Mahakarya Sang Pemenang

Tim Tamu, Millwall Bagian 3



Tim Tamu, Millwall Bagian 3

0

Setelah ketiga pria itu memisahkan diri, para pelatih dan tim dokter di area teknis semuanya datang menghampiri untuk memberi ucapan selamat kepada Twain. Ini adalah musim pertama Twain sebagai manajer Tim Pertama, dan dia telah menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik daripada yang diperkirakan banyak orang. Dari tim yang semula berada di posisi tengah klasemen saat ia mengambil alih kepemimpinan di tengah musim hingga saat ini dimana tim memenuhi syarat untuk mengikuti babak playoff, bisa dikatakan bahwa Twain telah memainkan peranan besar di dalamnya.

0

Manajer adalah jiwa sejati tim. Seorang manajer yang baik bisa memberikan masa depan yang cerah bagi tim, dan manajer yang buruk hanya akan membawa mereka ke neraka yang gelap. Tang En jelas termasuk manajer yang baik. Sekarang semua orang di tim terkagum-kagum pada orang yang dulu pernah cedera di kepalanya. Cibiran menghina yang harus ditanggungnya saat pertama kali mengambil alih tim, sudah tak pernah terdengar lagi.

Aturan sepakbola profesional itu sederhana: kalau kau bisa menang, kau akan mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Selain itu semuanya hanya omong kosong. Dari mana ketenaran seseorang berasal? Apa status seseorang? Bagaimana seseorang bisa menambah koneksi? Semua itu bergantung pada kemenangan dan skor. Tidaklah mungkin seorang pecundang sejati memiliki semua itu.

Melihat bagaimana orang-orang di sekitarnya telah mengubah sikap mereka, dan mendengarkan sorakan bergemuruh dari tribun, Tang En sangat yakin bahwa jalan yang dipilihnya memang benar dan bahwa keyakinannya juga benar.

Aku memang seharusnya bekerja di bidang ini, dan aku pantas mendapat kemenangan.

Kedua manajer tim terlihat sangat santai di konferensi pers pasca-pertandingan karena hasil pertandingan ini cukup adil bagi kedua tim. Tim yang perlu bermain di playoff menerima tiga poin yang bisa meningkatkan semangat mereka, sementara tim yang satunya tak punya ambisi. Bagi tim yang terakhir ini, tidak ada bedanya antara tiga poin dan nol poin.

Hanya Pierce Brosnan, yang duduk di kursi wartawan dan menyaksikan reporter lainnya saling berebutan untuk mengajukan pertanyaan, menganggap pemandangan ini ironis.

Di atas panggung konferensi pers, kedua manajer tim bercanda dan tertawa bersama, saling menyanjung, dan berbicara bergiliran. Hubungan mereka terlihat sangat baik seolah-olah mereka adalah teman lama yang sudah saling kenal selama bertahun-tahun.

Dan di beberapa sudut yang tak terlihat oleh mereka, para penggemar dari kedua belah pihak pasti sedang memancing terjadinya perang berdarah dengan saling baku hantam demi kemuliaan tim mereka masing-masing...

Brosnan menduga bahwa fans Millwall, yang sudah terlalu banyak minum, tidak akan meninggalkan Nottingham dengan tangan kosong. Dia juga khawatir bahwa seandainya para fans Millwall itu ingin pulang, para fans Forest yang sama mabuknya akan berusaha membuat mereka tetap tinggal.

Para hooligan sepakbola tidak berani berkelahi di dekat stadion karena lingkungan di sekitar stadion City Ground diawasi dengan kamera pengawas. Tapi kamera-kamera semacam itu akan tersebar di mana saja di Kota Nottingham.

Tim yang mengejar kemenangan adalah demi kejayaan, dan para fans juga memberikan yang terbaik bagi tim mereka untuk mengejar kejayaan yang sama. Sekelompok hooligan sepakbola yang berkelahi dengan kelompok hooligan sepakbola lainnya juga mengejar kejayaan. Kenapa kata yang sama memiliki makna yang berbeda dan menyebabkan perilaku yang sangat berbeda?

Bahkan Pierce Brosnan, orang Inggris sejati, tak bisa memahami fenomena itu.

Forest Bar milik Kenny Burns selalu ramai seperti biasanya, bahkan lebih ramai daripada pertandingan sebelumnya karena pertandingan resmi telah berakhir untuk musim laga ini. Pada kesempatan ini, banyak orang akan minum alkohol di bar langganan mereka dan mendiskusikan musim laga yang baru saja berakhir dengan teman-teman mereka. Dan jika tim mereka telah mencapai hasil yang baik, pemilik bar pasti akan tersenyum lebar.

Meski bukan pertama kalinya bagi Tang En dan yang lainnya untuk datang ke bar ini, fans di lingkungan itu tahu bahwa bar milik Burns adalah tempat favorit bagi beberapa pelatih Forest. Tapi hari ini tidak seperti biasanya. Dari sejak saat mereka muncul di bar, mereka telah menjadi fokus perhatian semua orang. Semua orang membicarakan tentang separuh musim ajaib dimana Twain memimpin sebagai manajer pengganti, dan semua orang yang melihatnya akan mengangkat gelasnya tinggi-tinggi dan bersulang untuknya.

Ego Tang En merasa sangat puas, dan dia suka menjadi pusat perhatian dan topik pembicaraan.

Saat dia mengumumkan dengan penuh semangat bahwa dia akan membayar minuman semua orang disana malam itu, suasana di bar mencapai klimaksnya. Semua orang memuji kemurahan hati Twain dan berbicara tentang prestasi yang dicapainya. Orang-orang yang minum terlalu banyak membandingkan Twain dengan Brian Clough.

Saat itu suasana bar benar-benar hidup ketika tiba-tiba pintu terbanting terbuka dan terdengar suara sumbang yang bertolak belakang dengan suasana gembira saat itu. Si pendatang yang bergegas masuk segera saja menjadi fokus perhatian semua orang.

Apa itu Mark Hodge lagi? Tang En berpikir sayang sekali Michael tidak ada di sini. Lalu dia mendongak, dan yang bisa dilihatnya hanyalah perut yang buncit.

"Hei! John!" Tang En berdiri dengan gelas terangkat dan dengan suara keras mengejek pria gemuk itu. "Lihatlah dirimu, kau berkeringat dan kelihatan menyedihkan! Apa kau sedang diburu?"

Kata-katanya membuat orang-orang lain tertawa.

"Di mana Michael? Kalian berdua selalu bersama." Tang En melihat ke arah pintu, tapi tak ada orang lain yang masuk. "Kalau dia tidak punya Gavin kecil yang lucu itu, aku pasti akan bertanya-tanya apa sebenarnya hubungan kalian berdua."

Menghirup napas panjang, John, yang tadinya terengah-engah, berangsur pulih. Dia menyandarkan tubuh besarnya di meja bar, menundukkan kepalanya, dan menyela ucapan Twain dengan pelan, "Tony, Gavin mengalami kecelakaan ..."

"1 April sudah berakhir, John." kata Tang En sambil meringis.

John tidak menjawabnya, tapi tetap terengah-engah dengan kepala tertunduk. Bahkan di bar yang bising, suara napasnya sangat keras. Tang En berdiri di depannya, dengan gelas minuman di tangannya, dan senyumnya perlahan memudar.

Dari apa yang didengarnya. Itu bukanlah suara terengah-engah. Itu adalah suara tangisan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.