Mahakarya Sang Pemenang

Pergi? Itu Akan Jadi Masalah



Pergi? Itu Akan Jadi Masalah

0Bill Shankly adalah pelatih sepakbola terbesar pada masanya. Dia telah membawa Liverpool yang tadinya tak dikenal ke level tim sepakbola Championship. Dia telah meninggalkan banyak frase terkenal di bidang sepakbola, yang paling dikenal luas, tentu saja adalah "Sepakbola tidak ada hubungannya dengan hidup dan mati. Sepakbola jauh lebih tinggi daripada hidup dan mati."     
0

Tapi, tiba-tiba saja dia mengumumkan pengunduran dirinya di puncak karir melatihnya dan keputusannya ini mengejutkan seluruh Inggris. Argumen Shankly adalah dia ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama istrinya. Tujuh tahun kemudian dia meninggal dunia karena serangan jantung.      

Twain tidak terlalu mengenal Shankly dan dia tidak tahu apakah Shankly mengambil keputusan itu karena istrinya atau alasan lain. Tapi, dari sudut pandang seseorang yang juga bekerja sebagai manajer, tidak sulit untuk memahami pilihan yang diambil Shankly. Mengesampingkan masalah kesehatan dan perlunya merawat istrinya, hanya memikirkan perkembangan tim, pensiunnya Shankly adalah sebuah hal yang bagus bagi Liverpool.      

Karena kalau dia tidak pensiun, bagaimana mungkin Paisley yang bukan siapa-siapa bisa menjadi manajer yang terkenal di dunia? Sampai Shankly pensiun, Paisley hanyalah pemain biasa yang belum membuktikan dirinya dalam posisi baru sebagai pelatih. Selain itu, Paisley dan Shankly adalah tipe manajer yang berlawanan satu sama lain. Shankly lebih suka menyampaikan inspirasi dan kata-kata penyemangat kepada tim melalui media seperti yang selalu dilakukan Twain. Paisley lebih pragmatis dan lebih rendah hati. Dunn dan Paisley memiliki karakteristik yang sangat mirip.      

Ini hanya kebetulan. Tapi, semua ini seolah ditentukan oleh takdir.      

Twain dan Dunn sama seperti Shankly dan Paisley di awal hubungan mereka.      

Bill Shankly membawa Liverpool dari Divisi Dua Liga Sepakbola ke liga teratas Inggris – Divisi Satu Liga Sepakbola Inggris. Dalam hal menjadi juara, dia tidak sebanding dengan penerusnya Bob Paisley. Tapi, dia membuka jalan bagi Paisley, yang menjadikan Liverpool sebagai sebuah kekuatan untuk diperhitungkan di seluruh Inggris. Berkat pondasi yang dibangun Shankly, Paisley berhasil menciptakan keajaiban "19 juara turnamen dalam 9 tahun". Tapi, ini semua tidak bisa dihubungkan pada fakta bahwa Shankly membangun pondasinya. Reputasi Shankly sangatlah besar saat itu di Liverpool dan mirip seperti pengaruh Busby di Manchester United. Tak peduli siapa penerusnya, tekanan di pundaknya pasti sangat besar. Tapi Paisley, seorang penerus yang rendah hati, selalu meletakkan dirinya dalam posisi 'manajer transisi'. Dia adalah pria yang memimpin Liverpool untuk melampaui pengaruh besar Shankly. Dia melakukan apa yang tak bisa dilakukan Shankly di masa jabatannya.      

Apakah Dunn akan bisa mencapai hasil yang sama di masa depan? Memimpin Nottingham Forest melampaui pengaruh Tony Twain dan menciptakan dinasti Forest yang hanya menjadi miliknya?     

Twain menantikan datangnya hari itu.      

Dia memilih Dunn sebagai penerusnya, yang tentu saja, sudah diperhitungkan olehnya. Dia mempercayai Dunn dan keputusannya ini jelas bukan keputusan yang diambil tanpa pertimbangan.      

Kisah Shankly sudah dikenal luas di Inggris dan Edward juga pasti tahu tentang itu kalau dia benar-benar mengenal sepakbola. Tapi, apa dia tahu kisah dibalik permukaannya?     

Twain tidak akan pernah tahu.      

※※※     

Sekali lagi, setelah menolak undangan Edward untuk tetap tinggal di Forest, twain kembali ke Nottingham untuk melanjutkan upaya mereka di liga. Di FA Cup, setelah menang dari Dunn, Twain melepaskan turnamen itu. Nottingham Forest, yang hampir sepenuhnya diisi pemain lapis kedua dan pemain tim pemuda, kalah dari Everton di putaran berikutnya.      

Bagi banyak penggemar, kekalahan ini sangat disayangkan. Mereka yakin ini adalah satu-satunya kesempatan bagi Nottingham Forest untuk kembali ke Eropa, dan tim harus memanfaatkan kesempatan ini untuk membenahi diri dan kembali bangkit. Tapi, tim Forest kalah dalam pertandingan dan dinilai dari penampilan mereka di lapangan, Twain sama sekali tidak peduli tentang FA Cup.      

Setelah kalah dalam pertandingan, beberapa perbedaan pendapat muncul di media. Mereka yakin Twain pasti masih menganggap FA Cup sebagai pertandingan yang tidak penting dan tidak tahu bahwa FA Cup adalah satu-satunya kesempatan bagi Nottingham Forest di situasi mereka saat ini.      

Tapi, dengan semakin meningkatnya peringkat tim di klasemen liga, suara-suara yang mengkritik itu perlahan mulai menghilang. Mereka tahu tujuan Twain: dari sejak awal, dia tidak mengandalkan kemenangan dalam turnamen FA Cup untuk mendapatkan tiket ke Eropa. FA Cup selalu dimenangkan secara acak sehingga turnamen ini selalu dijuluki sebagai 'balapan kuda hitam'. Twain tidak berniat untuk bertaruh disana. Sebagai perbandingan, liga yang sedang berjalan jauh lebih cocok untuk Nottingham Forest saat ini.      

Tujuan dari melepaskan turnamen FA Cup dengan tegas, mengamankan cukup banyak stamina dan kebugaran untuk tim Forest, adalah untuk memastikan agar mereka tidak runtuh di akhir pertarungan karena berpartisipasi dalam dua turnamen dan berakhir tidak mendapatkan apa-apa.      

Seluruh tim juga mendukung strategi Twain. Melihat peringkat mereka yang terus naik, mereka semakin mempercayai manajer mereka.      

Edward Doughty belum mendatangi Twain sejak hari itu untuk membicarakan tentang masalah tetap tinggal di dalam tim     

Twain tidak tahu apakah Edward sudah menyerah, tapi dirinya sudah memutuskan. Dia tidak peduli seberapa keras semua orang lain berusaha membujuknya untuk tetap tinggal.      

Tapi, di tribun penonton Stadion Crimson, Twain terkejut mendengar suara-suara para fans Nottingham Forest.      

Di tribun Robin Hood, salah satu spanduk para penggemar yang tergantung disana bertuliskan, "Kami Berharap Bisa Melihatmu Lagi Musim Depan, Tony."     

Meski hanya satu spanduk, Twain melihatnya. Dia yakin itu bukan inisiatif Edward Doughty. Ketua klub memiliki reputasi yang sangat buruk di hadapan para fans dan karenanya takkan bisa membuat mereka semua bekerjasama dengannya.      

Ini pasti tindakan spontan dari para fans sendiri.      

Sudah bukan rahasia lagi bahwa dia hanya berencana untuk menghabiskan setengah musim di Nottingham Forest. Ini semua tertulis di dalam kontrak dan sepenuhnya diliput oleh media. Saat itu, banyak orang bertanya-tanya apakah dia bisa memimpin Nottingham Forest keluar dari kesulitan. Jadi, setengah musim tidaklah mengejutkan bagi semua fans itu. Mereka mungkin menganggap Tony Twain tidak merasa percaya diri saat itu, jadi dia memilih untuk menandatangani kontrak selama setengah musim.      

Oleh karenanya, para fans tahu bahwa Twain hanya punya kontrak setengah musim dengan tim. Tapi, mereka selalu ingin Twain tetap tinggal. Dari sejak wawancara pertama sampai saat ini, dimana akhir musim semakin dekat, mereka menyalurkan emosi ini dalam tindakan praktis dan mengekspresikannya secara langsung.      

Lalu, Twain melihat spanduk di tribun, yang memintanya untuk tetap tinggal di tim.      

Dua hari kemudian, di Wilford, dia kembali melihat spanduk itu. Twain melihat penggemar yang mengangkat spanduk itu dan dia bukan Big John. Itu adalah kelompok penggemar yang berbeda, dan Twain tidak memiliki hubungan pribadi dengan mereka.      

Spanduk yang tergantung sendirian diluar pagar kawat itu menarik banyak sekail perhatian. Media mengambil foto spanduk itu sebelum mereka meninggalkan kompleks pelatihan. Para pemain yang berlatih di lapangan juga sering melirik spanduk itu dari waktu ke waktu. Bahkan kolega staf pelatih juga tertarik untuk membicarakan spanduk itu selama waktu luang mereka.      

"Kurasa, kalau aku juga penggemar, aku akan melakukan hal yang sama," kata Freddy Eastwood, sambil memandang spanduk yang berkibar tertiup angin di kejauhan.      

Kata-katanya itu mendapatkan persetujuan dari sebagian besar pelatih. Twain adalah minoritas yang terisolasi.      

"Kalian tidak ingin aku meninggalkan tim?"     

"Itu pertanyaan yang menarik, Tony. Siapa yang mau kau pergi?" jawab David Kerslake.      

Twain menatap mata para koleganya. Dia tahu mereka tidak bohong. Tapi, dia harus pergi.      

Dia tidak ingin melanjutkan percakapan ini, jadi dia menundukkan kepalanya dan tersenyum, sambil menyentuh ujung hidungnya.      

Semua orang tahu Twain punya alasan pribadi untuk pergi, jadi mereka tidak lagi membahasnya.      

Twain kembali memandang spanduk di kejauhan itu, terbenam dalam pikirannya.      

※※※     

Di akhir pekan, Nottingham Forest bermain di kandang sendiri. Kali ini, Twain melihat beberapa spanduk serupa di tribun. Semua spanduk itu memintanya untuk tetap tinggal.      

Bahkan kamera siaran langsung juga melihat situasi ini, menyorot spanduk-spanduk di tribun itu selama pertandingan berlangsung.      

Nottingham Forest memenangkan pertandingan. Peringkat mereka terus naik ke peringkat ke-7.      

Hasil ini membuat para fans semakin enggan melepaskan Twain.      

Usai pertandingan, para fans secara spontan membentuk sebuah kelompok untuk membujuk Twain agar tetap tinggal. Nama kelompok itu adalah 'Tony Stay'. Mereka segera membentuk situs web resmi, meminta lebih banyak fans untuk bergabung secara online, menciptakan sebuah kekuatan yang tidak bisa diabaikan untuk membuat Twain tetap tinggal di tim.      

Setelah itu, slogan 'Tony Stay' bisa dilihat dimana-mana. Twain memilih untuk diam di hadapan para fans dan media.      

Para reporter ingin membuatnya berkomentar tentang ini, tapi Twain menolak pertanyaan mereka dengan alasan bahwa "saat ini, dia hanya ingin fokus pada tim dan pertandingan."     

Kediamannya tidak membuat media diam saja. Kapan media pernah menyerah? Mereka bahkan bisa membuat orang yang sudah meninggal bicara, apalagi seorang pria yang masih hidup.      

Keesokan harinya, tajuk berita berikut ini muncul di kalangan media: 'Tony Twain Bungkam di Hadapan Permintaan Penggemar, Dia Bimbang!'     

Kalau seseorang tidak mau bicara, media akan menuliskan tajuk berita sesuka hati mereka. Semakin pendiam seseorang, semakin mudah bagi mereka untuk melakukan itu. Mereka bahkan punya cara untuk membuat orang mati bisa bicara.      

Itu benar.      

"Ini tidak bisa terus berlanjut, Tony." Sejumlah besar penggemar berkumpul diluar kompleks pelatihan Wilford, membawa potret Twain dan papan tanda yang memintanya untuk tetap tinggal. Jumlah mereka sangat banyak sampai-sampai mereka mengganggu ketertiban sesi latihan rutin tim. Melihat kerumunan itu, asisten manajer David Kerslake merentangkan tangannya tanpa daya dan memanggil Twain.      

Para pemain memandang para fans yang antusias itu dan tak tahu harus berkata apa. Mereka tahu alasan pribadi dibalik alasan boss untuk meninggalkan tim, tapi mereka tidak bisa mengatakannya. Mereka hanya bisa memandang diam-diam ke arah Tony Twain dengan ekspresi khawatir di wajah mereka.      

Twain mengerutkan kening saat dia melihat jumlah penggemar yang semakin banyak. Sejak beberapa hari yang lalu, terdapat peningkatan yang signifikan dalam hal jumlah fans yang berkumpul diluar lapangan latihan. Selain itu, mereka datang hanya untuk satu tujuan: membuatnya berubah pikiran tentang meninggalkan tim di akhir musim ini.      

Tapi, dia tidak menduga bahwa aktivitas para fans yang diorganisir secara spontan itu mendapatkan begitu banyak tanggapan dan berhasil mengumpulkan begitu banyak orang.      

Haruskah aku merasa tersanjung, atau merasa kewalahan? pikir Twain dalam hati.     

"Teruslah berlatih, dan aku akan bicara dengan mereka," Twain melambaikan tangannya dan memberitahu tim agar terus berlatih. Dia berjalan ke tepi lapangan latihan, dimana kerumunan fans itu berada.      

Melihat Twain dari belakang, Eastwood hanya bisa menghela nafas panjang, "Inilah akibatnya kalau terlalu populer!"     

Para fans yang berdiri diluar melihat Twain melangkah menghampiri mereka tapi tidak membuat suara keras dan penuh semangat. Sebaliknya, mereka jadi sangat tenang, memandang Twain yang mendatangi mereka dan menatap mereka melalui pagar kawat.      

"Apa yang bisa kukatakan, guys?" Twain menggelengkan kepalanya dengan senyum pahit. "Aku menghargai kesetiaan kalian padaku, tapi kalian mengganggu latihan rutin kami. Aku tidak ingin melakukan sesi latihan tertutup belakangan ini."     

"Tony, kami hanya ingin kau tetap tinggal." Salah satu dari mereka jelas pemimpin grup ini. Twain melihat kaus yang dipakainya. Kaus itu bergambar fotonya, dan bertulisan 'Stay' dibawahnya. Ada banyak orang memakai kaus yang sama. Itu benar-benar terorganisir. Bahkan kaus bertema itu sudah dicetak.      

※※※     

Ketika David Kerslake meniup peluitnya, para pemain di lapangan masih sedikit teralihkan. Beberapa diantara mereka kadang melirik ke area dimana para fans berkumpul. Twain masih berbicara pada mereka.      

"Hey, George. Menurutmu apa boss akan tetap tinggal?" Joe Mattock bertanya pada George Wood saat mereka dipasangkan untuk melatih operan.      

Wood masih belum menjawab pertanyaannya, tapi rekan setim disamping mereka mendengarkan dengan seksama dan menunggu jawaban darinya. Mereka tahu bahwa dari seluruh pemain di tim ini, Wood-lah yang memiliki hubungan paling dekat dengan Twain. Kalau ada yang mengenal boss, dia adalah Wood.      

Wood tidak mengoper balik setelah menerima bola dari Mattock. Sebaliknya, dia menyesuaikan bola di kakinya dua kali, memikirkan tentang pertanyaan itu. Ketika dia mengoper bolanya lagi, dia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kurasa tidak."     

Terdengar helaan nafas penuh sesal dan kekecewaan di sekeliling mereka.      

"Kenapa tidak?" Mattock mengoper bolanya lagi. "Kurasa dia menikmati pekerjaannya. Apa dia tidak bisa mengubah pikirannya di menit terakhir?"     

"Aku tidak tahu. Tapi, kali ini kurasa dia tidak akan kembali." Wood mengoper bola dan jawabannya pada Mattock.      

"Apa itu intuisimu?" Mattock masih mengoper bola ke Wood.      

"Yeah, intuisiku." Wood mengoper balik.      

Kali ini, Mattock tidak mengoper bolanya ke Wood. Sebaliknya, dia mengistirahatkan satu kaki diatasnya dan menghela nafas panjang.      

"Kenapa boss tidak mau tinggal lebih lama disini? Kurasa tidak ada yang salah dengan kesehatannya."     

Kali ini tidak ada yang menjawabnya, bahkan George Wood. Dia menolehkan kepalanya ke pinggir lapangan latihan, dimana Twain masih berbicara pada para fans. Itu adalah diskusi yang tenang.      

"Kenapa kau tidak berusaha membujuknya untuk tetap tinggal? Bukankah kau kapten?"     

Bukan Mattock yang mengajukan pertanyaan itu kali ini, melainkan Balotelli.      

Tony Twain telah memenangkan hati Balotelli dalam beberapa bulan. Sekarang dia hanya ingin bermain dibawah Twain. Kalau ada manajer lain yang datang melatih selain Twain, dia akan sulit untuk mematuhi perintahnya. Sekarang Twain akan meninggalkan tim, bagaimana mungkin dia bisa diam saja?     

Wood memandang Balotelli. Pria itu selalu menentang otoritasnya sebagai kapten di tim, dan Wood tidak tahu apa yang harus dilakukan padanya.      

"Setiap orang memiliki hidupnya sendiri," jawabnya acuh tak acuh. "Aku tidak punya hak untuk ikut campur."     

※※※     

"Baiklah, guys. Agar tidak mengganggu latihan tim, kuharap kalian mau pergi. Jangan lakukan ini lagi. Sementara untuk permintaan kalian, aku akan mempertimbangkannya dengan serius. Tolong beri aku beberapa hari untuk memikirkannya. Kalau sudah waktunya, aku akan mengadakan konferensi pers khusus untuk memberitahu kalian tentang keputusan akhirkua," Twain memberitahu para penggemar setianya melalui pagar kawat.      

"Tim kita saat ini berada di periode penting. Entah kita bisa kembali ke Eropa musim depan atau tidak akan bergantung pada penampilan mereka dalam beberapa hari ke depan. Aku tidak ingin tim diganggu oleh hal-hal lain diluar lapangan. Lihat saja, mereka bahkan tidak bisa berkonsentrasi untuk latihan," Twain menunjuk ke lapangan latihan di belakangnya.      

Para fans juga bisa melihat penampilan para pemain selama latihan rutin. Memang benar kalau para pemain itu sedikit teralihkan perhatiannya karena ada kerumunan besar di pinggir lapangan latihan dengan semua kehebohan mereka. Mereka bahkan membuat beberapa kesalahan yang seharusnya tidak terjadi dalam latihan.      

Mereka tahu mereka sudah mengganggu latihan tim. Mereka hanya benar-benar ingin agar Twain tetap tinggal jadi mereka mengambil langkah ekstrim ini.      

"Ayolah, guys. Pergilah dan pulanglah ke rumah. Terima kasih atas dukungan kalian terhadap tim dan aku. Aku akan mempertimbangkan permintaan kalian dengan serius."     

Twain terdiam dan berdiri di pagar kawat sambil memandang ke arah para fans.      

Pemimpin mereka berbicara lebih dulu. "Oke, Tony. Kami tidak mau mempengaruhi latihan dan penampilan tim. Terima kasih karena kau sudah mau datang kemari untuk bicara pada kami. Kami tahu kau sangat sibuk."     

Lalu si pemimpin melambaikan tangannya dan berbalik, meninggalkan lapangan latihan itu lebih dulu. Beberapa orang mengikutinya dan meninggalkan pinggir lapangan itu. Tentu saja, banyak diantara mereka yang menyempatkan diri untuk menoleh kembali ke arah Twain. Dia masih berdiri di pinggir lapangan, melihat mereka semua meninggalkan kompleks pelatihan.      

Sebuah suara terdengar di kepala Twain: Apa kau benar-benar akan mempertimbangkan permintaan mereka dengan serius?     

Twain tidak bisa menjawab suara itu.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.