Mahakarya Sang Pemenang

Mulai Berkencan?



Mulai Berkencan?

0Pada saat Tony Twain dan timnya bergegas kembali ke Nottingham malam itu juga sambil membawa piala juara liga, kota kuno itu kembali hidup dengan semua fans Nottingham Forest berpesta sepanjang malam di jalanan, di bar dan bahkan di rumah mereka sendiri. Seluruh kota ikut mabuk.      
0

Twain juga minum sampai dia mabuk dan sama sekali tidak tahu sudah berapa banyak alkohol yang diminumnya. Dia tidak perlu menghitungnya dan dia tidak berniat melakukannya. Semua minuman itu datang silih berganti, satu gelas disusul gelas yang lain, satu botol dan disusul botol yang lain. Apa nama lain dari menikmati minuman keras tanpa perlu menahan diri? Itu artinya minum-minum sepuas hati.      

Twain akhirnya harus dibawa pulang ke rumah oleh Dunn. Dia sama sekali tidak tahu apa yang terjadi setelah dia mabuk. Saat dia bangun keesokan harinya, dia sadar bahwa ada ruang kosong di dalam ingatannya. Dia sama sekali tidak ingat apa yang terjadi semalam.      

Sakit kepala akibat mabuk membuatnya harus berbaring lama di ranjang sebelum dia bisa duduk.      

Ini adalah hari usai turnamen liga berakhir dan enam belas jam telah berlalu sejak pertandingan yang menegangkan kemarin. Saat memikirkan tentang pertandingan itu, Twain merasa seolah dia masih bermimpi dan ini semua tidak nyata. Meski dia sok tangguh dan berkata, "Tujuan kami musim ini adalah memenangkan gelar Ganda," dia tidak siap dengan apa yang harus dilakukannya estelah dia benar-benar memenangkan gelar juara itu.      

Tim sedang berlibur hari ini dan tidak perlu berlatih. Setelah dia mengingatnya, Twain kembali berbaring di ranjangnya. Sakit kepalanya benar-benar tak tertahankan... Suara gemerisik terdengar dari luar. Dia melompat bangun dari ranjang dan membuka tirainya. Langit diluar tampak mendung dan terdengar suara rintik hujan yang turun. Ternyata sekarang hujan. Kemarin masih berawan...      

Saat dia melihat hujan turun, mulutnya terasa kering. Twain turun ke bawah untuk mencari air minum.      

Dia baru saja menuang air putih ke sebuah gelas yang besar dan membasahi tenggorokan dan bibirnya yang kering saat teleponnya berdering.      

"Paman Tony!!" suara gembira Shania terdengar dari ponsel dan mengejutkan Twain.      

"Suaramu terlalu keras!" Twain menjauhkan ponsel itu dan berbicara ke arah ponselnya.      

"Aku senang! Selamat atas kemenanganmu di kejuaraan yang lain!"     

"Yo, kabar itu menyebar cukup cepat." Twain kembali mengisi gelasnya dengan air dan duduk di sofa untuk mengobrol dengan Shania.      

"Ada internet untuk itu, hehe." Shania kedengarannya sedang dalam suasana hati yang bagus.      

"Apa ada hal lain yang membuatmu sangat senang, Shania?" tanya Twain.      

"Bukankah memenangkan gelar juara itu hal yang menyenangkan bagimu?"     

"Yah, maksudku adalah apa ada hal lain yang membuatmu merasa sangat senang?"     

"Bukankah apa yang menyenangkan buat Paman Tony akan menyenangkan buatku juga?"     

Twain tersenyum dan berkata, "Gadis kecil, bagaimana kabarmu di Amerika?"     

"Aku baik-baik saja. Aku bertemu teman baru. Film itu akan mulai syuting bulan Juli. Aku tidak punya banyak adegan jadi aku tidak terlalu sibuk. Hanya saja aku masih harus pergi ke beberapa tempat untuk pagelaran busana..." Shania menceritakan pada Twain tentang hidup dan pekerjaannya belakangan ini. Twain tidak menginterupsi ucapannya. Dia hanya memegangi gelas airnya dan bersandar di sofa untuk mendengarkan dengan tenang.      

Saat dia sudah hampir selesai berbicara, Shania tiba-tiba terdiam dan kemudian berkata pelan, "Paman Tony?"     

"Ah, bicara saja, aku masih mendengarkan." Twain mengira bahwa karena dia tidak berbicara sejak tadi, Shania mungkin salah paham dan mengira kalau dia tidak mendengarkan, jadi dia buru-buru menjelaskan.      

"Aku merindukanmu..."     

Twain membeku sejenak dan mengira kalau dia salah dengar.      

"Apa kau merindukanku, Paman Tony?"     

"Tentu saja, aku merindukanmu. Bagaimana mungkin aku tidak merindukanmu?"     

"Kau bohong!" Shania tiba-tiba meninggikan suaranya. "Apa kau tidak khawatir aku sendirian disini di Hollywood yang sangat ramai? Apa kau tidak khawatir kalau aku mungkin punya skandal seks? Apa tidak mengganggumu kalau aku mungkin dirundung oleh playboy disini?"     

Twain tercengang mendengar serangkaian pertanyaan yang diajukan. Bukan berarti dia tidak memikirkan itu. Sebenarnya dia menganggapnya normal kalau Shania menemukan seorang pacar. Justru tidak normal bagi Shania untuk tetap jomblo di dunia hiburan seperti itu. Dia sempat bertanya-tanya apakah agensi Shania yang memintanya untuk melakukan itu... Tapi Twain merasa malu mengajukan pertanyaan yang mengganggu privasi orang lain.      

Jadi, dia tidak pernah tahu kenapa Shania tidak mulai berpacaran atau melakukan sesuatu yang seperti itu. Bagaimanapun juga, Shania bukan lagi anak kecil. Dia sudah berusia tujuh belas tahun. Di Cina saat ini, berkencan di usianya saat ini sudah tidak lagi dianggap sebagai cinta monyet, apalagi kalau dia berada di negara-negara asing yang berpikiran lebih terbuka.      

Tapi bagaimana dia bisa mengatakan itu pada Shania? Bisakah dia mengatakan, "Aku ingin kau mulai berkencan?" Twain membuka mulutnya dan baru akan mengatakannya tapi suaranya tidak mau keluar. Apa dia berharap dia akan mengiyakan atau menolaknya?     

Memikirkan gadis muda yang cantik dan cerdik itu merasa nyaman di pelukan lelaki asing, yang bisa saja seorang pria tua berambut abu-abu, membuat hati Twain terasa tidak nyaman. Rasanya seperti... seperti seseorang telah mengambil mainan kesayangannya.      

Twain bergidik karena merasa terkejut oleh pikirannya sendiri.      

Itu buruk sekali... Kenapa aku memikirkan hal seperti itu? Bagaimana mungkin Shania adalah mainanku? Aku hanya walinya sementara di Inggris, itu saja...     

"Paman Tony?" Shania merasa sedikit aneh karena dia tidak mendengar Twain berbicara selama beberapa waktu.      

"Ah, eh, err... Sebenarnya, Shania ... Yah, kau sudah berusia tujuh belas tahun. Tidak ada salahnya kalau kau berkencan dan jatuh cinta..."     

Kali ini giliran Shania yang terdiam. Dia membuka mulutnya dan bertanya setelah beberapa lama, "Apa itu yang kaupikirkan, Paman Tony?"     

"Ah, aku khawatir kau akan kesepian di Amerika Serikat. Bagus juga kalau kau punya hubungan romansa, selama orang itu tulus menyukaimu..."     

"Baiklah." Shani menyela ucapan Twain dan berkata, "Aku akan mendengarkan Paman Tony."     

Setelah berpamitan sekadarnya, dia menutup teleponnya.      

Twain duduk terpana di sofa, masih memegang ponsel dan gelas berisi air minumnya di kedua tangannya. Kedengarannya Shania marah. Itu aneh. Kenapa dia marah? Apa dia tidak ingin memiliki hubungan romantis saat ini? Kalau begitu, seharusnya dia tinggal mengatakannya saja. Kita kan berteman dekat dan bisa mengatakan apa saja di depan satu sama lain. Kalau dia takut hal itu akan mempengaruhi karir atau keberatan dari para penggemarnya, dia bisa langsung mengatakan itu. Aku orang yang fleksibel. Saat dia bilang baiklah, sepertinya dia merasa kesal... Apa aku mengatakan sesuatu yang salah? Ehem, berusaha memahami hati seorang wanita itu seperti mencari jarum di tumpukan jerami.      

Twain masih tetap bingung meski telah banyak memikirkannya. Dia menggelengkan kepala dan menghabiskan air minumnya sebelum kemudian pergi ke lantai atas dan mulai berpakaian.      

※※※     

Shania menutup ponselnya dan duduk dengan marah di sofa. Kepala Paman Tony hanya berisi kapas dan bukan otak. Dia memukul boneka Totoro yang ada di depannya dengan kuat.      

Agennya, Fasal, kebetulan melihat hal ini saat dia mendorong pintu hingga terbuka. Tapi dia tidak bertanya apa-apa dan hanya berkata, "Tn. Colin Farrell mengundangmu ke pesta malam ini..."     

"Aku akan pergi." Shania menaikkan alisnya.      

※※※     

Hollywood tampak terang benderang di malam hari dan merupakan dunia yang besar dan beraneka warna dibawah cahaya lampu neon yang berkilauan. Tempat ini adalah rumah bagi mayoritas bintang film dunia. Sebuah surga yang diimpikan dan didambakan oleh banyak pria dan wanita muda. Banyak "kisah' yang menyenangkan dimainkan disini.      

Hari ini, Shania akan menjadi tokoh utama di dalam kisah ini.      

Sunset Boulevard dipenuhi lalu lintas yang padat. Dengan banyak hotel kelas atas berada di jalan ini, ini adalah tempat yang bagus bagi banyak bintang untuk berpesta dan bersenang-senang setelah malam tiba. Tapi tempat ini juga merupakan tempat tujuan wisata yang disukai pengunjung asing, karena banyak turis akan sengaja datang kemari untuk bertemu dengan bintang film yang hanya bisa mereka lihat di televisi dan film bioskop.     

Fasal memarkirkan mobil di depan hotel dan reporter yang ada di sana tiba-tiba saja mengerumuninya. Pintu mobil masih belum dibuka dan kilatan bliz lampu kamera sudah menyala tanpa henti. Penjaga pintu membuka pintunya untuk Shania, sementara Colin Farrell yang berambut panjang datang menghampiri untuk menyambutnya.      

"Oh, sayang, kukira kau tidak datang!" Melihat Shania melangkah keluar dari mobil dengan gaun malamnya, pria Irlandia seksi itu tersenyum dan membantunya dengan mengulurkan tangan.      

Shania juga tersenyum saat dia menerima uluran tangan itu. Lalu dia berbalik dan melambai ke arah kamera para reporter. Kilat lampu kamera menjadi sapuan cahaya yang menyilaukan mata, menangkap gambar kedekatannya dengan Farrell di kamera-kamera itu.      

Angin sepoi-sepoi malam itu membelai hati banyak orang. Ini pasti akan menjadi malam yang menyenangkan.      

※※※     

Twain duduk di cafe kompleks pelatihan dan sedang menikmati secangkir kopi. Setelah libur sehari, tim kembali berlatih. Menggunakan dua metode dua kali latihan sehari dan satu kali latihan sehari, para pemain yang baru saja mengalami pertandingan sengit lalu langsung bersantai, perlahan mulai tegang lagi. Bagaimanapun juga, ada sebuah pertandingan penting yang menunggu mereka. Ini bukan waktunya untuk benar-benar bersantai.      

Cafe ini sebenarnya sebuah restoran yang berada di dalam klub. Beberapa pemain dan staff akan memilih untuk makan disini daripada makan dirumah. Kalau Shania tidak tinggal di Nottingham dan saat ada dua kali latihan dalam sehari, Twain dan Dunn akan makan siang disini sebelum kembali ke kantor untuk tidur siang.      

Kerslake membawa piring makan di satu tangan dan tabloid gosip di tangan yang lain.      

Twain meringis pada Dunn yang duduk disampingnya, "Putranya sudah berusia sepuluh tahun dan dia masih suka mengikuti berita tentang bintang terkenal sepanjang hari."     

Dunn tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya tertawa.      

Kerslake mendengar kata-kata Twain dan berhenti di meja tempat mereka duduk.      

"Aku cuma punya hobi kecil ini, jadi jangan menertawakanku. Selain itu, Tony, aku melihat ada berita tentang Shania disini. Dia dan..."     

Saat dia mendengar kata "Shania", telinga Twain menajam. Dia merebut surat kabar di tangan Kerslake dan membukanya.      

Benar saja, dia melihat sebuah foto di halaman lima.      

Di dalam foto itu, Shania memeluk seorang pria berambut panjang dan tersenyum manis sambil menghadap ke arah kamera.      

"Siapa pria ini?" tanyanya.      

"Bukankah tertulis disitu? 'Playboy Hollywood, Colin Farrell.'" Kerslake menunjuk ke arah surat kabar itu dan berkata, "Mereka tinggal sampai larut dan kemudian Farrell mengantar Shania pulang."     

"Itu informasi yang mendtil. Dia cukup tampan... dia memang terlihat seperti playboy." Twain melihat foto itu.      

"Dulu dia punya reputasi yang buruk tapi sekarang sudah lebih baik. Dulunya dia suka minum, menggunakan obat terlarang, mengejar-ngejar wanita dan bermulut kotor... Sekarang setelah dia punya seorang putra, dia tidak minum dan menggunakan obat. Tapi soal mengejar wanita..." Dia memperhatikan kalau Twain tidak terlihat baik-baik saja. "Apa kau khawatir tentang Shania?"     

Hampir semua orang di klub tahu kalau Shania dan Twain memiliki hubungan yang baik. Tapi hingga tingkatan mana, tidak ada yang tahu...      

"Tidak, dia bukan gadis berusia tiga tahun yang tidak tahu apa-apa. Aku tidak perlu khawatir." Twain mengembalikan tabloid itu pada Kerslake dan melanjutkan meminum kopinya.      

Duduk di seberangnya, Dunn tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menatap Twain sekilas.      

※※※     

Para pemain tiba-tiba saja merasa bahwa boss yang mengawasi latihan sore menjadi lebih keras daripada saat latihan pagi. Sedikit saja teralihkan dan mereka akan diteriaki dan dikritik olehnya dari luar lapangan.      

"Ini benar-benar aneh. Kita baru saja memenangkan gelar juara liga, tapi boss terlihat seperti seseorang di keluarganya baru saja meninggal dunia..."     

"Kurasa dia tidak ingin kita bersikap terlalu sombong. Bagaimanapun juga, masih ada pertandingan final Liga Champions."     

"Ini bukan pertama kalinya kita bermain di final Liga Champions. Jelasnya dia tidak perlu memperlakukan kita semua seperti anak kecil, kan?"     

"Kalau begitu pasti dia mengalami bad mood yang muncul tiba-tiba!"     

"Apa dia sedang menstruasi?"     

"Ah hahaha--!!"     

※※※     

Shania sedang mempelajari materi akting di rumah dengan memakai kacamatanya saat dia menerima panggilan telepon. Saat dia mendengar ponselnya berbunyi, dia merasa sangat senang sampai dia melompat dari atas sofa dan langsung mengambil ponselnya. Saat dia melihat jelas siapa yang menghubunginya, bibirnya ditarik kebawah karena kesal. Tapi saat dia mengangkatnya, tidak ada nada kesal yang terdengar di dalam suaranya.      

"Ah, Tn. Farrell, halo. Ada apa? Makan malam? Hmm..." Shania memikirkannya sejenak dan kemudian mengangguk. "Baiklah, kau bisa menjemputku jam enam sore!"     

Fasal melangkah masuk saat dia mendengar suara Shania di telepon dan bertanya, "Apa kau tidak makan malam di rumah?"     

Shania mengangguk dan berkata, "Pria itu, Farrell, mengundangku untuk makan malam."     

"Dia berusaha mendapatkanmu, Shania." kata Fasal sambil tersenyum.      

"Aku tahu. Bukankah itu bagus? Paman Tony ingin supaya aku mulai berkencan." Shania mengerucutkan bibirnya.      

"Dia bukan ayahmu. Kau tidak harus mendengarkan apapun yang dia katakan," kata Fasal bijak.      

Shania memutar matanya dan berkata, "Dia hanya mencoba bersikap baik. Omong-omong, Tn. Fasal, bukankah menurutmu aku sedikit kesepian disini?"     

Melihat tatapan aneh yang ditunjukkannya, Fasal hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan itu. Sebenarnya, dia memang kesepian. Kalau dia tidak mendapatkan undangan dari teman dan selebritis, Shania akan menutup diri di dalam rumah untuk menonton DVD, membaca atau berselancar di internet. Belum lagi dia adalah seorang selebriti, meski dia hanyalah orang biasa, aktivitas hiburannya terlalu sedikit.      

Selain itu, aneh kalau gadis berusia tujuh belas tahun tidak pergi kencan...      

Fasal hanya bertanya jam berapa dia akan meninggalkan rumah dan kemudian dia meninggalkan Shania sendiri.      

Setelah itu, Shania tidak mood lagi untuk membaca. Dia tetap memandangi ponselnya dari waktu ke waktu, tapi sampai Farrell membunyikan bel pintu rumahnya, ponselnya tidak berdering lagi.      

Sambil mengomeli Paman Tony di benaknya, Shania bersiap-siap untuk pergi keluar.      

※※※     

"Ah, Shania sangat aktif belakangan ini. Dia pergi keluar untuk makan malam dengan Farrell lagi..." Saat istirahat latihan, para pemain berkumpul dalam dua atau tiga orang untuk mengobrol. Para pelatih juga akan berkumpul dan membicarakan tentang topik yang menjadi minat perhatian bersama. Karena ada berita tentang Shania di surat kabar belakangan ini, Kerslake akan selalu menyebutkan kenalan semua orang, Shania, di waktu-waktu itu.      

Tapi mood Twain sama sekali tidak bagus. Dia ingin menyuruhnya tutup mulut, tapi setelah mulutnya terbuka, dia menelan kembali kata-katanya itu. Dia sama sekali tidak punya alasan untuk mengomeli Kerslake, dan dia juga tidak punya alasan untuk berada dalam mood yang buruk. Dia bahkan tidak tahu kenapa dia bersikap seperti ini.      

Gosh, pertandingan besar akan segera tiba. Bagaimana mungkin perhatianmu teralihkan oleh sesuatu seperti ini?     

Twain menggelengkan kepalanya dan membuang pikiran-pikiran tak jelas itu untuk sementara.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.