Mahakarya Sang Pemenang

Kalau Kau Membenciku



Kalau Kau Membenciku

Kemenangan besar empat gol ini membuat para pemain Inggris merasa sangat gembira dan mereka dielu-elukan banyak media. Setelah Twain berurusan dengan para reporter, dia menunggu kedatangan para pemainnya di ruang ganti. Dia harus menunggu selama dua puluh menit sebelum mereka kembali satu demi satu. Sepuluh menit kemudian, semua pemainnya sudah berkumpul.      

Tidak ada yang mau duduk diam di bangku mereka. Segera setelah mereka memasuki ruang ganti, mereka melepaskan jersey mereka yang basah karena keringat dan melemparkannya ke lantai. Mereka melompat-lompat di sekeliling ruang ganti, entah itu dengan telanjang bulat atau dengan hanya memakai celana dalam mereka seolah-olah mereka adalah sekumpulan monyet yang mabuk.      

"WOOOHOOO ---" Rooney bahkan naik ke atas meja yang dipenuhi botol minuman dan benda-benda lain lalu meraung panjang sambil melempar kepalanya ke belakang.      

"4:0! 4:0! 4:0! Empat, Oo!" rekan-rekan setimnya menyerukan skor akhir pertandingan dengan serempak dan menyiramnya dengan air.      

"Aku belum pernah bermain dalam pertandingan yang menghancurkan lawan seperti ini! Rasanya sangat menyenangkan!" Meski dia basah kuyup dari kepala hingga kaki, Michael Johnson tidak peduli. Dia menyeka air dari wajahnya dan berteriak ke arah Chris Cohen yang ada disampingnya.      

Meski Twain dan anggota staff pelatih ada di dalam ruang ganti, para pemain itu tidak menghentikan perayaan mereka yang gila-gilaan. Bahkan ada beberapa orang yang menyiramkan air ke arah para pelatih, membuat mereka semua terlihat seperti anjing yang basah kuyup.      

Twain tidak berusaha menghentikannya. Dia justru berdiri dengan gembira di dekat pintu dan menonton para pemain yang membuat keributan. Tapi, dia cukup berhati-hati dengan bersembunyi di belakang Des Walker untuk menghindari "peluru nyasar".      

Apa ungkapan yang cocok untuk saat itu?     

'Kau bisa bersembunyi untuk saat ini, tapi kau tidak bisa lari selamanya.'     

Tony Twain yang malang masih bisa ditemukan oleh para pemainnya yang bermata tajam. Kombinasi yang jangkung dan kuat antara Mitchell dan Rooney segera menarik Twain keluar dari belakang Walker dan semua orang berkumpul untuk menyiram air ke atas kepala Twain. Mereka akhirnya melampiaskan kekesalan mereka. Ini akan menunjukkan pada boss yang merendahkan mereka sebelum pertandingan. Lihat saja hasilnya sekarang – 4:0! 4 untuk Inggris dan 0 untuk Perancis, tim yang disebut Twain sebagai tim terkuat!     

"Yah, guys... Sudah cukup!" Twain merasa kedinginan karena basah kuyup tapi untungnya saat ini musim panas dan bukan Piala Dunia yang diadakan di Afrika Selatan. Kalau tidak, dia pasti akan kena flu setelah melangkah keluar dari ruangan ini. Para pemain mengabaikan ucapan Twain yang meminta ampun. Mereka menuangkan air dari semua botol minum yang ada di ruang ganti ke atas kepalanya, membuatnya terlihat seperti tikus yang baru saja tenggelam.      

Setelah para pemain bergegas membubarkan diri, semua orang memandang ke arah Tony Twain yang tampak basah kuyup seperti baru keluar dari sungai lalu tertawa terbahak-bahak.      

Twain menyeka air di wajah dengan tangannya. Merasa kedinginan dan memendekkan lehernya, dia menatap tajam ke arah para pemainnya. Tapi, tidak ada seorangpun yang takut dengan boss karena penampilannya saat ini terlihat sangat lucu.      

Bahkan ada seulas senyum di bibir George Wood. Mereka yang lebih murah senyum tertawa begitu keras sampai terduduk di lantai.      

Twain menatap tajam pada mereka yang menertawainya dan berkata, "Lihat apa yang kalian lakukan! Bagaimana aku bisa pergi ke konferensi pers sekarang?"     

Terdengar ledakan tawa lagi.      

Ditengah suara tawa itu, ekspresi Twain juga berubah, yang tadinya berpura-pura marah lalu tersenyum tak berdaya dan akhirnya tersenyum lebar, menunjukkan sebarisan giginya yang putih. Dia tersenyum cerah.      

"Kalian tampil bagus, guys. Maafkan aku karena membuat kalian merasa kesal sebelum pertandingan dimulai. Seluruh media Inggris menegurku karena aku tidak punya keyakinan pada timku. Sebenarnya, itu bukan kurang keyakinan. Itu hanyalah strategi untuk membuat tim Perancis meremehkan kita. Dan sekarang... bukankah kalian semua melihat hasilnya?" Dia bertepuk tangan dan merasa senang melihat ekspresi terkejut di wajah banyak pemainnya.      

Dia tertawa senang.      

"Baiklah, mari kita sisihkan apa yang sudah terjadi dan menikmati malam ini sepenuhnya. Itulah hadiah yang kalian menangkan! Setelah malam ini, lupakan pertandingan ini. Kalian harus menghadapi tantangan yang jauh lebih serius. Kita hanya berjarak dua pertandingan lagi sebelum menjadi raja Eropa. Aku tidak akan membiarkan kalian jatuh sampai kalian menyentuh piala kejuaraan! Dengarkan baik-baik, sebelum kalian memenangkan gelar juara, malam ini adalah malam terakhir kalian untuk bersantai. Jadi nikmati saja sepuasnya!"     

Setelah mengatakan itu, Twain mengajak Des Walker bersamanya dan melangkah keluar dari ruang ganti.      

Walker hanya melihat Twain menyeka air dari kepala dengan handuk yang dibawanya keluar, sambil mengulurkan tangan padanya.      

"Ada apa, Tony?" Walker tampak bingung.      

Twain menyerahkan handuk yang sudah dipakainya ke tangan Walker dan berkata, "Bajumu, cepat lepaskan."     

"Kau mau aku melepaskan bajuku? Disini?" Walker menolehkan kepalanya dan memandang sekeliling, merasa sedikit canggung.      

"Aku tidak memintamu untuk melepaskan semuanya. Apa yang kau pikirkan? Aku harus menghadiri konferensi pers dan sebenarnya, aku sudah terlambat... aku tidak bisa pergi, dan terlihat seperti ini." Dia tidak tahu harus tertawa atau menangis saat menunjuk ke setelan jasnya, yang sudah basah kuyup karena air.      

Memang akan menjadi penghinaan bagi status si pemenang kalau dia berpakaian seperti itu saat bertemu dengan para reporter.      

Walker tertawa dan dengan patuh melepaskan jasnya lalu menyerahkannya pada Twain sementara dia mengambil jas Twain di waktu yang bersamaan.      

"Lakukan yang terbaik, Tony. Kaulah pemenangnya!" katanya pada Twain, yang sekarang memakai jasnya.      

"Tentu saja. Kapan kau membuatku melihat si pecundang merasa senang?" Twain mengedip pada Walker dan berjalan keluar memakai jas Walker.      

"Sial, aku sudah bekerja keras tapi berat badanku masih bertambah," Walker tertawa senang setelah mendengar Twain bergumam pada dirinya sendiri.      

※※※     

Manajer tim Perancis sedang diwawancara ketika Twain bergegas memasuki aula konferensi pers. Tapi, itu sudah hampir berakhir. Para reporter Perancis merasa kecewa dan sedih. Meski demikian, seseorang harus bertanggungjawab atas kekacauan ini. Duduk diatas panggung, Claude Puel menjadi sasaran kritik publik – memegang semua kartu yang bagus ditangannya, dia tidak tahu bagaimana memainkan mereka. Sebagai akibatnya, Tony Twain menang dan Puel terlihat seperti seorang idiot.      

Ketika Twain melihat Puel di konferensi pers itu, dia sudah tampak lelah menjawab berbagai pertanyaan dari para reporter Perancis.      

"...Aku bertanggungjawab atas kekalahan ini..." Puel melirik Twain, yang berdiri menunggu di pintu masuk. Ekspresi wajahnya berubah dan segera kembali normal. Dia berkata, "Tapi, aku tidak akan mengundurkan diri kecuali Federasi Sepakbola Perancis memecatku. Kurasa pencapaian timku selama lebih dari dua tahun sudah tampak jelas. Pertandingan sepakbola selalu dipenuhi beragam jenis kejutan.." Melihat Twain, Puel tiba-tiba saja tampak penuh semangat dan berbicara dengan lebih cepat. Konferensi pers, yang seharusnya berakhir, jadi diperpanjang.      

"Aku bangga dan senang melihat penampilan para pemainku. Kami hanya sedang sial."     

Sudut bibir Twain terangkat saat dia mendengarkan semua itu dari bawah panggung: untuk pertandingan ini saja, penampilan para pemain Perancis tidak layak dibanggakan. Mereka bukan kalah karena sedang sial.     

"Kuulangi sekali lagi, aku tidak akan mengundurkan diri. Aku merasa puas dengan pekerjaanku. Kontrakku akan terus berjalan hingga akhir Piala Dunia ke-18 dan aku akan tetap bekerja sampai saat itu. Kurasa tim Perancis akan bisa berprestasi di Piala Dunia."     

Setelah mengatakan itu, Puel bangkit dengan marah dari kursinya.      

Melihat aksinya, Twain segera melangkah naik ke atas panggung, mengulurkan tangannya dan bermaksud menjabat tangan Puel. Dia sama sekali tidak mengira kalau Puel akan melangkah turun dari sisi panggung yang lain tanpa meliriknya sedetikpun.      

Adegan itu mengejutkan para reporter. Claude Puel, yang selalu menunjukkan sikap sebagai seorang pria Perancis yang terhormat dan tampil menawan, telah mengabaikan ajakan Twain untuk berjabat tangan dan dengan kasar meninggalkannya begitu saja.      

Twain dipermalukan di depan umum oleh Puel, tapi untung saja, dia bereaksi dengan cepat. Dia hanya mengangkat bahu dan kemudian duduk. Dia berbicara ke arah banyak mikrofon yang ada diatas meja, "Sepertinya, Tn. Puel agak kesal dan sakit hati."     

Karena pihak lawan tidak menahan diri untuk mempermalukannya, dia tidak perlu menahan diri. Dia jauh lebih ahli dalam mempermalukan seseorang dibandingkan Puel.      

"Aku paham bagaimana perasaannya saat ini. Aku minta maaf karena berusaha untuk menjabat tangannya barusan. Sebagai seorang pria Inggris yang terhormat, seharusnya aku tidak muncul di hadapannya untuk memprovokasinya. Untuk itu, aku memang bersalah."     

Meski mereka semua tidak senang mendengar kata-kata terakhir Puel, mereka masih rekan senegara dan tidak ada reporter Perancis yang bisa tetap tersenyum mendengar cemoohan Twain yang terang-terangan. Meski mereka telah melecehkan Twain sebelum pertandingan, memegang teguh prinsip "semuanya baik-baik saja usai pertandingan dimenangkan", para reporter Inggris tertawa senang. Beberapa diantara mereka bahkan bertepuk tangan untuk Twain.      

Berhasil memimpin timnya unggul 4:0 atas Perancis, bisa diprediksikan bahwa popularitas Tony Twain di Inggris takkan tertandingi. Akan bijak untuk mengatakan hal-hal bagus tentang dirinya kali ini.      

Hanya The Sun yang bertanya mengapa Twain menganggap tim Perancis lebih baik daripada Inggris sebelum pertandingan, padahal terbukti bahwa Perancis tidaklah sebagus Inggris. Pertanyaan ini membuat wajah para reporter Perancis kembali suram.      

Tidak seperti biasanya, kali ini, Twain tidak mempersulit reporter The Sun. Dia nyengir dan berkata, "Itu hanya trik yang kulakukan sebelum pertandingan. Lebih dari dua tahun yang lalu, pakar militer, Sun Tzu, pernah berkata: tidak pernah ada terlalu banyak tipuan dalam perang. Ini juga berlaku dalam sepakbola."     

Para reporter Cina yang hadir merasa senang mendengar Twain menyinggung Seni Perang Sun Tzu, tapi mereka tidak terlalu terkejut. Saat ini, seluruh dunia sudah tahu bahwa Twain bisa berbicara bahasa Mandarin dan menyukai budaya Cina.      

Para reporter Inggris akhirnya memahami sikap Twain. Meski trik semacam ini bukan yang pertama di dunia sepakbola, Tony Twain jelas berada di daftar teratas karena bersikap sangat realistis dan sangat berdedikasi dengan triknya itu.      

Wajah para reporter Perancis terlihat semakin buruk. Ternyata pujian Twain pada mereka sebelum ini adalah kepalsuan dan hanya dimaksudkan untuk menipu mereka. Bagaimana mungkin mereka bisa menanggung penghinaan ini? Ini seperti seorang pria menyatakan cintanya pada seorang wanita hanya untuk menipu si wanita agar tidur bersamanya dan mengambil uang wanita itu sebelum dia pergi.      

Tony Twain memainkan perasaan mereka. Bagi orang-orang Perancis, ini sangat memalukan dan menghina.      

Seorang reporter Perancis yang masih muda bangkit berdiri dengan tiba-tiba, berusaha untuk mempertahankan harga diri tim Perancis yang menderita kekalahan.      

"Tn. Twain, bukankah menurut Anda sangat tidak sopan untuk mengatakan itu? Jujur saja, aku memang tidak menyukai Anda sejak awal, tapi kata-kata Anda sebelum pertandingan membuatku memutuskan untuk mengubah pandanganku tentang Anda. Kukira mungkin aku salah dan Anda adalah orang yang baik. Sekarang, aku ingin menarik kembali pikiran naif-ku! Seseorang seperti Anda..." Dia menunjuk ke arah hidung Twain sementara bibirnya bergetar dan dia tidak tahu harus berkata apa.     

Perilaku impulsif pria muda itu mengejutkan semua orang yang hadir, tapi orang-orang yang berbeda memiliki reaksi yang berbeda. Semua orang memandang pria itu dengan tatapan berbeda. Para reporter Perancis tampak terkejut sementara di waktu yang bersamaan merasa kagum dan senang. Mereka jelas menganggap reporter muda yang impulsif dan ceroboh itu mengutarakan apa yang ingin mereka ucapkan tapi tidak berani mereka katakan, yang membuat mereka bisa melampiaskan kekesalan mereka. Keberaniannya patut dipuji dan aksinya ini pasti membuat Twain merasa sangat malu. Mari kita lihat bagaimana cara Tony Twain menanggapi tuduhan pria pemberani ini, pikir mereka.      

Para reporter Inggris terkejut dan juga marah pada aksi si reporter Perancis. Sekarang setelah Twain menjadi pahlawan nasional Inggris, bukankah orang-orang Perancis itu seharusnya menunjukkan rasa hormat mereka? Apa sikap reporter ini sama dengan menantang Inggris? Memangnya kau pikir kau siapa, nak? Kau menuduh Twain bersikap kasar. Tidakkah kau seharusnya melihat seberapa tidak sopannya dirimu yang tiba-tiba saja berdiri dan menyalahkan orang lain? pikir para reporter Inggris. Tapi, mereka tidak terlalu khawatir tentang Twain karena mereka tahu bahwa sebagai seseorang yang dimaki dan dilecehkan oleh orang lain setiap hari, Twain pasti punya pengalaman yang sangat kaya dalam berurusan dengan hal-hal semacam ini.      

Para reporter dari negara lain merasa sangat senang. Pertama-tama, ini adalah bentrokan langsung antara Perancis dan Inggris. Seorang pria muda yang pemberani secara terbuka menantang wewenang manajer terkenal di dunia, seperti Don Quixote, yang membawa tombak dan menantang kincir angin. Kedua, Tony Twain membayar harga atas kekacauan yang ditimbulkannya dan sekarang bagaimana dia akan mengatasinya? Ketiga, bagaimanapun hasilnya, mereka akan mendapatkan keuntungan dari hal ini! Sebuah pertunjukan bagus seperti bentrokan langsung antara seorang reporter dan manajer tim tidak muncul setiap hari. Ayo, ayo! Biarkan amarah itu membara!     

Pria muda Perancis yang menuduh Twain masih berdiri tegak, merasa unggul, sehingga memberikan kesan bahwa dia adalah satu-satunya pahlawan yang berani menghadapi Raja Iblis Besar. Saat koleganya menyembunyikan kepala mereka diantara kedua lutut mereka, gemetar ketakutan, hanya dia yang bangkit berdiri untuk menantangnya. Meski si raja iblis ini seratus kali lebih jangkung daripada dirinya, dan bayangan besar menutupinya sepenuhnya, dia tidak takut. Selain itu, apa yang diacungkannya bukankah sebuah jari, melainkan sebilah pedang tajam, yang terarah ke jantung si raja dengan bilah sedikit bergetar dan memancarkan kecemerlangan yang dingin.      

Si raja iblis jahat, Tony Twain, berada diatas panggung, menatap reporter Perancis yang bangkit berdiri dan menuduhnya. Tapi, dia tidak berteriak marah memanggil "Keamanan! Dimana keamanan?" Justru sebaliknya, dia memandang pria itu dan tersenyum.      

Dinginnya senyum itu menekan kemarahan si pria Perancis, membuatnya merasa sedikit ngeri.      

Twain tersenyum lebar sehingga menunjukkan sederetan gigi yang putih. Di mata pria muda itu, itu adalah mulut ganas seorang predator dimana tubuh patah tim Perancis bergantung di taringnya dan air liurnya menetes-netes, yang membuatnya tampak menjijikkan.      

"Anak muda, aku punya frase yang ingin kuberikan padamu." Twain tidak langsung melecehkannya, tapi wajahnya yang tersenyum tampak ramah. Dan apa yang dia ucapkan memang mengejutkan. Apa yang dimaksudnya dengan "memberi"? Seseorang sedang menegurnya, jadi kenapa dia malah bersikap baik? Selain itu, dari nada suaranya, kedengarannya dia bangga dengan usia dan pengalamannya dan karenanya bermaksud memberikan beberapa mutiara kebijaksanaannya yang luar biasa.     

"Pertama-tama, aku ingin menjelaskan bahwa aku tidak pernah ingin memenangkan hati dan kebaikanmu. Kau sudah salah paham dalam hal ini. Aku menyesal dan meminta maaf atas kesalahpahaman yang kutimbulkan," Twain bangkit berdiri, yang merupakan tanda-tanda dia akan segera pergi meninggalkan tempat ini.      

"Lalu... Aku punya sesuatu yang ingin kuberikan padamu, anak muda. Hal terpenting dalam hidup bukanlah apa yang ingin kaulakukan atau apa yang kau dapatkan, melainkan memegang teguh prinsipmu. Tidak ada yang lebih penting daripada itu." Twain berulang kali menggunakan kata 'anak muda' untuk memberikan pelajaran bagi pria itu, yang membuat orang-orang semakin bingung. Apa yang dimaksudnya dengan memegang teguh prinsip? Kemana pembicaraan ini mengarah? Selain itu, prinsip apa yang dimaksud olehnya? Apa hubungannya semua ini dengan tuduhan pria muda itu?     

Untungnya, Twain memecahkan misterinya dengan sangat cepat.      

"Kalau kau membenciku sebelum ini, maka bencilah aku sekarang. Kalau kau membenciku sekarang, maka bencilah aku di masa depan. Terima kasih."     

Setelah mengatakan ini, Twain tersenyum pada si pria muda dan kemudian melambai ke arah para reporter yang terkejut mendengarnya mengatakan itu. Dia berbalik dan melangkah pergi. Dia menghilang dari pintu sebelum ada yang bisa bereaksi.      

Butuh waktu beberapa saat sebelum para reporter di ruangan itu bisa bereaksi. Tiba-tiba saja ruangan itu menjadi gempar.      

"Apa yang dimaksud bajingan itu?!"     

"Memangnya dia pikir dia siapa? Aku sudah berada di L'Equipe selama tiga puluh tahun, mewawancarai banyak manajer superstar, dan tidak ada diantara mereka yang sesombong dan sehina dirinya! Maradona? Cruyff? Beckenbauer? Tidak ada yang bertingkah sepertinya!"     

Orang-orang yang mengatakan itu adalah orang-orang Perancis.      

Sejumlah kecil reporter Inggris yang bisa memahami bahasa Perancis mencibir, "Itu karena kau belum bertemu dengannya dalam 30 tahun, mate."     

Reporter Inggris yang lain bertepuk tangan untuk Twain. Sebagai pemenang, adegan ini sangat keren! Tidak heran Pierce Brosnan mengatakan bahwa selama dia berada di kubu yang sama dengan Twain, dia yakin dia akan menang. Sekarang para reporter Inggris itu menganggap Twain sangat mengagumkan.      

Media yang netral hanya menikmati semua itu dan memuji penampilan Twain di akhir pertunjukan.      

Sekelompok reporter Cina berkumpul untuk membahas penampilan Twain sebelum ini, dan topiknya segera berubah dari rujukan Twain terhadap Seni Perang Sun Tzu ke kalimat terakhirnya: "Kalau kau membenciku sebelum ini, maka bencilah aku sekarang. Kalau kau membenciku sekarang, maka bencilah aku di masa depan."     

"Lihat apa yang dia katakan, itu sangat mengesankan! Meski tidak mengandung kata-kata kotor dan sikapnya sangat santun, itu membuat orang-orang merasa dia baru saja menampar wajah orang-orang Perancis itu! Itu benar-benar keren!"     

"Ya, Ya! Itulah seni bahasa!" Beberapa tahun yang lalu, karena presiden Perancis yang sangat bodoh, Nicolas Sarkozy, hubungan Sino-Perancis jadi sangat tegang, dan banyak orang di Cina mengembangkan sikap negatif terhadap Perancis. Mendengar Twain menghina media Perancis, para reporter Cina merasa sangat senang.      

"Sayang sekali dia tidak bisa datang ke Cina untuk melatih," tiba-tiba saja seseorang mendesah panjang.      

"Apa kau sudah gila? Apa gunanya dia pergi kesana? Berhentilah bermimpi!" Dia segera disadarkan kembali ke kenyataan oleh seseorang di sampingnya. "Kalau dia benar-benar datang ke Cina, dia pasti orang bodoh..."     

"Memangnya kenapa kalau dia bodoh?"     

"Kalau begitu, kita takkan menginginkannya!" Pria yang sama menjawabnya.      

"Tapi kurasa itu akan hebat... Kita tidak punya pria bermulut besar di dunia sepakbola kita. Biarkan dia datang untuk menampar wajah beberapa orang. Kurasa itu akan sangat keren..."     

Para kolega yang ada di sekitarnya hanya bisa menggelengkan kepala mereka dan mengabaikannya. Percuma saja bicara dengnanya.      

Tapi, sebuah kenangan masa lalu mendadak muncul di benak semua orang.      

Delapan tahun yang lalu, Twain membawa istrinya untuk mengunjungi Cina dan menerima wawancara dari Tang Jing, yang saat itu masih menjadi bintang reporter Titan Sports. Isi kandungan wawancara itu tidak muncul di media manapun tapi cukup dikenal di dunia. Itu semua berkat langkah Tang Jing yang memutuskan untuk mengundurkan diri dan mempublikasikan artikelnya. Tapi, bukan itu yang penting. Melainkan kata-kata Twain. Kalau mereka memikirkannya, siapapun itu pasti akan tersentuh. Setiap orang yang mengejek kepolosan rekannya itu harus mengakui bagaimana perasaan mereka saat mereka membaca artikel wawancara itu untuk yang pertama kalinya, ada kepanikan dan kegembiraan, keterkejutan dan ketakberdayaan. Meski mereka harus membuat senang manajemen level atas dan menulis artikel untuk menyerang Twain setelahnya, setiap reporter Cina yang masih peduli dan mencintai sepakbola Cina, akan mengacungkan jempol mereka kepada pria Inggris yang tidak ada hubungannya dengan Cina.      

Twain adalah pria itu, pria sejati dengan saraf baja!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.