Mahakarya Sang Pemenang

Seorang Penerus



Seorang Penerus

0Shania juga memperhatikan laporan media baru-baru ini. Dia tidak buta ataupun tuli. Dia tahu tentang hal-hal yang dilakukan para fans di tribun dan di lapangan latihan. Kalau dia memikirkan tentang keinginannya, dia pasti bersikap egois dan ingin agar Twain tetap tinggal disisinya dan berhenti melatih. Tapi, setelah menghabiskan waktu lebih dari satu dekade bersama suaminya, dia juga tahu bahwa hanya suaminyalah yang bisa mengambil keputusan akhir itu. Oleh karenanya, dengan cerdik dia memilih untuk tetap diam.      
0

Di waktu seperti ini, dia hanya bisa memilih untuk mempercayai suaminya.      

"Aku harus mengadakan konferensi pers dalam beberapa hari untuk mengumumkan apakah aku akan tetap tinggal atau pergi," Twain tiba-tiba berkata seperti itu saat mereka sedang makan malam, yang sedikit mengejutkan Shania. Meski media dipenuhi spekulasi beberapa hari yang lalu, Twain tetap bungkam di rumah.      

Shania menyadari sesuatu.      

"Sudah waktunya untuk menyelesaikan semua ini," kata Twain.      

Tebakan Shania benar.      

Tapi, Shania tidak bertanya "Apa keputusanmu?" melainkan hanya mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa.      

Twain tidak terkejut dengan reaksi Shania, jadi dia tidak menawarkan untuk menjelaskan apa yang akan dia katakan di konferensi pers.      

Ada saling pengertian diantara keduanya.      

※※※     

Pertanyaan tentang apakah Twain tetap tinggal atau pergi pasti akan mempengaruhi penampilan seluruh tim. Nottingham Forest nyaris kalah dari Fulham dalam pertandingan tandang di akhir pekan. Untungnya, Balotelli berhasil menjebol gawang Fulham dengan tendangan bebas yang indah di menit-menit terakhir untuk menyamakan skor menjadi 1:1 dan menyelamatkan tim dengan mendapatkan satu poin. Tapi, karena hasil imbang ini, peringkat mereka tidak lagi naik melainkan tetap berada di peringkat ketujuh.      

Tim Forest bisa dikatakan beruntung karena berhasil mengakhiri pertandingan dengan hasil imbang. Dalam hal kemampuan dan situasi aktual, Nottingham Forest sedang berada dalam situasi yang kurang menguntungkan. Kalau saja striker Fulham tidak menyia-nyiakan kesempatan yang mereka miliki, Forest pasti akan kalah meski Balotelli berhasil mencetak gol.      

Mungkin Fulham tidak menduga Nottingham Forest akan bermain dengan sangat buruk. Mereka jadi terlalu bersemangat.      

Misalnya saja, gawang Forest beberapa kali hampir kosong tanpa penjagaan dan akan sangat mudah untuk mencetak gol di situasi semacam ini, tapi striker Fulham yang terlalu bersemangat justru menembak terlalu keras dan membuat bolanya melesat langsung ke arah tribun di belakang gawang...      

Usai pertandingan, Twain mengakui di dalam wawancara bahwa dirinya dan timnya benar-benar 'sangat, sangat, sangat beruntung' hari ini, mengutip kata-kata aslinya. Dia menggunakan kata 'sangat' tiga kali.      

Tapi, dia tidak mengkritik penampilan tim.      

Dia tahu penampilan buruk timnya ini ada hubungannya dengan dirinya. Kalau awak kapal tidak tahu apakah kapten kesayangan mereka akan tetap tinggal setelah petualangan ini dan terus memimpin mereka menjelajahi dunia, mereka pasti merasa ragu dan terombang-ambing. Itu pasti akan mempengaruhi efektivitas mereka dalam pertempuran.      

Twain mengira bahwa dengan tetap diam, dia bisa meminimalkan dampaknya. Tapi dia salah. Dia harus memberitahukan keputusannya pada awak kapalnya sehingga mereka tahu apa yang akan terjadi di masa depan.      

Seorang reporter bertanya, "Kudengar Anda berjanji akan memberikan jawaban kepada para fans yang ingin agar Anda tetap tinggal?"     

Twain tidak menyangkalnya. Melainkan, dia mengangguk dan menjawab. "Ya. Setelah aku kembali ke Nottingham, aku akan mengumumkannya dalam sebuah konferensi pers."     

Reporter itu tidak mengira Twain akan menjawabnya dengan tegas. Dia kira dia salah dengar dan segera memastikan, "Barusan Anda bilang kalau Anda akan mengumumkan apakah Anda akan tetap tinggal setelah Anda kembali ke Nottingham?"     

Twain mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Tapi, itu sudah cukup. Media dan para fans merasa senang mendengar jawaban Twain. Sementara untuk pertandingan itu... Siapa peduli?     

※※※     

Dalam perjalanan kembali ke Nottingham dari London dengan bus, Twain melihat Edward Doughty ada di dalam bus dan mendatanginya atas inisiatifnya sendiri.      

"David..." Dia memandang Kerslake, asisten manajer yang duduk disamping Twain.      

Kerslake adalah seorang pria cerdas. Dia tahu pasti ada yang ingin dibicarakan antara Edward dan Twain, kelihatannya itu juga sesuatu yang berhubungan dengan perginya atau tetap tinggalnya Twain. Oleh karena itu, dia bangkit berdiri dan memberikan kursinya kepada ketua klub sementara dia melihat ada kursi kosong di belakang, di samping Eastwood.      

Saat Kerslake memberikan kursinya, Twain tidak mengatakan apa-apa dan hanya memandang kedua pria yang bertukar tempat duduk.      

Ketika Edward duduk, dia tidak berbicara bertele-tele, langsung ke pokok permasalahan dan bertanya, "Apa kau sudah memutuskan, Tony?"     

Twain mengangguk.      

"Kurasa itu bukanlah keputusan yang bagus untukku. Bisakah aku membujukmu untuk mengubah pikiranmu?"     

Twain menggelengkan kepalanya dan berkata, "Kalau kau masih ingin berteman denganku, Edward, kau takkan melakukan itu."     

Edward Doughty mengalihkan pandangannya dan memandang ke depan dengan sedikit kecewa.      

Melihat betapa kecewanya Edward Doughty, Twain tidak bisa diam saja, jadi dia mencoba menghiburnya: "Ada pepatah di Cina yang mengatakan, 'Kalau yang tua tidak pergi, yang baru tidak akan datang'. Hal yang sama juga berlaku untuk tim Forest dan dirimu. Kalau aku, si pria tua, tidak pergi, bagaimana kau bisa mendapatkan angin baru yang segar?"     

Edward Doughty tidak peduli dengan pepatah Timur apapun. Dia hanya peduli tentang satu hal dan berkata, "Tapi aku tidak bisa memikirkan manajer baru yang bisa sebaik dirimu. Aku sudah mencari selama lebih dari empat tahun, tapi aku masih belum menemukannya."     

Twain tersenyum. Sepertinya takkan mudah bagi Edward untuk menerima kepergiannya. Dia hanya harus menemukan seorang penerus yang cocok.      

"Tentu saja, aku punya kandidat yang bagus untuk manajer baru Nottingham Forest. Aku sangat, sangat menilai tinggi dirinya. Dia pasti bisa membawa tim Forest kembali ke jalurnya."     

Edward Doughty tertegun mendengar ucapan Twain karena Twain yang susah diatur jarang sekali memuji orang lain, jadi dia mencari-cari manajer kelas-dunia di benaknya.      

"Jangan bilang kalau itu Mourinho?"     

Itu adalah satu-satunya jawaban yang bisa dipikirkannya karena keduanya memiliki temperamen yang mirip dan dialah satu-satunya orang yang mungkin dipuji Twain.      

Dia tidak menduga Twain menggelengkan kepalanya.      

"Tidak, bukan dia."     

Dia tidak menjelaskan pada Edward mengapa Mourinho bukan pria itu. Dia menyebutkan nama kandidatnya.      

"Itu Dunn."     

Nama itu membuat Edward terdiam sejenak. Dia tidak terkejut, tapi... pada dasarnya dia tidak ingat siapa Dunn ini.      

Twain melihat keraguan di matanya, tapi itu tidak ada artinya. Cukup normal jika ketua klub sepakbola tidak bisa mengingat asisten manajer yang sudah meninggalkan klub delapan tahun yang lalu. Pada saat itu, Edward hanya memikirkan tentang dirinya sendiri dan tidak peduli dengan orang-orang dan berbagai hal di sekelilingnya.      

"Apa kau masih ingat saat aku membawanya ke klub dan ingin agar kau memberinya pekerjaan?" Twain mulai menceritakan kembali kisah itu pada Edward. Bagaimanapun juga, perjalanan dari London ke Nottingham membutuhkan waktu dua jam, jadi dia punya banyak waktu. Perjalanannya membosankan dan lebih menarik untuk bercerita.      

Saat itulah Edward teringat, "Pria muda Cina itu?"     

Twain mengangguk dan berkata, "Dia mulai sebagai pelatih reguler di tim pemuda dan bekerja sebagai manajer tim pemuda, pelatih Tim Pertama dan asisten manajer Tim Pertama. Dia meninggalkan klub tujuh setengah tahun yang lalu untuk menjadi manajer tim Notts County dan sekarang Notts County menduduki peringkat menengah di klasemen liga EFL Championship."     

Ketika dia mendengar kata 'Notts County', Edward mengerutkan kening. Saat dia mendengar lagi bahwa tim itu hanyalah tim menengah di liga EFL Championship, kerutannya semakin dalam.      

Tentu saja, Twain menyadari reaksi Edward.      

"Tony, pria ini..."     

"Kau merasa dia tidak cukup terkenal dan tidak punya resume yang mengesankan?"     

Edward mengangguk. Memang itulah yang dipikirkan olehnya. Dia merasa bahwa manajer tanpa prestasi takkan bisa mengendalikan ruang ganti. Berapa banyak diantara manajer Forest, yang datang silih berganti, bisa mengendalikan pemain-pemain terkenal di tim? Hampir tidak satupun diantara mereka bisa mengendalikan ruang ganti, yang akhirnya membentuk golongan-golongan dan membuat tim terpecah-belah. Bagaimana mungkin mereka bisa punya kekuatan untuk bersaing? Kalau resume manajer itu tidak mengesankan, itu artinya tidak akan ada hasil yang luar biasa dan tidak bisa membuat publik terkesan. Dan itu juga tidak bisa meyakinkannya bahwa tim akan memiliki masa depan yang cerah di tangan orang itu. Selain itu, kurangnya hasil yang cemerlang akan mengimplikasikan bahwa dia tidak punya cukup pengalaman untuk bermain di panggung yang besar. Nottingham Forest adalah tim Liga Premier dan tujuannya adalah berlaga di Eropa. Apakah seorang manajer EFL Championship bisa mengatasi level kompetisi seketat ini?     

"Tidak semua manajer perlu mengandalkan kelebihan mereka untuk mengelola ruang ganti. Tak jadi masalah kalau resume-nya tidak terlihat bagus karena akan lebih mudah untuk menggambar diatas kertas yang masih kosong," kata Twain. "Sebelum aku mendapatkan piala kejuaraan pertama-ku, resume-ku bahkan tidak terlihat sebagus milik Dunn."     

Kata-katanya itu memang benar. Resume Twain memang tidak terlihat bagus ketika pertama kali melakukan debut. Dia menghilangkan kesempatan bagi timnya untuk dipromosikan ke Liga Premier dalam pertandingan yang paling krusial. Tidak lama kemudian, dia dipecat dan dikembalikan ke tim pemuda. Lalu, ketika dia menjadi manajer Tim Pertama Forest lagi, dia hanya punya pengalaman melatih Tim Pertama selama setengah musim. Tapi, dia masih bisa menciptakan 11 tahun penuh kejayaan di sepanjang sejarah Nottingham Forest FC.      

Kalau Edward mengusir Twain karena dia tidak terkenal dan memiliki resume yang buruk, mungkin Nottingham Forest takkan pernah meraih kejayaan seperti yang sekarang mereka miliki.      

"Dan Dunn memang cukup mampu. Dia hanya membutuhkan panggung yang lebih besar daripada Notts County. Ingatlah tentang derby Nottingham di bulan Januari, dimana timnya tampil bagus dan sempat unggul dari kita selama 45 menit. Aku yakin dia bisa bekerja dengan baik untukmu asal diberi cukup waktu."     

"Seorang pria Cina..." Edward masih sedikit khawatir dan tidak mau dibujuk oleh Twain begitu saja.      

"Apa yang salah dengan itu?" Twain mengangkat alisnya dan menambahkan, "Chen Jian juga orang Cina, tapi sekarang dia menjadi bagian dari kekuatan utama kita." Sebenarnya, Twain sudah sangat ingin mengatakan pada Edward:     

Aku adalah pria Cina sejati dan Dunn adalah pria Inggris sejati. Kalau kau tidak mau percaya pada seorang pria Cina, itu artinya kau tidak percaya padaku. Bukankah begitu? Tapi aku sudah berhasil memenangkan begitu banyak gelar juara...      

Sudah jelas dia tidak bisa mengatakan semua itu. Twain hanya menggumamkan beberapa komentar di dalam hatinya untuk mengekspresikan kekesalannya atas pandangan Edward yang penuh prasangka.     

Setelah itu, Edward terdiam. Bus bergerak cepat dan lancar di jalan tol, dimana para pemain dan pelatih melakukan urusan mereka masing-masing. Beberapa orang mendengarkan musik dengan headphone dan beberapa lainnya mencoba tidur siang dengan mata tertutup. Beberapa lainnya bahkan bermain game dengan konsol genggam dan ponsel mereka.      

Twain menyesuaikan sudut tempat duduknya dan bersandar, mencoba untuk tidur sejenak di bis. Seperti yang pernah dia katakan, dia cenderung merasa mengantuk. Dia mengambil kesempatan ini untuk beristirahat agar pikirannya bisa tetap jernih.      

Sepertinya Edward tidak lagi memperhatikan Twain dan masih tetap diam. Twain juga tidak lagi mempedulikan ketua klub yang ada disampingnya dan menutup matanya untuk segera tidur.      

※※※     

Twain terbangun ketika bus tiba di Nottingham. Dia melihat Edward Doughty masih duduk disampingnya. Sepertinya Doughty menunggunya bangun.      

"Apa yang ada di benakmu, Edward?" tanyanya.      

Mendengar pertanyaan Twain ini, Edward mencoba membangunkan dirinya dari renungannya dan menoleh untuk memandang Twain. Dia berkata, "Aku ingin tahu apakah penerus yang kaurekomendasikan itu mau hidup dibawah bayang-bayangmu..."     

Twain nyengir. Dia sudah memikirkan tentang ini sebelumnya. Bagi Dunn, pengaturan semacam ini mungkin sedikit berlebihan. Twain selalu mempertimbangkan masalah dari sudut pandangnya sendiri tapi tidak memasukkan sudut pandang Dunn. Seorang manajer muda yang tidak punya apa-apa di dalam resume-nya tiba-tiba saja ingin menjadi penerus Tony Twain. Tekanan semacam ini sudah cukup untuk menjatuhkan orang biasa yang bermental lemah.      

Tapi, setelah berinteraksi dengan Dunn begitu lama dan berbagi rahasia yang tak terkatakan, Twain yakin Dunn bukanlah orang biasa.      

"Di beberapa tahun pertama, mungkin akan ada pengaruh seperti itu," gumam Twain. "Tapi semuanya perlahan akan membaik. Berjalanlah perlahan, Edward. Tim Forest masih harus menempuh jalan yang sangat, sangat panjang..."     

Edward menghela nafas panjang dan tahu bahwa dia takkan bisa meyakinkan pria keras kepala yang duduk disampingnya.      

"Baiklah. Kapan waktu yang tepat bagiku untuk berbicara dengannya?"     

"Tunggulah sampai musim ini hampir berakhir. Kalau terlalu awal, diskusi tak berdasar di media bisa menimbulkan keributan yang tidak perlu." Twain merasa sangat lega karena Edward akhirnya memutuskan untuk menerima Dunn. Dengan begini, dia sudah sedikit merasa nyaman.      

Bagaimana dengan sisanya?     

Saat bus memasuki kompleks Wilford, Edward menepuk bahu Twain sebelum melangkah turun dari bus dan berkata, "Menurutmu kapan waktu terbaik untuk mengadakan konferensi pers, Tony? Klub bisa mengaturnya untukmu."     

"Erm..." Twain hanya bisa membuka mulutnya dan memandang punggung Edward Doughty saat dia melangkah turun dari mobil, berpikir bahwa Edward pasti senang karena bisa membalikkan keadaan...      

Dia memikirkan tentang para fans, yang penuh antisipasi, spanduk yang berkibar di tribun. Twain merasa jauh lebih sulit berurusan dengan para fans dibandingkan dengan boss...      

Itulah kebenarannya. Dia harus memikirkan perasaan mereka ketika berurusan dengan para penggemar...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.