Mahakarya Sang Pemenang

Pikiran Seorang Manusia Biasa



Pikiran Seorang Manusia Biasa

0Thiago Silva merasa agak tertekan belakangan ini karena dia sadar bahwa posisinya di ruang ganti sedang terancam. Ancaman itu bukan berasal dari rekan setim yang sering menghabiskan waktu denganya, melainkan dari manajer kuat yang baru kembali ke tim.      
0

Dalam jangka waktu dua hari, Twain sudah berbicara pada banyak pemain secara pribadi. Mereka semua adalah pemain yang baru bergabung setelah dia meninggalkan Forest, tapi dia tidak meminta untuk berbicara dengan Silva. Bagi Silva, sudah jelas bahwa dia berada di urutan bawah di benak Twain...      

Selain itu, ada alasan lain mengapa dia merasa tidak aman. Itu karena para pemain yang biasanya bergaul dengannya perlahan mulai menjauh darinya dan dia merasa dia bukan lagi anggota inti di ruang ganti pemain.      

Usia 33 tahun bukanlah usia yang bisa membuat bek tengah tidak bisa bermain karena pengalamannya akan bisa memberinya kesadaran posisi yang baik dan menebus penurunan kemampuan fisiknya. Tapi, Silva bisa merasakan bahwa manajer baru ini jelas meremehkannya, dan tidak berencana untuk menurunkannya. Forest kalah dari Aston Villa dalam pertandingan tandang yang lalu dan media memfokuskan kritik mereka terhadap serangan tim, karena mereka yakin bahwa tim Forest kalah bukan karena pertahanan yang buruk, melainkan karena kurangnya serangan yang tajam. Dia tidak bisa menyangkalnya karena itu memang faktanya.      

Silva masih punya dua tahun tersisa dalam kontraknya dengan klub. Tadinya dia berencana untuk memenuhi kontraknya dan pensiun setelahnya. Tapi, kelihatannya tidak ada yang ingin dia tetap tinggal meski dia masih ingin berada di dalam tim...      

Dia ingin mengingatkan Twain tentang statusnya di dalam tim, tapi dia tidak bisa menemukan alasan dan kesempatan yang tepat untuk melakukannya. Karenanya, dia memutuskan untuk terus menunggu dan mengamati dari luar. Kalau hasilnya buruk, pasti akan ada suara-suara ketidaksenangan terhadap manajer. Ketika itu terjadi, dia bisa memberinya tambahan...      

Twain baru saja kalah dan kalau dia terus kalah di pertandingan kandang yang berikutnya, hari yang dinantikan Silva akan segera datang.      

Bagaimanapun juga, Forest tidak memenangkan apa-apa selama beberapa musim terakhir, tapi mereka memiliki sejumlah manajer baru. Dia tidak keberatan mendapatkan manajer baru lagi.      

※※※     

"Kita sudah berlatih pertahanan sepanjang minggu. Ada beberapa pemain yang khawatir kita tidak akan bisa memecahkan masalah daya gempur yang kurang memadai," David Kerslake melaporkan kekhawatiran para pemain yang telah dikumpulkannya untuk Twain.      

"Bagaimana itu mungkin? Kita sudah mengatur latihan serangan selama latihan rutin," Twain mengangkat bahu. "Baiklah, aku harus mengakui bahwa pola serangan kita jauh lebih sederhana dibandingkan sebelumnya... Tapi, dibawah situasi saat ini, semakin sederhana, semakin efektif. Mereka seharusnya memahami ini selama pertandingan nanti."     

Twain tidak berbicara lagi melainkan kembali ke data yang sudah dikumpulkannya dan melanjutkan menganalisa calon lawannya.      

Kerslake memandang Eastwood disampingnya dan menggelengkan kepalanya. Sepertinya mereka hanya bisa berharap untuk menang di kandang sendiri. Kalau mereka kalah, mereka akan dihantam gelombang kritik. Dia yakin Twain sudah tahu itu.      

Twain berpikir sejenak sebelum mengangkat kepalanya dan sadar bahwa dua asisten manajernya masih ada disana, dan kelihatannya dia baru saja teringat akan sesuatu. Dia melepaskan kacamatanya dan berkata, "Oke, aku akan menjelaskannya sendiri pada mereka selama pertemuan taktis sore ini."     

Saat itulah kedua asisten manajernya melangkah pergi seolah beban besar telah terangkat dari pundak mereka.      

Twain menganggapnya lucu saat dia memandang punggung keduanya. Sepertinya ada banyak tekanan pada dirinya. Semua orang yang peduli padanya ingin agar dia menang sementara mereka yang membencinya sudah tidak sabar lagi menunggunya kalah di kandang mereka sendiri...      

Bisakah dia merasakan tekanan yang dibawa oleh beban itu?     

Twain meletakkan tangannya ke sisi kiri dadanya. Jantungnya berdetak cukup cepat.      

※※※     

Selama pengarahan taktis di sore hari, Twain mengumpulkan semua pemain dan mulai menjelaskan taktik untuk pertandingan yang akan terjadi dua hari lagi, serta tujuan dari latihan yang dilakukan selama beberapa hari terakhir.      

"Apa ada diantara kalian yang merasa bahwa kurangnya daya serang kita takkan berubah karena kita hanya berlatih bertahan sepanjang minggu? Apa benar begitu?" Twain bertanya pada para pemainnya sambil berdiri di depan papan tulis. Tapi, tidak ada yang menjawab pertanyaannya.      

Mengeluh diam-diam adalah satu hal, tapi mempertanyakan manajer secara terbuka adalah hal yang lain...      

"Tapi kita juga melakukan latihan serangan," kata Twain, mengangkat tangannya. "Bukankah Mario diposisikan sebagai striker kedua? Dan pola serangan di sayap... Apa kalian menganggap serius latihan kita?"     

"Ya, boss!" Para pemain lama tahu bahwa segalanya akan jadi runyam kalau mereka tidak mengatakan apa-apa setelah Twain mengerutkan kening, jadi Bale bangkit berdiri untuk berbicara.      

'Kalau begitu, kenapa kalian masih mengira kita akan kekurangan daya serang?" tanya Twain lagi. Dia memandang Bale karena dialah satu-satunya yang tampak menonjol.      

Bale yang malang tidak tahu apa yang harus dilakukan atau dikatakannya saat itu.      

"Taktik ini terlalu sederhana, akan sangat mudah bagi mereka untuk melihat niatan kita." Seseorang akhirnya menjawab pertanyaan Twain, tapi itu bukan Bale. Itu adalah seseorang di belakangnya.      

Twain sedikit memiringkan kepala untuk melihat siapa yang berbicara sementara Bale bergeser ke satu sisi.      

Wajah Thiago Silva muncul dalam pandangan Twain.      

Twain tidak terkejut. Dia punya perasaan bahwa pemain Brasil itu pasti mencari kesempatan lain untuk melemahkan otoritasnya. Ini adalah peluang yang bagus baginya.      

Twain menatap Silva dan bertanya padanya, "Sebelum aku datang kemari, sepakbola yang kalian mainkan sangatlah rumit. Tingkat penguasaan bola bisa mencapai tujuh puluh persen, serangan kalian tampak memikat, dan kalian semua memiliki keuntungan diatas kertas... Bagaimana hasilnya?"     

Silva tidak bisa menjawabnya. Hasil yang mereka peroleh sebelum ini memang menyedihkan, semua orang tahu itu.      

Tapi, pertanyaannya adalah, apa hasil yang mereka peroleh meningkat setelah kedatangan Twain? Kalau mereka dinilai berdasarkan pertandingan sebelum ini, maka jawabannya adalah tidak. Tapi, Silva tidak bisa terus meragukan Twain seperti ini. Bagaimanapun juga, Twain adalah manajer mereka saat ini dan kecuali Silva sudah siap untuk menentangnya terang-terangan, tidaklah bijak untuk melanjutkan argumen ini.      

Dengan bijak, Silva memilih untuk menutup mulut dan menonton. Dia menunggu kesempatan berikutnya dengan tenang.      

"Aku setuju bahwa taktik ofensif yang kalian praktekkan mungkin terlalu sederhana, tapi di situasi kita saat ini, kurasa tidak akan cocok bagi kita untuk menyerang seolah-olah kita sedang berada dalam pertunjukan. Apa yang kita butuhkan adalah gol, bukan lima puluh operan diluar kotak penalti lawan sebelum kemudian mengopernya ke kiper lawan. Simpel dan langsung. Itulah persyaratan untuk kalian saat menyerang. Striker kita cukup jangkung untuk menjadi ancaman ketika memperebutkan bola atas, itulah sebabnya aku ingin kalian lebih sering mengumpan dari sayap. Kalau Mitchel bisa menembak ke gawang, itu bagus. Kalau dia bisa mengoper bola untuk Balotelli atau pemain gelandang manapun yang bergerak maju, itu juga bagus. Aku tidak ingin striker kita selalu memunggungi gawang dan bertarung satu lawan satu dengan lawan. Tidak perlu melakukan itu!"     

Twain mengayunkan tangannya. "Kita punya keunggulan di udara, kenapa melawan mereka di atas tanah?"     

"Kita akan menyerang balik, bukan menyerang habis-habisan. Ada kalanya hanya akan ada dua orang, atau mungkin tiga orang yang bergerak maju ketika kita memiliki kesempatan untuk menyerang balik. Dalam situasi semacam ini, menemukan cara tercepat untuk mengoyak lini pertahanan mereka dan mendapatkan ruang untuk menembak adalah hal yang harus kalian lakukan."     

Di dalam tim Forest saat ini, tidak banyak yang merasakan hari-hari ketika Twain masih mengelola tim. Serangan balik defensif adalah ciri khas tim Forest saat itu. Kalau tim ini masih tim yang sama seperti saat itu, maka Twain tidak perlu mengatakan semua ini di hadapan mereka. Bagi tim itu, semuanya sudah biasa.      

Situasinya berbeda sekarang. Ada terlalu banyak pemain baru dan mereka harus mendengar ucapan Twain ini. Kalau tidak, kalau mereka ragu-ragu di lapangan dan tidak sejalan dengan taktik manajer, mereka pasti akan kalah...      

"Kalau kita bisa mencetak gol dengan satu operan, kenapa kita harus mengoper bolanya tiga kali? Kalau kita bisa menembak setelah tiga operan, kenapa kita harus mengoper bolanya bolak-balik sebanyak dua puluh kali? Filosofi sepakbolaku adalah tentang efisiensi. Segala hal yang bisa memperlambat permainan atau membuat kita melewatkan kesempatan bagus takkan sejalan denganku. Itulah sebabnya kenapa aku berharap kalian bisa mengubah gaya permainan kalian. Mustahil bagiku untuk mengakomodasi kalian, guys. Di tim ini, hanya ada satu jalan!" kata Twain sambil menunjuk ke kakinya.      

Meski dia baru kembali mengelola tim sekitar seminggu yang lalu, kelihatannya dia lebih seperti master tempat ini dibandingkan dengan para pemain yang sudah berada disini selama empat tahun.      

Dia memang Raja Wilford. Ini adalah halaman belakangnya.      

Twain berhenti sejenak setelah selesai berbicara. Dia mengamati para pemain. Tidak ada orang lain yang berdiri untuk membantahnya dan dia merasa puas dengan itu.      

"Karena tidak ada yang punya pendapat lain, mari kita bicarakan tentang taktik kita untuk pertandingan mendatang secara lebih mendeil. Bola-bola panjang dan umpan-umpan silang..."     

※※※     

Banyak orang percaya bahwa tim Twain takkan pernah bisa memenangkan pertandingan di Stadion Crimson dan paling-paling mereka hanya berhasil mendapatkan hasil imbang. Nada suara yang digunakan oleh media lokal di Nottingham memberikan kesan bahwa "bahkan hasil imbang akan menjadi hasil yang bagus untuk Nottingham Forest saat ini."     

Nottingham Evening Post, yang dulu menjadi sekutu setia Tony Twain, tampak kesulitan dalam menyesuaikan diri setelah empat tahun dan mereka tidak tahu bagaimana cara bisa sejalan dengan Twain lagi.      

"Bahkan hasil imbang akan menjadi hasil yang bagus untuk Nottingham Forest saat ini" adalah artikel yang dituliskan oleh Pierce Brosnan sendiri.      

Sebenarnya, Brosnan merasa tidak sangat nyaman setelah artikelnya dipublikasikan karena dia menunggu Twain menghubunginya dan memarahinya. Tapi, hingga hari pertandingan, tidak ada panggilan telepon dari Twain.      

Dia mengira Twain terlalu sibuk dan tidak membaca artikel itu. Ini sedikit membuatnya kecewa...      

Bukan berarti Twain tidak membaca artikel itu. Sebenarnya, dia membacanya tiga kali. Beberapa tahun yang lalu, dia pasti akan langsung mengangkat telepon dan menghubungi Brosnan untuk menegurnya, memberitahunya agar tetap sejalan dengan timnya. Tapi, kali ini Twain tidak melakukannya. Salah satu alasannya adalah karena mentalitasnya telah berubah setelah mengalami begitu banyak hal. Alasan yang lain adalah tim ini akan menjadi milik Dunn. Dia hanyalah manajer transisi, jadi kenapa pula dia mau menentang media lokal?     

Media lokal dari Nottingham memang sedikit bias terhadap Twain dan artikel-artikel yang mereka tulis masih cukup ramah. Media dari luar kota tidak seramah ini dan menulis segala hal yang bisa mereka pikirkan untuk menghina Twain, lalu menunggu untuk menonton Twain mempermalukan dirinya sendiri di rumah.      

"Aku sudah bisa membayangkan sorakan yang akan diterima Twain saat dia kembali ke Stadion Crimson. Sorakan itu pasti akan memekakkan telinga. Tapi yang membuatku tertarik adalah perlakuan yang akan diterimanya setelah 90 menit," kata Carl Spicer dalam acaranya sebelum pertandingan dimulai. "Sama seperti bagaimana sekuel yang dibuat dari kebanyakan film klasik itu jelek, naskah buruk seperti kembalinya sebuah legenda biasanya tidak akan berakhir baik. Oh? Apa aku baru saja mengakui kalau dia seorang legenda? Yah, karena dia memimpin timnas meraih kemenangan Piala Dunia, dan dia hampir saja diberi gelar kehormatan oleh Ratu, kurasa dia memang bisa dianggap sebagai seorang legenda... Tapi itu tidak penting. Semua itu sudah menjadi masa lalu. Selain membantunya menstabilkan ruang ganti dan memberikan lebih banyak perhatian kepada tim, reputasinya tidak menjamin timnya akan menang. Ketika dia mengalami kekalahan beruntun, reputasinya akan menjadi hal terakhir yang meruntuhkan semuanya... Aku tidak mencoba menjadi perusak suasana, dan aku yakin Tn. Twain akan setuju denganku, kan? Ha!"     

Spicer adalah perwakilan kuat dari kubu anti-Twain, dan dia juga seseorang yang tidak suka berbasa basi.      

Suara keraguan mencapai puncaknya dan melanda Nottingham Forest sebelum mereka menjamu Middlesbrough di kandang. Suara-suara itu hanyalah gosip biasa seperti "Nottingham Forest yang sekarang tidak sama seperti Nottingham Forest dulu, Tony Twain yang sekarang tidak sama seperti Tony Twain yang dulu", "Para fans Nottingham Forest seharusnya tidak memuja satu orang secara membabi buta dan sebaiknya mereka tidak terlalu banyak berharap", "Middlesbrough lebih tinggi dari Nottingham Forest dalam hal peringkat di liga, dan meski mereka bermain di kandang, pertama-tama Forest harus memikirkan tentang bagaimana supaya mereka tidak kalah dan bukannya memikirkan tentang kemenangan."     

"Secara logis, mereka memang benar," Masih ada sekitar setengah hari sebelum pertandingan dimulai di sore hari. Tim sedang beristirahat di hotel tempat mereka menginap dan Kerslake sedang menikmati secangkir kopi dengan Twain, mengobrol untuk melewatkan waktu. Kerslake sedang berbicara tentang suara-suara negatif dari media.      

"Itu benar, bicara secara logis," Twain mengangguk dan berkata, "Tapi semua ini adalah pikiran orang-orang biasa. Sekarang, apa kau tahu kenapa beberapa diantara mereka adalah manajer yang gagal dan hanya bisa mencari nafkah dengan berbicara?"     

Kerslake tidak bisa bereaksi selama sesaat.      

Twain melanjutkan, "Orang-orang yang mengira paling-paling kita hanya bisa mendapatkan hasil imbang pasti akan terbukti salah. Orang-orang yang mengira kita akan kalah pasti harus memakan topi mereka. Orang-orang biasa? Ha, sayangnya aku bukan salah satu dari mereka!"     

Dia mendengus sambil memandang para reporter diluar, yang ingin masuk tapi tidak bisa.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.