Mahakarya Sang Pemenang

Apakah Sepakbola Lebih Penting Daripada Hidup Dan Mati? Bagian 2



Apakah Sepakbola Lebih Penting Daripada Hidup Dan Mati? Bagian 2

0

"Aku ingat Michael mengatakan dia tidak ingin putranya diganggu oleh media." Tang En mengerutkan dahi saat dia berdiri di depan Pierce Brosnan.

0

"Twain. Tuan Twain, Anda, Anda salah paham." Brosnan membungkuk untuk mengatur napas saat dia berdiri di depan Twain. Dia sangat lelah sampai-sampai dia tak bisa berbicara dengan benar. "Aku tidak datang ke sini untuk wawancara."

Dia membentangkan tangannya untuk menunjukkan bahwa dia tidak membawa kamera, dan dia juga tidak membawa pena perekam yang digunakan untuk wawancara.

"Bahkan ponselku juga kehabisan baterai. Aku hanya, aku hanya ingin meletakkan bunga sebagai penghormatan."

"Tapi kalian tidak saling kenal." Tang En tak berniat memberi jalan padanya.

"Gavin adalah penggemar Forest. Aku juga."

Kedua pria itu saling memandang. Tang En berpikir sejenak dan kemudian bertanya, "Apa laporan tentang kerusuhan fans di Evening Post ditulis olehmu?"

Brosnan tidak menduga Twain akan mengajukan pertanyaan seperti itu. Dia terdiam sejenak dan kemudian menggelengkan kepalanya."Tidak, aku dikirim ke Newcastle untuk wawancara. Aku baru mendengarnya setelah aku kembali."

Tang En melangkah ke samping dan berkata padanya, "Silakan. Pemakamannya hampir berakhir."

Brosnan berterima kasih pada Twain dan kembali berlari menuju ke tempat pemakaman. Tang En memandangi jurnalis muda yang baru saja menjadi jurnalis tetap itu, dan dia berpikir, ternyata masih ada juga orang-orang yang baik di media.

Karena Tang En hidup sendirian dan tidak pilih-pilih makanan, ia sering menyelesaikan masalah makan di bar Burns. Tapi hari ini, dia tidak meminta Burns untuk memberinya makanan. Sebaliknya dia minum segelas demi segelas di bar yang bahkan belum dibuka untuk bisnis.

Burns tidak menyuruhnya berhenti. Di satu sisi, dia tahu bahwa Twain adalah seseorang yang kuat minum. Di sisi lain, bagaimana dia bisa menyuruhnya berhenti saat ini? Dia hanya membiarkannya melampiaskan perasaannya.

Saat Tang En mulai mabuk, Michael masuk.

"Ah, Michael! Kau disana rupanya... Pertandingan besok, kau, kau akan datang dan menonton, kan ... Benar kan?" Tang En tersenyum, dan bicaranya sudah seperti orang yang mabuk berat.

Michael Bernard memandang Twain, tapi dia tetap diam.

Senyum di wajah Tang En menghilang. Dia menatap Michael dan berkata, "Michael, kau ... ada yang mau kau katakan?"

"Tony, aku takkan menonton pertandingan besok."

Tang En mengangguk. "Aku mengerti, kau hanya ..."

"Aku tidak akan pernah menonton lagi."

"Apa?" Tang En mengira dia salah dengar.

"Terima kasih." Michael mengambil gelas bir yang dibawakan Burns, dan kemudian menoleh untuk melihat ke arah Twain dan bertanya, "Apa kau mau dengar satu cerita, Tony?"

Saat tim Forest yang dipimpin Brian Clough menyapu bersih seluruh Inggris dan dunia sepakbola Eropa, Michael Bernard baru saja berusia 20 tahun. Seperti kebanyakan anak muda seusianya, energinya seperti energi seekor kuda jantan muda, dan ia memiliki semangat juang yang kuat. Dia suka menggunakan tinjunya untuk memamerkan kejantanannya.

Dia dan John mendirikan geng, "Naughty Forty", dan hanya fans fanatik Forest yang diterima dalam geng itu. Sebelum Mark Hodge, dia adalah pemimpin geng. John dan Bill adalah tangan kanannya. Mereka bertiga selalu berada di garis depan dalam setiap perkelahian. Mereka sama sekali tidak takut dengan batu bata yang dilemparkan ataupun tongkat kayu yang diacungkan oleh lawan mereka. Mereka merasakan tahun-tahun kegemilangan tim dengan berkelahi di semua tempat.

Jika penggemar tim lawan berani menghina tim Forest, mereka akan berkerumun dan memukuli mereka. Bahkan pada pertandingan tandang, mereka tetap akan berkelahi. Mereka bangga dengan kontribusi mereka terhadap kehormatan tim. Mereka juga bangga memiliki anggota seperti mereka.

Apakah mereka hooligan sepakbola? Tidak, mereka takkan pernah mengakuinya. Mereka menganggap diri mereka sebagai penggemar Forest yang paling setia dan yang paling mencintai tim mereka.

Michael tidak merasa bahagia di luar pertandingan. Dia sudah berulang kali berganti pekerjaan, tapi merasa sulit bertahan dalam pekerjaan-pekerjaan itu karena sifatnya yang keras dan karakternya yang meledak-ledak. Tapi dia tidak peduli soal itu. Dia hanya peduli tentang kehormatan gengnya, prestasi tim yang didukungnya, dan diskusi yang mengasyikkan tentang kehidupan pribadi si manajer, Clough dan para pemain.

Dia terus hidup seperti itu selama 10 tahun. Dalam kurun waktu 10 tahun itu, mereka berkumpul untuk terus berkelahi demi tim Forest. Dan mereka percaya bahwa perkelahian mereka akan terus terjadi hingga mereka tak lagi bisa mengacungkan tinju mereka.

Tapi kehidupan itu berubah total pada sore hari tanggal 15 April 1989.

"Tahun itu, kita bisa dengan mudah mencapai babak semi-final Piala FA, dan lawan kita adalah Liverpool yang saat itu merupakan tim yang sangat kuat. Tapi, sebelum pertandingan dimulai, tak ada yang mengira kita akan kalah dari mereka. Sebaliknya, para pemain Liverpool itu takut pada kita. Kau pasti berpikir itu aneh, kan? Kenapa? Karena kita punya Clough! Orang-orang Liverpool akan gemetar saat mendengar nama itu." Saat Michael berbicara, dia tampak seolah tengah kembali ke 14 tahun yang lalu.

Tang En tidak berbicara. Dia hanya mendengarkan dengan tenang saat Michael menceritakan kisah itu. Dia bahkan tidak peduli dengan gelasnya yang kosong.

"Sebelum pertandingan, kami semua sedang berada dalam semangat juang yang tinggi, dan semua orang ingin agar kita mengalahkan Liverpool, melangkah ke final, dan kemudian membawa pulang trofi yang berkilauan itu. Apa kau tahu ... Kita belum pernah memenangkan Piala FA dalam 30 tahun. Clough sudah memenangkan semua kejuaraan yang bisa dimenangkannya di dunia kecuali Piala FA. Kau tahu betapa kami sangat menginginkannya." Michael menatap Twain dan melihatnya mengangguk sebelum kemudian melanjutkan.

"Aku masih ingat hari itu. Hari itu adalah hari yang cerah. John dan aku, kami sudah berangkat tiga jam sebelum pertandingan bersama dengan anggota yang lain dari Nottingham ke Sheffield, untuk mempersiapkan semuanya dan menunggu pertandingan dimulai." Michael mulai berbicara lebih lambat. Ingatan itu terlalu menyakitkan baginya. Dalam kurun waktu yang sangat lama, ingatan itu telah menghantuinya seperti mimpi buruk.

"Kami berada di bagian kedua tribun, dan bagian ketiga di sebelah kami adalah tribun untuk para penggemar Liverpool. Pada saat itu, kupikir itu adalah kesempatan yang sangat bagus bagi kami untuk mengejek mereka sepanjang pertandingan." Ketika dia mencapai titik ini, Michael berhenti bicara untuk waktu yang lama. Tapi Tang En sudah bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.