Mahakarya Sang Pemenang

Paruh Pertama Babak Tambahan



Paruh Pertama Babak Tambahan

0Ketika Real Madrid dihadiahi tendangan penalti, Shania, yang duduk di boks VIP stadion Bernabeu, meremas tangannya di depan dadanya. Menundukkan kepala, dia berdoa dengan suara rendah, seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. Wajahnya yang cantik terlihat pucat. Keringat dingin terlihat di keningnya. Meski matanya tertutup, bulu matanya yang panjang sedikit gemetar.      
0

"Tuhan yang Maha Kuasa, aku tidak berharap dosa-dosaku diampuni. Aku juga tidak menginginkan kekayaan yang besar. Aku hanya berharap suamiku bisa tetap sehat, selamanya tetap sehat..."     

Dengan mata tertutup, dia terus bergumam seperti itu. Sementara apa yang terjadi di lapangan sepakbola, dia sama sekali tidak peduli. Dia hanya ingin suaminya baik-baik saja setelah pertandingan ini berakhir. Siapapun yang ingin menang, biarkan saja mereka menang!     

※※※     

Disaat Shania sedang berdoa, Twain sedang duduk di kursi pelatih, berusaha menenangkan diri dengan kepala tertunduk. Dia bisa merasakan seberapa cepat detak jantungnya. Dia harus membuatnya melambat. Dia tahu mustahil untuk mengakhiri pertandingan ini dalam sembilan puluh menit.      

Dia masih punya dua kuota pergantian pemain. Saat ini dia merasa bersyukur dia telah mengganti Sahin dengan Kompany jadi timnya masih punya tiga gelandang. Meski Pepe diusir dengan kartu merah, mereka masih punya dua bek tengah. Ada cukup banyak orang di lini pertahanan belakang.      

Real Madrid hanya punya satu kuota lagi. Para pemain Real Madrid lebih lelah daripada mereka. Haruskah dia berusaha mencetak gol penentu pertandingan untuk mengalahkan Real Madrid dalam tiga puluh menit babak tambahan atau mengulur waktu hingga adu penalti dengan Real Madrid?     

Twain tidak ingin memaki wasit saat ini. Dia tidak punya waktu untuk itu, tapi dia akan melakukannya di waktu yang lain. Kalau bukan karena wasit sialan itu, dia pasti sedang memikirkan bagaimana caranya berpose di upacara pemberian penghargaan. Tapi dia akan menunggu sampai pertandingan usai. Tak peduli dia menang atau kalah, dia akan mengutuk pria itu nanti. Dia janji dia takkan melewatkan siapapun untuk dimaki. Bahkan jika Edward Doughty berusaha membujuknya untuk tidak melakukannya, dia takkan terbujuk.      

Twain memikirkannya lagi. Pada akhirnya, dia memutuskan untuk mencoba mencetak gol selama babak tambahan. Dia jelas takkan menggunakan strategi konservatif. Dia ingin menunjukkan pada Real Madrid bahwa meski mereka hanya punya sepuluh orang, pertahanan Nottingham Forest masih sulit untuk ditembus.      

※※※     

Setelah berhasil menyamakan kedudukan, semangat Real Madrid meningkat tajam. Saat pertandingan kembali dimulai, mereka mendominasi pertandingan dan tidak berhenti menyerang gawang lawan. Karena Nottingham Forest bermain dengan sepuluh orang dan harus melawan sebelas orang, mereka semua harus mundur untuk bertahan. Mereka bahkan meninggalkan zona tiga puluh meter di depan mereka, dimana para pemain Real Madrid bisa bergerak dengan bebas. Mereka hanya ingin terus bertahan hingga menit terakhir pertandingan.      

Pertahanan Nottingham Forest memang layak dikenal di seluruh dunia. Meski semangat Real Madrid meningkat tajam, mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk mencetak gol. Perpanjangan waktu selama lima menit berlalu dengan cepat. Di tengah suara cemoohan para penonton, wasit akhirnya meniup peluit yang menandakan akhir dari sembilan puluh menit pertandingan.      

Kedua tim hanya punya waktu istirahat selama lima menit sebelum memasuki babak tambahan. Waktu yang singkat ini hampir tidak cukup untuk digunakan berjalan ke ruang ganti, jadi mereka semua akan beristirahat di lapangan. Para pemain kedua tim berkumpul di depan kursi manajer masing-masing, mendapatkan pijatan dan beristirahat sambil mendengarkan taktik manajer mereka untuk babak tambahan nanti.      

Para pemain Nottingham Forest duduk melingkar, sementara Twain berjongkok di tengah lingkaran dan memandang sekeliling.      

Para pemain terlihat kelelahan. Tapi, karena perlakuan tidak adil yang mereka terima, mereka juga masih marah, yang membuat kelelahan mereka tidak terlalu kentara.      

"Aku lega melihat ekspresi di wajah kalian," kata Twain mengangguk.      

Dia benar. Kalau dia melihat sekelompok pemain yang tampak frustasi, babak tambahan nanti akan sangat sulit dan dia akan harus mengubah rencananya. Tapi untungnya, dia tidak perlu melakukannya.      

"Kita hanya punya sepuluh orang, tapi itu tidak apa-apa. Ini bukan alasan bagi kita untuk menyerah begitu saja. Aku yakin kalian juga pasti tidak ingin menyerah, kan?"     

"Tidak!" jawab seseorang dengan keras.      

"Siapa yang mau menyerah? Aku akan menunjukkan pada Real Madrid seberapa hebatnya kita!"     

"Itu benar. Kita akan memberi mereka neraka!" Twain mengepalkan tangannya dan mengayunkannya ke arah para pemainnya. "Tinggal tiga puluh menit lagi! Aku ingin kalian melakukan lebih dari bertahan. Majulah sedikit untuk menghancurkan lini pertahanan mereka. Cobalah yang terbaik. Balas mereka di babak tambahan!"     

"Kita membutuhkan darah baru di lapangan. Bentley, kau bisa beristirahat."     

Bentley tidak ingin menerima pengaturan pelatih, tapi dia tidak bisa menolaknya, jadi dia hanya mengangguk dengan sedikit enggan.      

Moke dipanggil saat dia sedang melakukan pemanasan. Ini adalah pertandingan final Liga Champions UEFA pertamanya. Dia terlihat sangat bersemangat. Duduk di lapangan, dia sama sekali tidak bisa diam.      

"Moke, tugasmu adalah membuat lini pertahanan mereka kesulitan. Buatlah masalah untuk mereka. Saat kau menerima operan, kalau ada celah di depanmu, cobalah sebaik mungkin untuk maju. Operkan bolanya kalau tidak ada celah lain. Kau punya stamina yang lebih baik daripada Marcelo. Ini adalah kelebihan yang harus kita manfaatkan."     

Moke menggangguk.      

Masih menatapnya, Twain melanjutkan, "Kalau Mitchell berada di kotak penalti, oper bola ke arahnya setelah kau bergerak maju. Aku tidak peduli bagaimana caranya kau mengoper bola itu, tapi kau harus mengoper bola ke arahnya, bola atas atau bola bawah, terserah padamu."     

Moke masih terus mengangguk-angguk. Kalau dia menjulurkan lidahnya, dia akan benar-benar terlihat seperti anjing yang setia.      

"Untuk lini pertahanan, bek belakang kita sebaiknya menahan diri untuk membantu serangan, setidaknya di paruh pertama. Rencana kita adalah terus melakukan serangan balik defensif di paruh pertama babak tambahan. Fokuslah pada pertahanan. Biarkan Real Madrid menyerang, jadi energi mereka akan habis sementara energi kita bisa dihemat. Kalian tidak boleh membiarkan mereka mencetak gol dalam lima belas menit pertama. Itu sama sekali tidak boleh terjadi. Ini adalah hal yang paling penting. Kalian harus mengingatnya. Lalu, di paruh kedua nanti, kita akan mulai menyerang. Jangan ragu saat sudah waktunya untuk melakukan itu. Tunjukkan keberanian kalian. Alokasikan banyak orang untuk menyerang. Bek belakang juga harus ikut maju. Jangan takut untuk melakukannya. Kita memang mempraktekkan tendangan penalti kemarin... tapi kita tidak ingin melihat itu terjadi. Kalau kalian bisa mencetak gol dalam seratus dua puluh menit, lakukan saja!"     

Twain meninju telapak tangannya sendiri.      

"George dan Fernando, kalian akan menyerang bergantian selama babak tambahan. Karena Nuri sudah diganti, tugas menyusun serangan akan menjadi tanggung jawab kalian."     

"Oke, boss," kata Gago.      

Wood hanya mengangguk.      

Taktik sudah disampaikan. Twain berhenti sejenak. Tidak ada banyak waktu tersisa dari waktu lima menit itu.      

"Oke, guys. Ini akan menjadi tiga puluh menit yang terakhir. Tiga puluh menit terakhir musim ini. Kita memang menerima perlakuan yang tidak adil barusan, tapi dengarkan aku, untuk ketidakadilan semacam itu, pembalasan dendam terbaik bukanlah dengan menyerang wasit di lapangan, melainkan dengan kemenangan. Kemenangan kita akan menjadi tamparan di wajah mereka! Kita bisa mengatakan apapun yang kita mau setelah kita menang. Kalau kalian ingin membalaskan dendam kepada mereka, menangkan dulu pertandingan ini!"     

"Kalau kalian lelah, kertakkan gigi kalian dan bertahanlah! Aku tidak ingin melihat ada pemain yang menyerah saat ini. Kalian pasti tahu bahwa kalian adalah tim. Masing-masing dari kalian tidak tergantikan di tim. Kalau kalian menyerah, rekan setim kalian akan berada dalam kesulitan..."     

Pada saat ini, Twain tiba-tiba saja teringat pada Pepe, yang diusir keluar lapangan karena ledakan kemarahannya. Apa itu artinya dia sudah menyerah lebih dulu?     

Twain menatap para pemain di hadapannya. Beberapa diantara mereka tampak lelah, karena mereka sudah berlari selama lebih dari sembilan puluh menit. Forest kekurangan satu pemain daripada Real Madrid. Dalam pertandingan yang akan dilangsungkan selama tiga puluh menit, dia yakin itu akan lebih melelahkan bagi mereka daripada Real Madrid. Dia benar-benar khawatir stamina timnya tidak akan cukup untuk bertahan hingga menit terakhir.      

"Err..." Dia merapikan rambutnya yang berantakan. "Diusirnya Pepe keluar lapangan adalah sebuah ketidaksengajaan..." Dia khawatir para pemain lain akan menyalahkan Pepe. "Sebuah ketidaksengajaan yang tak bisa diperbaiki. Kalian ingat apa yang kukatakan sebelum pertandingan dimulai? Dibandingkan dengan Real Madrid, kita adalah tim. Sekarang tim kita kekurangan satu orang. Apa yang harus kita lakukan? Itu sederhana." Dia membuka tangannya, "Kalian, yang berada di lapangan, harus berlari sedikit lebih jauh dari biasanya, beraksi lebih banyak dari biasanya. Jarak ekstra yang harus kalian tempuh dan aksi ekstra yang kalian lakukan akan terakumulasi!" Twain menutup tangannya, seolah menggenggam sesuatu dan meremasnya dengan kuat.      

"Kita masih bermain sebelas lawan sebelas!"     

Kata-kata penutupnya itu membuat semua orang kembali bersemangat. Pertandingan ini terasa sulit bagi mereka karena mereka kehilangan satu orang, tapi kini mereka telah menemukan kembali kepercayaan diri mereka. Boss benar. Selama kami semua berlari sedikit lebih jauh dan melakukan aksi sedikit lebih banyak, kami akan bisa menebus kerugian yang disebabkan oleh diusirnya Pepe dari lapangan.      

Apa itu semangat tim?     

Mereka sedang mengalaminya tepat saat ini.      

Inilah yang disebut semangat tim!     

Twain menoleh kembali ke arah terowongan. Dia melihat sosok Pepe disana. Seperti yang bisa diduga, pria itu tidak kembali ke ruang ganti. Dia masih berada dekat dengan lapangan, memperhatikan segala hal yang terjadi disana.      

Meski ledakan amarahnya telah membuat tim berada dalam situasi yang sangat sulit, Twain tidak menyalahkannya. Selain itu, dia juga harus mencegah tim dari menyalahkannya. Forest harus tetap bersatu. Kalau tidak, mereka takkan bisa memanjat kembali ke puncak Eropa. Tidak satupun diantara mereka yang akan bisa meraih Treble yang hebat.      

Kerslake mendatanginya, "Tony, sudah waktunya..."     

Baru saat itulah Twain bangkit berdiri. "Ayo, guys. Jangan lupa kalian adalah sebelas pria... Tidak, dua belas... Tidak." Twain hanya butuh sekejap untuk memikirkannya, "Kursi pelatih, bangku pemain cadangan, para fans yang duduk di tribun dan fans Forest yang tidak bisa datang ke Madrid tapi menonton pertandingan ini di TV, kami semua bersamamu dan mereka juga bersamamu. Kalian punya lebih banyak pendukung dibandingkan Real Madrid. Apa yang kalian takutkan, guys? Justru merekalah yang seharusnya merasa takut!" Twain menunjuk ke arah pemain Real Madrid di dekat mereka, yang juga mulai bangkit satu persatu dan mempersiapkan diri untuk dimulainya babak tambahan.      

Para pemainnya tertawa keras. Mereka memang tidak takut apa-apa. Mereka merasa pukulan berat yang disebabkan oleh diusirnya Pepe dari lapangan kini telah memudar.      

"Baiklah. Pergilah ke lapangan untuk memberi mereka pelajaran!" Twain menepukkan tangannya dan kemudian melangkah keluar dari lapangan.      

Dia kembali melihat Pepe, yang menjulurkan leher untuk memandang ke arahnya. Aturan melarangnya untuk kembali ke lapangan, bahkan ke pinggir lapangan. Karenanya, dia hanya bisa tetap diam di pintu masuk terowongan, selicik seorang pencuri.      

Kalau saja tadi Pepe berhasil menenangkan diri, Twain akan berada di tempatnya, melakukan apa yang dia lakukan sekarang.      

※※※     

Setelah babak tambahan dimulai, semangat Real Madrid benar-benar meningkat tajam. Mereka terus menyerang Forest. Berulang kali mereka mengancam gawang Forest. Kelihatannya mereka masih merasa bersemangat setelah berhasil menyamakan kedudukan. Tapi, Twain tidak cemas. Dia hanya menonton Real Madrid menyerang gawang Forest dari pinggir lapangan.      

Tidak ada yang tak terduga baginya. Babak tambahan memang biasanya berjalan seperti ini – kau menyerang di paruh pertama dan aku akan menyerang di paruh kedua.      

Di paruh pertama, Nottingham Forest akan fokus untuk bertahan. Mereka harus mempertahankan diri dari serangan Real Madrid. Meski pertandingan jadi tidak enak ditonton, itu tidak jadi masalah.      

Selama kurun waktu ini, Real Madrid tidak berhenti menyerang. Bola mereka bahkan sempat membentur tiang gawang satu kali. Mereka hampir saja mencetak gol.      

Di waktu yang lain, Ronaldo menembakkan bola dengan sudut tajam setelah menggiring bola melewati Rafinha. Bola itu membentur jaring di sisi luar gawang. Seluruh penonton, baik yang ada di stadion maupun yang menonton di rumah, mengira itu gol. Para fans bersorak di tribun penonton. Bahkan komentator juga sempat berteriak, "Gol!"     

Saat itu, Twain merasa jantungnya berhenti berdetak. Untungnya, saat itu dia melihat Ronaldo memegangi kepalanya, merasa sangat kesal.      

"Sialan..." Twain mengomel. "Kenapa kalian semua begitu gembira? Bolanya mengenai jaring luar..."     

Di paruh pertama, sangatlah sulit bagi Nottingham Forest untuk maju ke sisi lapangan Real Madrid. Setiap pemain Real Madrid bergerak maju. Mereka semua menyerang gawang Forest lagi dan lagi dibawah sorakan para fans tuan rumah.      

Fans Real Madrid di tribun penonton berseru dalam satu suara, "Illa, illa, illa, Juanito maravilla! Illa, illa, illa, Juanito maravilla!!"     

Sorakan itu seharusnya hanya terdengar di menit ketujuh pertandingan. Sekarang suara itu terdengar lagi di menit ketujuh babak tambahan. Arogansi fans Real Madrid sudah hilang. Mereka tidak lagi menganggap bahwa mengalahkan Nottingham Forest adalah hal yang mudah. Saat ini, mereka membutuhkan dukungan dari roh Juanito.      

Juan Gomez Gonzalez, dikenal sebagai Juanito, dulunya adalah pemain nomer tujuh di Real Madrid. Selama tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan, saat Real Madrid tidak tampil baik, semangat Juanito adalah simbol Real Madrid. Dia selalu bertanding hingga menit terakhir dan tidak pernah menyerah. Untuk meraih kemenangan, dia bahkan punya nyali untuk menendang hakim garis dan meninju Matthaus... Dia meninggal di tahun 1992 dalam kecelakaan lalu lintas. Real Madrid menyelenggarakan pemakaman besar untuknya. Skala pemakamannya bisa dibandingkan dengan pemakaman seorang raja. Di sepanjang sejarah Real Madrid, sebelum dirinya, hanya presiden klub terbesar Tn. Santiago Bernabeu yang pernah dimakamkan semegah itu.      

Saat ini, para fans Real Madrid merasa terancam. Mereka tahu musuh yang mereka hadapi tidak akan bisa dikalahkan dengan kemampuan olah-kaki yang bagus, operan-operan dengan tumit belakang dan karakter-karakter yang artistik. Tim-tim dari Liga Premier selalu memiliki semangat yang bisa mengintimidasi lawan mereka.      

Para fans Real Madrid ingin menunjukkan kepada Nottingham Forest bahwa seni bukanlah satu-satunya hal yang dimiliki Real Madrid dan mereka juga tidak hanya tahu bagaimana caranya memainkan bola dengan indah. Mereka ingin menunjukkan pada Nottingham Forest bahwa mereka juga penuh semangat dan mereka tahu bagaimana caranya bertarung!     

Gago menerima operan di lini tengah, tapi dia tidak mengopernya cukup cepat, dan Higuain menjatuhkannya dari belakang.      

Terbaring di tanah, Gago mengangkat kedua tangannya untuk memberitahu wasit bahwa Higuain melakukan pelanggaran. Higuain berlari mundur dengan cepat. Melihatnya berlari menjauh, seseorang bisa mengingat George Wood dengan mudah, karena Wood juga selalu berbalik dan berlari menjauh segera setelah melakukan pelanggaran, tanpa mempedulikan protes lawan.      

Jadi, bahkan orang yang baik seperti Higuain sudah bermata gelap.      

Para komentator Spanyol sudah benar-benar meninggalkan sudut pandang adil dan obyektif yang seharusnya dimiliki oleh komentator. Mereka terus menyemangati dan bersorak untuk Real Madrid.      

"Go Madrid! Nottingham Forest melakukan kesalahan dalam mengoper! Ini peluang bagus... Ah! Bolanya tidak ditembakkan dengan cukup bagus. Bola itu langsung jatuh ke pelukan Akinfeev. Sayang sekali!"     

"Hanya lima menit tersisa di paruh pertama babak tambahan... Real Madrid menyerang gawang Nottingham Forest... ini pelanggaran handball! Kenapa wasit tidak memberikan hukuman untuk handball? Itu tadi jelas pelanggaran!"     

"George Wood menjatuhkan Ribery. Dia seharusnya mendapatkan kartu! Meski hanya kartu kuning, dia akan diusir dari lapangan! Gaya sepakbola Nottingham Forest benar-benar jelek!"     

"Kalau Forest menang, aku harus bilang bahwa kemenangan mereka tidak tampak meyakinkan. Lihat saja penampilan mereka di sepuluh menit terakhir ini! Mereka hanya bertahan di kotak penalti. Apa sepakbola seharusnya dimainkan dengan cara seperti ini? Dan mereka melakukan pelanggaran lagi dan lagi dan lagi... Kalau kau ingin aku mendeskripsikan pertandingan ini, aku akan bilang 'tendangan ke pergelangan kaki, tendangan ke pergelangan kaki, tendangan ke pergelangan kaki dan tendangan ke pergelangan kaki lagi!' Ada lagi? Sama sekali tidak ada!"     

"Sengaja melukai orang lain, menyerang hakim garis, taktik yang buruk... Kalau tim semacam ini memenangkan Liga Champions UEFA, itu akan menghina kehormatan tertinggi ini!"     

Para komentator Spanyol yang marah itu hampir saja menyumpahi Twain dan menyebutnya keparat.      

Di kubu lain, komentator Inggris merasa khawatir dengan Nottingham Forest. Serangan Real Madrid terlalu gencar dan Twain tidak melakukan apa-apa selain bertahan. Bagaimana kalau pertahanan mereka gagal dan timnya tertinggal dari Real Madrid? Itu akan menjadi pukulan yang sangat berat bagi semangat tim.      

"Aku berkeras bahwa Forest seharusnya melawan balik dengan tajam, tapi kelihatannya mereka bahkan tidak bisa melewati lini tengah..."     

"Bagaimanapun juga, ini Bernabeu. Twain seharusnya tidak meremehkan energi Real Madrid di stadion ini. Real Madrid telah menggerakkan seluruh dinding tribun. Dengarkan saja suara para fans itu di tribun penonton... Apa yang mereka teriakkan? Itu Juanito! Pemain terkenal di sejarah Real Madrid!"     

"Aku mengkhawatirkan jantung Tony Twain. Apa dia masih bisa berdiri tegak melihat serangan gencar semacam ini?"     

Sebenarnya, Twain masih baik-baik saja dan bahkan bisa berdiri tegak dan mantap. Serangan Real Madrid memang gencar, tapi Twain melihat bahwa hanya sedikit dari semua serangan ini yang benar-benar bisa mengancam gawang mereka. Itu yang mereka sebut tong kosong nyaring bunyinya.      

Paruh pertama babak tambahan sudah berakhir. Kalau Real Madrid masih belum bisa mencetak gol, mereka pasti akan hancur di paruh kedua. Mereka telah menghabiskan terlalu banyak energi. Dan semangat mereka juga mulai menurun.      

Twain tersenyum dingin. Akhirnya dia mendengar suara peluit wasit.      

"Paruh pertama babak tambahan sudah berakhir. Jantung Tony Twain akhirnya bisa beristirahat! Tidak akan ada jeda turun minum. Paruh kedua akan segera dimulai. Ini adalah lima belas menit terakhir untuk memutuskan siapa pemenangnya. Kalau tidak ada tim yang bisa mencetak gol, kita akan melihat adu penalti! Sebelum pertandingan ini dimulai, Real Madrid dianggap jauh lebih kuat daripada Nottingham Forest dan mereka seharusnya menang. Tapi, pertandingan final ini diperpanjang hingga mencapai seratus lima menit. Aku harus mengakui kalau aku agak terkejut."     

"Forest masih tidak terlihat bagus. Lima belas menit telah berlalu. Dengan hanya sepuluh orang, berapa banyak stamina yang dimiliki tim Forest? Ini adalah sesuatu yang layak untuk diperhatikan. Michel juga pasti melihatnya. Di paruh pertama babak tambahan, setiap pemain Forest berlarian seperti orang gila untuk menebus absennya Pepe yang diusir dari lapangan. Sejauh ini, Nottingham Forest tidak kebobolan. Itu semua berkat kerja keras para pemain. Tapi, mereka adalah manusia dan bukan mesin. Berapa banyak waktu yang mereka miliki untuk bisa bertahan di pertandingan yang intens seperti ini? Lima menit? Sepuluh menit? Aku harus bilang bahwa jika Real Madrid masih terus meningkatkan serangan mereka di paruh kedua nanti, Nottingham Forest cepat atau lambat pasti akan runtuh!"     

Tanpa terkecuali, komentator memprediksikan jalannya paruh kedua babak tambahan. Tidak satupun diantara mereka yang merasa optimis tentang Nottingham Forest, yang bermain dengan sepuluh pemain dan sudah kelelahan.      

Bahkan pria tangguh seperti George Wood mengambil kesempatan dari pergantian sisi lapangan untuk berlari ke pinggir lapangan dan meminta air minum. Kelihatannya dia sudah kelelahan. Jerseynya benar-benar basah oleh keringat sampai-sampai terlihat seperti baru saja diambil dari dalam air. Dia terengah-engah dan kemudian menuangkan air ke mulutnya.      

"George." Twain mendekat. Agar tidak menarik perhatian, dia tidak berdiri terlalu dekat dengan Wood.      

Wood mendengar bisikan manajer. Dia menatap Twain.      

"Err..." Twain berusaha merapikan rambut dengan tangannya. "Aku punya pertanyaan yang sudah kusimpan selama sepuluh tahun."     

Wood memiringkan kepalanya, menatap Twain dengan bingung. Dia sama sekali tidak tahu pertanyaan macam apa itu, atau apakah itu ada hubungannya dengan dirinya atau dengan pertandingan yang sedang berlangsung.      

"Err... apa kau ingat, saat kau mengembalikan dompetku dan dari situlah kita saling kenal? Oke. Yang ingin kutanyakan adalah, ada anak yang menabrakku dan mencuri dompetku sehari sebelumnya... Apa mungkin itu kau?"     

Ekspresi di wajah Wood berubah. Kebingungan di wajahnya sudah hilang dan digantikan dengan kewaspadaan.      

Twain tersenyum lebar ke arah Wood, menunggu jawabannya.      

Wasit mungkin sudah memperhatikan mereka. Wood meliriknya sekilas dan baru akan bergerak kembali ke lapangan. Tapi, sebelum pergi, dia tidak lupa menjawab pertanyaan Twain, "Ya, itu aku."     

Lalu dia berjalan menjauh.      

Twain masih tetap tinggal disana, melihatnya berlari menjauh dan tertawa. Penglihatannya tentang pria dan bocah yang mencuri dompetnya itu saling tumpah tindih. Caranya berlari sama sekali tidak berubah. Bahkan sepuluh tahun lagi, Twain khawatir dia masih tetap sama...      

Kalau kau tidak mencuri dompetku saat itu, mungkinkah aku akan melewatkan pemain berbakat dan juga sepuluh tahun yang hebat setelahnya?     

Robin Hood, seorang pencuri dompet.. Twain tiba-tiba saja merasa apa yang dikatakan media memang cukup tepat – ini adalah tim yang terdiri atas pencuri.      

Baiklah. Jadi, ayo kita curi piala itu di hadapan delapan puluh ribu orang di stadion dan miliaran penonton televisi dengan cara yang mencolok.      

Twain memandang "telinga besar" yang berkilau keperakan, yang berada di dekat pintu keluar terowongan.      

Matanya bercahaya. Itu adalah cahaya keserakahan.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.