scale, John memimpin sekelompok pengawal yang menuju ke gerbang kota Aalto yang menghadap ke Hutan Hitam.     

Aalto adalah kota besar terakhir yang sangat dekat dengan Pegunungan Kegelapan, makanya letaknya juga tidak terlalu jauh dengan benteng. John hanya butuh waktu satu hari untuk kembali ke Aalto. Dia sudah meminta cuti 10 hari begitu dia menerima surat dari keluarganya bahwa temannya telah pulang.     

Namun karena regulasi ketat benteng di Pegunungan Kegelapan, juga karena Natasha serta Lucien khawatir John—sebagai kesatria—akan menyadari perbedaan kekuatan dari Lucien jika mereka tinggal di villa yang sama, cutinya tidak diterima sampai hari ketiga setelah konser.     

Sambil mengenakan set armor berwarna perak dan mantel ungu, mata pemuda pirang itu penuh dengan kegembiraan. Dia menanti untuk bertemu dengan keluarga dan sahabat lamanya.     

Meski kadang-kadang John dapat surat dari tuan putri, rasa gembiranya tidak sama dengan bicara langsung dengan temannya. Dalam perjalanan pulang, John dengar bahwa konser temannya sukses besar, dan orang-orang menggumamkan melodi Ode to Joy. Hatinya berdebar semakin kencang saat dia mendekati gerbang kota. John nyaris ingin membawa kudanya langsung pulang ke rumah, tapi terlalu banyak orang di jalanan.     

Namun John menyadari ada sesuatu yang aneh. Orang-orang di jalan tampak sangat sedih, dan dia mendengar orang-orang mengucapkan sebuah nama—Lucien Evans.     

Ekspresi di wajah John mulai semakin serius. Dia mengirimkan salah satu pelayannya untuk bertanya apa yang terjadi.     

Kemudian John mendengar jawaban orang lewat dengan sangat jelas, "Tuan Evans dipanggil oleh Tuhan..."     

Lecut kuda di tangan John mendadak jatuh ke tanah, dan suaranya sangat nyaring.     

...     

Koran Mingguan Aalto terbit lagi dan mengenang hari ini sebagai:     

'Sepertinya ada awan besar yang menyelimuti Aalto. Orang-orang kehilangan senyum karena rasa syok berat. Malaikat musik telah meninggalkan dunia ini di usia yang masih muda, dan menciptakan kesedihan seluruh kota.'     

...     

Tiga hari kemudian, Distrik Aderon, di samping pondok tua tempat tinggal lama Lucien.     

Sebuah kereta jenazah hitam ditarik oleh empat banteng mulai bergerak perlahan, menyusuri jalur kehidupan Lucien Evans, dari Aderon menuju Gesu, kemudian ke distrik administrasi, dan akhirnya tiba di distrik bangsawan. Pemakamannya akan diadakan di Katedral Emas.     

Sambil memakai setelan kesatria berwarna hitam, John berjalan sambil diam di bagian kanan depan. Di belakangnya ada Joel, Alisa, Iven, Elena, dan teman-teman Lucien yang lain. di sisi kiri, Victor berdiri di depan, diikuti oleh Othello, Felicia, dan teman-teman sekelas Lucien.     

Christopher, karena umurnya, dan Natasha, karena statusnya dan fakta bahwa dia tidak punya hubungan yang jelas dengan Lucien, menunggu di Katedral Emas.     

Kereta jenazah hitam itu bergerak pelan. Hanya ada suara isakan pelan di udara.     

Seorang pria miskin dari distrik Aderon bergabung dengan prosesnya tanpa bersuara.     

Kemudian, semakin banyak orang bergabung. Mereka ingin mengantar Lucien Evans untuk terakhir kali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.