Mahakarya Sang Pemenang

Jangan Menyerah, Nak! Bagian 1



Jangan Menyerah, Nak! Bagian 1

0

Manajer Terbaik: Tony Twain!

0

Seorang pria muda di kelas sedang asyik membaca koran yang dipegangnya, ketika tiba-tiba terdengar suara seorang gadis disampingnya, "Liu Wei."

Reaksi pertama pria yang terkejut itu adalah menyembunyikan koran ke bawah meja. Lalu dia melihat Yang Yan tersenyum sambil menutupi mulutnya."Yang Yan, kau mengagetkanku, tapi seharusnya kelas sedang berlangsung sekarang..."

"Jadi, kamu tahu kalau kita sekarang ada di kelas?" Yang Yan menunjuk ke koran di tangannya. "Bukannya kamu bilang kamu bukan penggemar Nottingham Forest?"

"Erm..." pemuda itu kembali membeberkan koran di atas meja. "Aku penggemar semua sepakbola. Dan karena manajer tim Forest sangat bersemangat tentang budaya Cina, tentu saja aku harus mendukungnya. Oh ya, bukannya dia mengundangmu untuk jadi tutor bahasa Cina-nya? Apa kau sudah menghubunginya?"

Yang Yan lupa tentang hal itu. Setelah diingatkan Liu Wei, dia ingat bahwa dia telah meletakkan selembar kertas itu di buku catatannya dan tak pernah membukanya lagi.

"Tidak, aku lupa." Dia menggelengkan kepalanya.

"Kau," Liu Wei memutar matanya, "benar-benar tega membiarkan seorang pria sopan merasa terluka?"

Yang Yan mengangkat bahu dan mengistirahatkan dagunya di tangannya. "Kenapa kalian semua berpikir dia pria yang sopan?"

Liu Wei mendorong koran itu ke arah Yang Yan. "Aku tidak pernah berpikir bahwa manajer sepakbola seharusnya menjadi gentleman yang sopan, terutama manajer-manajer berkualitas sangat bagus, seharusnya tidak begitu."

Setelah selesai berbicara, dia duduk diam dan berpura-pura seolah sedang mendengarkan kuliah dengan seksama.

Yang Yan merasa aneh, jadi dia melihat ke depan dan melihat dosen kelas ini, profesor universitasnya, Stanley Schecher, berjalan ke arahnya dengan ekspresi yang tidak menyenangkan.

Dia memelototi Liu Wei, yang berpura-pura seolah-olah tidak ada yang terjadi, Yang Yan hanya bisa menerima kenyataan bahwa dia tidak punya cara untuk menyembunyikan koran itu ke tempat lain.

"Yang, kupikir kau harus menjelaskan ini kepadaku... Jadi?" Schecher melirik koran di atas meja dan kemudian mengambilnya untuk melihatnya dengan cermat. Sepanjang percakapan itu, semua orang di kelas menatap mereka. Yang Yan menunduk dan tidak berani mengucapkan sepatah kata pun. Dia tahu bahwa Profesor Schecher sangat dikenal di universitas. Menentangnya bisa memperburuk konsekuensi yang akan diterimanya. Karena dia sudah melihat koran itu, sebaiknya Yang Yan mengaku bahwa dia sedang membaca koran selama jam kuliah.

Dia menunggu sampai Profesor Schecher akhirnya meletakkan koran. "Apa ini milikmu, Yang?"

Yang Yan melirik Liu Wei yang tampak serius dan mengangguk.

"Tidak buruk. Aku tidak tahu kau penggemar tim Forest. Datanglah ke kantorku hari Rabu pagi." Setelah memberikan hukuman pada Yang Yan, Profesor Schecher menatap Liu Wei lagi dan berbicara dengan suara dingin. "Liu, ganti tempat dudukmu selama sisa pelajaran."

Liu Wei tahu bahwa tindakannya sudah lama dilihat oleh si profesor. Dia menggelengkan kepalanya dan mengangkat bahu, lalu bangkit dan pergi ke kursi kosong di belakang ruangan.

"Oh ya, ngomong-ngomong," Schecher memanggil Liu Wei, "Aku penggemar Forest."

Ruang kelas, yang hening hingga beberapa saat yang lalu, tiba-tiba meledak dengan tawa riuh bercampur sorakan gembira dan tepuk tangan. Bahkan Yang Yan tak bisa menahan tawa saat dia melihat ekspresi tertegun Liu Wei.

Profesor Schecher kembali melanjutkan kuliahnya. Liu Wei juga dengan seksama memilih tempat duduk di baris terakhir dan mendengarkan kuliah lagi.

Yang Yan mengintip koran di atas meja.

Di bawah judul utama yang menarik perhatian adalah konten utama wawancara dalam bentuk poin:

Sebuah kecelakaan membentuk manajer terbaik yang pernah ada.

Kemenangan beruntun lima pertandingan yang tak terlupakan.

Tony Twain mengagumi peradaban Timur.

Tony Twain memuja peradaban Timur ....

Yang Yan menatap foto Twain di koran dan merasa terganggu.

Dengan kemenangan tim beruntun lima kali, semangat yang sedang tinggi, dan manajer terbaik bulan Februari, Tang En merasa ia dapat memberikan perhatiannya untuk mengurus orang lain.

Meskipun besok adalah pertandingan, Tang En memutuskan untuk mempercayakan latihan Tim Pertama kepada Walker dan Bowyer dan pergi ke tim remaja untuk mengecek. Dia berharap George Wood tidak membuatnya berada dalam masalah.

Dua puluh menit kemudian, Tang En berdiri di tempat latihan yang kosong, mengetuk kepalanya.

Hari ini adalah pertandingan Youth Cup FA, tim remaja Forest seharusnya sedang bertanding di City Ground sekarang. Kepalanya tidak mengingat informasi ini, benar-benar kacau.

Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Landy untuk mengatakan bahwa dia ingin diantarkan ke stadion City Ground.

Tempat parkir di luar City Ground tampak kosong. Akan jauh lebih sulit menemukan tempat parkir kalau seseorang datang terlambat besok. Saat Tang En keluar dari mobil, satu-satunya hal lain yang bisa didengarnya selain tepuk tangan yang tak terlalu keras, adalah suara peluit yang tajam.

Tampaknya pertandingan telah berlangsung selama beberapa waktu, dan dia bertanya-tanya bagaimana penampilan Wood.

Tang En mengakui dia menaruh harapan pada anak itu...

Ketika manajer Tim Pertama, Tony Twain, muncul di pinggir lapangan, orang pertama yang menyadarinya adalah para pemain di lapangan. David Kerslake mengikuti arah pandangan para pemain dan melihat Twain berjalan ke arahnya.

"Tony, apa yang kau lakukan di sini?" Kerslake bangkit untuk menyambutnya.

"Aku datang untuk melihat apa tim remaja punya pemain yang luar biasa," kata Tang En dengan ramah, mengambil tempat duduk yang diberikan padanya oleh asisten pelatih tim remaja dan duduk di sebelah David. Setelah asisten pelatih yang agak asing itu berjalan pergi, Tang En menunduk dan bertanya pada Kerslake dengan suara rendah, "David, apa anak itu membuat masalah bagimu?"

Kerslake tahu bahwa Twain pasti datang untuk anak itu. Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Dia berkelahi dengan rekan satu timnya hanya beberapa hari setelah dia bergabung."

Mendengar ini, Tang En mengangkat kepala dan menatap Kerslake dengan heran. "Kenapa kau tidak memberitahuku? Perkelahian itu tentang apa?"

Kerslake mengangkat bahu. "Hanya adu mulut, aku merasa tidak perlu memberitahumu. Seorang anggota tim mengejeknya dengan mengatakan dia 'dibesarkan oleh pelacur', kemudian dia tiba-tiba bergegas menghampiri, memukul, dan menjatuhkan anak itu ke tanah. Kalau orang-orang lain di sekitarnya tidak bertindak cepat, dia mungkin akan memukulnya beberapa kali lagi. Empat orang, Tony... empat orang pria mengeluarkan semua upaya mereka sebelum mereka bisa menahannya. Anak itu seperti banteng yang mengamuk."

Tang En mengangguk. "Dibesarkan oleh pelacur." Bersumpah serapah cukup umum di Inggris, seolah-olah itu ucapan "sialan." Di Cina, kadang-kadang kata semacam ini seperti "fungsi kata bantu ". Tapi, Sophia adalah orang yang paling penting bagi Wood. Dia jelas takkan membiarkan siapa pun menghinanya. Baik itu lelucon ataupun ucapan yang serius, Wood takkan membiarkan ibunya dihina. Insiden ini juga seolah mengingatkan Tang En bahwa dia tidak boleh menyumpahinya dengan menggunakan istilah seperti "dibesarkan oleh pelacur" atau "haram jadah," kalau tidak Wood pasti akan membunuhnya.

"Bagaimana perkelahian itu diselesaikan?"

"Orang yang memulai semua itu dibuang ke Notts County dengan harga sangat rendah."

"Itu tidak terlalu bagus, David ... Bagaimana skill pemuda yang dijual itu?"

"Dia cukup buruk. Dia tidak punya masa depan."

"Oh, bagus kalau begitu! Aku mendukung keputusanmu itu. Apa yang kau lakukan dengan Wood?"

"Aku menghukumnya dengan putaran, berlari 30 putaran." suara rendah Kerslake terdengar sedikit bersemangat. "Dia menyelesaikannya dengan mudah! Fred, pelatih kebugaran, sampai tercengang! Kebugaran fisik anak itu luar biasa!"

Tang En mengangguk, dia sudah menduga hasilnya. "David, lain kali jika kau ingin menghukumnya, kusarankan kau menyuruhnya lari 40 putaran dengan beban. OK, mari kita menonton pertandingan... Sudah berapa lama?"

"Hampir mendekati 70 menit."

Kedua pria itu mengalihkan pandangan mereka ke lapangan. Karena manajer Tim Pertama menonton di pinggir lapangan, para pemain tim remaja Forest bermain dengan penuh semangat, berharap bisa membuatnya terkesan dan menjadi seorang pemain Tim Pertama. Sama seperti Jenas, Dawson, dan Reid.

Papan skor di tepi lapangan menunjukkan skor pertandingan sejauh ini: 1: 0. Tim tuan rumah Nottingham Forest lebih unggul dari tim remaja West Ham yang dijamunya.

Tang En dengan mudah menemukan George Wood di lapangan. Setelah beberapa bulan dilatih, skill dasarnya cukup baik, tapi... sebagai seorang striker, kesadaran tentang posisinya hampir tidak berubah dari dua bulan yang lalu.

"David, apa menurutmu Wood punya potensi menjadi striker?" Dia mengutarakan keraguan yang selalu ada di benaknya.

"Aku baru akan membicarakan ini denganmu, Tony." Kerslake bergeser di kursinya dan kembali merendahkan suaranya. "Dua bulan latihan, sebagian besarnya aku membuatnya melakukan latihan dasar, karena aku sadar bahwa standar kemampuan menembak bolanya sangat buruk."

"Oh?"

"Selama latihan menembakkan bola, bahkan jika mulut gawang itu kosong, dia tidak bisa mencetak satu gol dari sepuluh bola. Kita bahkan tidak berbicara tentang menggiring dan menembakkan bola untuk mencetak gol. Dia sama sekali tidak tahu bagaimana cara menembakkan bola, aku harus mengajarinya. Tapi... sialnya, temperamen anak ini buruk sekali. Dia sama sekali tidak mau mendengarkan, dia ingin melakukannya dengan caranya sendiri. Kalau bukan karena kau yang meminta, aku mungkin sudah mengusirnya."

Ada kesenjangan besar antara evaluasi sebelum dan sesudah ... Dia barusan mengatakan kebugaran fisiknya sangat baik, dan sekarang dia bilang dia ingin mengusirnya.

"Kalau saja striker utama kami, Jeffrey, tidak cedera karena dijegal lawan, aku takkan memasukkannya. Tony, kalau kau menonton beberapa pertandingan pertamanya, kau akan setuju denganku. Ya Tuhan, membiarkannya bermain di lini depan hanya akan mengacaukan serangan kita," Kerslake terus mengomel.

Tang En mengisap giginya setelah mendengar itu semua.

"Kapan dia dimasukkan?"

"Sekitar 10 menit yang lalu."

"Apa kau punya statistik pemainnya?"

Kerslake memanggil kembali si asisten pelatih, yang baru saja berjalan pergi, mengajukan pertanyaan, dan kemudian menggelengkan kepalanya. "Hampir dua belas menit, tidak ada tembakan ke gawang, tidak ada operan yang sukses, tidak ada sundulan bola, tidak ada pelanggaran yang dilakukan, tidak ada pelanggaran yang diterima, tidak ada apapun ..."

Tang En melirik ke arah lapangan, mengerutkan kening sambil memandang George Wood, yang sedang bekerja keras, tapi gagal dalam memahami permainan. Kata-kata David Kerslake terngiang di telinganya.

Nak, apa ini masa depanmu?

Mungkin memang aku tidak memiliki mata tajam seorang manajer profesional ... George sama sekali tidak cocok untuk sepak bola profesional. Ini sangat kejam baginya, aku memberinya mimpi yang sangat besar dan indah, dan sekarang aku harus memberitahunya untuk bangun dari mimpi itu? Berpura-pura peduli dan memberi tahunya, "George, kupikir akan lebih baik bagi masa depanmu kalau kau kembali menjadi tenaga pindahan..." Setelah melihat apa yang terjadi di keluarga George, Tang En merasa dia takkan bisa mengucapkan kata-kata itu.

Dia bukan orang penuh belas kasih yang berusaha menyenangkan hati semua orang. Tapi, saat melihat ibunya yang kuat dan optimis itu, Tang En merasa bahwa apa pun yang terjadi, ia ingin George Wood berhasil, jadi ia mampu membayar perawatan ibunya sendiri. Seorang putra yang bekerja sebagai tenaga pindahan, berpenghasilan dua ratus pound seminggu, dan bahkan tidak punya cukup uang untuk perawatan dan obat-obatan ... Itu tidak boleh menjadi masa depan ibu yang cantik itu.

Tapi apa yang bisa dia lakukan? Seorang pemain bintang bukanlah seseorang yang bisa dimunculkan oleh seorang manajer. Semua itu terserah pada si pemain. Bakat dan kerja keras sangatlah penting. Wood memang bekerja keras, tapi dia tidak punya bakat.

Kerslake menyadari bahwa Twain tiba-tiba berhenti berbicara. Dia hanya mengerutkan kening dan menatap ke arah lapangan. Dia tidak tahu apa yang dipikirkan pria itu, jadi dia tidak mengganggunya dan hanya menonton pertandingan dalam diam.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.