Mahakarya Sang Pemenang

Benítez



Benítez

0Super Cup UEFA dimulai di tahun 1972.      
0

Sebelumnya, telah dikatakan bahwa Nottingham Forest merupakan juara Eropa karena mereka adalah pemenang Liga Champions. Tapi di Liverpool, fans Liverpool juga menganggap diri mereka sebagai juara Eropa karena tim mereka baru saja memenangkan Liga Eropa UEFA.      

Dengan begini, ada dua juara Eropa, tapi hanya boleh ada satu juara. Apa yang bisa mereka lakukan tentang ini? Juara dari dua kejuaraan itu akan bertanding untuk menentukan juara utamanya. Metode ini seolah menyiratkan adanya "satu raja diatas semua raja". Semua orang adalah raja, tapi raja mana yang lebih kuat? Banyak fans pasti akan tertarik untuk menemukan jawaban dari pertanyaan ini.      

Tadinya Eropa memiliki tiga turnamen piala yang tergolong besar, Liga Champions UEFA, Winners Cup UEFA dan Liga Eropa UEFA.      

Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, Liga Champions UEFA adalah sebuah turnamen piala yang hanya bisa diikuti oleh para juara dari berbagai negara. Itu adalah kejuaraan dengan tekanan dan kehormatan tertinggi yang didambakan oleh banyak tim-tim papan atas.      

Winner's Cup UEFA dimainkan oleh para juara kompetisi piala domestik dari beragam negara, kejuaraan ini levelnya berada di bawah Liga Champions.      

Liga Eropa UEFA memiliki sejarah yang paling singkat. Pendahulunya adalah Inter-Cities Fairs Cup. Tim-tim yang berpartisipasi dalam kejuaraan ini bukanlah juara liga maupun pemenang kejuaraan domestik, melainkan beberapa tim lain selain pemenang gelar liga dan pemenang turnamen piala. Jumlah yang dialokasikan untuk liga di tiap negara akan berbeda.      

Super Cup UEFA tadinya adalah sebuah kontes kemenangan antara pemenang Liga Champions UEFA dan pemenang Winners Cup UEFA. Tapi, memasuki abad ke 21, UEFA menganggap bahwa karena tim-tim yang lebih lemah dari liga berbagai negara bisa masuk ke dalam Winners Cup UEFA, hal ini menurunkan standar Winners Cup UEFA, dan membuatnya kurang menarik serta tidak bisa mendapatkan sponsor yang lebih besar. Oleh karena itu, UEFA memutuskan untuk mereformasi turnamen piala ini dan menggabungkan Winners Cup dengan Liga Eropa UEFA. Mereka menghilangkan turnamen piala yang memiliki sejarah selama tiga puluh delapan tahun dan menggantikannya dengan Liga Eropa UEFA.      

Dua tim yang akan berkompetisi saat ini di dalam Super Cup UEFA adalah juara Liga Champions dan juara Liga Eropa UEFA. Kompetisi Super Cup UEFA juga tadinya memiliki format dua putaran kandang dan tandang tapi sekarang hanya diadakan satu kali untuk menentukan pemenangnya. Sejak tahun 1998, lokasi pertandingan tetap menggunakan tujuan wisata yang terkenal di Monako.      

Monako adalah negara yang indah, dengan laut berkilau kebiruan dan langit biru yang cerah. Beragam jenis kapal pesiar mewah selalu ditambatkan di pelabuhannya. Hanya mereka yang benar-benar kaya akan bisa menikmatinya. Bagi seorang pria seperti Twain, dia tidak punya uang untuk membeli kapal pesiar. Bahkan Shania tidak memiliki cukup uang untuk itu. Diantara orang-orang yang dikenalnya, mungkin hanya agen Wood, Billy Woox yang kemungkinan besar memiliki sebuah kapal pesiar.      

Monako paling dikenal dengan olahraga balap, dan Monte Carlo sangatlah terkenal dengan jalur F1-nya. Sebelum dia menjadi seorang manajer, pengetahuan Twain tentang Monako berasal dari dua hal. Satu dari balapan dan yang lainnya dari sepakbola.      

Monako juga memiliki klub sepakbola profesionalnya sendiri, yang berpartisipasi di dalam Ligue 1 Prancis. Dunia sepakbola Prancis juga merupakan salah satu kekuatan yang harus diperhitungkan. Salah satu kesan mendalam yang dimiliki Twain tentang liga ini adalah mantan striker Real Madrid, Morientes, yang dipinjamkan ke AS Monaco dan membalaskan dendamnya terhadap Real Madrid karena telah mencampakkannya dengan sebuah gol di babak penyisihan Liga Champions. Golnya saat itu membantu AS Monaco mengeliminasi Real Madrid.      

Adegan dimana Morientes berusaha menghibur teman baiknya, Raul, setelah pertandingan usai adalah hal yang tak terlupakan bagi Twain.      

Itu adalah sebuah pertandingan Liga Champions yang legendaris dimana dua tim yang berhasil melaju hingga babak final bukanlah tim yang paling terkenal dan kuat di Eropa. Pertandingan itu membawa kesuksesan bagi dua manajer muda – manajer AS Monaco, Didier Deschamps dan manajer Porto, Jose Mourinho. Pada akhirnya, Mourinho berhasil menang dan mengangkat Piala Liga Champions. Dia menyelesaikan lompatan tiga level dari Liga Primeira ke Liga Eropa UEFA dan kemudian ke Liga Champions. Dia menjadi manajer terpanas di Eropa dalam satu lompatan saja. Semua orang tahu kisah yang terjadi setelahnya.      

Hal yang sama juga terjadi musim lalu kepada Twain, yang memimpin timnya dari Liga Satu ke Liga Utama dan kemudian memenangkan gelar Liga Champions. Twain juga melakukan hal yang sebanding dengan tiga lompatan Mourinho. Mengingat dia berada di Liga Utama Inggris yang lebih kompetitif dan lebih kuat, hal yang dilakukannya ini mungkin lebih sulit daripada yang telah dilakukan Mourinho. Tony Twain juga melompat menjadi manajer muda terpanas di Eropa. Tidak ada yang aneh tentang seorang manajer dengan prestasi besar karena lini pekerjaan ini berbasis pada pengalaman dan kebijaksanaan, yang datang sejalan dengan waktu dan usia. Manajer-manajer yang berusia lebih tua, seperti misalnya Ferguson, Wenger, Capello, Scolari, Bosque, Aragone, semuanya berusia setidaknya lima puluh tahun. Kepala yang penuh rambut putih membuat mereka terlihat lebih bijak dan lebih berbakat.      

Manajer yang berusia empat puluhan dianggap muda di kalangan pelatih. Kalau mereka adalah pemain sepakbola, mereka akan dianggap tua. Mourinho sudah berusia empat puluh tahun saat dia memenangkan Liga Champions, sementara Twain masih belum berusia empat puluh. Sulit untuk mencapai prestasi sebesar ini di usia semuda itu dan tidak diakui oleh orang lain. Kesuksesan manajer muda ini menunjukkan bahwa mereka masih memiliki tahun-tahun penuh kejayaan di depan mereka daripada pria-pria tua itu. Pria-pria tua itu hanya akan bertambah tua dan pada saat itu, dunia sepakbola akan berada di tangan orang-orang muda. Twain tidak ragu menggunakan usianya sebagai sebuah keunggulan dan berkuasa selama tiga puluh atau empat puluh tahun selanjutnya.      

Setelah Nottingham Forest memenangkan gelar Liga Champions, beberapa fans Forest takut bahwa "boss" mereka akan direkrut oleh seorang bilyuner seperti Abramovich. Mourinho mengandalkan kemenangan Liga Champions Porto untuk memasuki Liga Utama yang berlevel tinggi.      

Sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran ini, Twain berjanji di hadapan lebih dari 30,000 fans di stadion dan di depan televisi bahwa dia tidak akan meninggalkan tim Forest. Dia tidak menyatakan bahwa dia takkan pergi selama masih dikontrak, dan juga tidak menyatakan bahwa dia takkan pergi dalam beberapa tahun berikutnya. Apa yang dimaksud olehnya adalah "Aku tidak akan pernah pergi".      

Dia menerima undangan untuk melatih dari beberapa klub yang berharap bisa mengundangnya untuk melatih tim mereka. Yang paling terkenal berasal dari Real Madrid.      

Baik Presiden Calderon dan fans Real Madrid menganggap bahwa Real Madrid ala Capello terlalu kaku dan tidak menunjukkan gaya sepakbola artistik, jadi mereka menyingkirkan Capello setelah mereka memenangkan gelar liga. Oleh karena itu, saat Twain menerima undangan mereka, dia merasa kalau ini ironis. Mungkinkah gaya sepakbolanya lebih baik untuk ditonton daripada gaya Capello? Nottingham Forest selalu dicerca oleh media Eropa sebagai perwakilan dari sepakbola yang pasif dan tidak enak dilihat, dan bahwa ini adalah kemunduran bagi sepakbola modern saat tim seperti Nottingham Forest berhasil memenangkan gelar Liga Champions. Mengapa Calderon tertarik pada dirinya?     

Karenanya, Twain memperlakukan undangan itu sebagai lelucon dan tidak menjawabnya. Tak lama setelah itu, dia mendengar kabar bahwa Real Madrid telah mengangkat Schuster sebagai manajer dan membayarkan fee penalti kepada Getafe CF, yang setuju untuk melepaskan manajer mereka.      

Ini lebih masuk akal. Gaya sepakbola Schuster terlihat cukup bagus saat dia melatih sebuah tim kecil. Dulu dia adalah pemain Real Madrid, jadi dia adalah manajer terbaik untuk Real Madrid saat ini. Twain tak punya hal lain yang bisa dilakukan selain terlibat di dalam aksi sungguhan sebagai manajer...      

※※※     

Monako adalah sebuah kota tepi pantai yang indah, tapi tim Forest tidak berada disana untuk berlibur. Mereka tiba di Monako dua hari sebelum pertandingan untuk berlatih dan beradaptasi di lokasi. Waktu yang mereka miliki dibagi antara dua titik: hotel dan stadion.      

Hotel yang ditempati tim Liverpool letaknya tidak jauh dari hotel tim Forest, hanya sekitar dua puluh menit jika ditempuh dengan berjalan kaki. Monako adalah negara yang kecil, dengan bagian tersempit anara Utara dan Selatan hanya selebar dua ratus meter.      

Karena mereka tinggal berdekatan, mereka mungkin akan saling bertemu saat mereka keluar untuk berjalan-jalan. Kedua tim saling bermusuhan gara-gara berita di media. Karenanya, akan lebih baik kalau mereka tidak saling bertemu.      

Pria yang dimaki berkali-kali oleh banyak orang-orang Liverpool sedang duduk di lobi hotel dan menikmati secangkir kopi sambil diwawancara oleh kolektif media Cina. Dia tampak tenang.      

Kenapa dikatakan "kolektif media"? Para reporter disana berasal dari beragam perusahaan media. Sekitar sepuluh reporter yang mengelilingi Twain semuanya berasal dari Cina. Sejak Piala Dunia di Jerman, Twain telah menulis beberapa artikel untuk surat kabar tempat Tang Jing bekerja, jadi dia dan banyak media Cina telah saling mengenal satu sama lain. Selama AFC Asian Cup, sebagai orang asing, dia telah menegur semua orang mulai dari tim Cina, hingga Asosiasi Sepakbola Cina, hingga para pemain Cina, yang menimbulkan kegemparan di Cina. Tapi bagaimanapun juga, dampaknya hanya dirasakan di Cina, jadi Twain tidak terlalu menganggapnya serius dan membiarkan media serta fans disana merenungkan semuanya.      

Wawancara ini sudah disepakati bersama selama Asian Cup, dan dia hanya sedang menepati janjinya.      

Para reporter mengajukan beragam pertanyaan, mulai dari Super Cup, yang akan diselenggarakan esok hari, hingga Asian Cup yang telah diselenggarakan. Beberapa orang bahkan bertanya tentang minat pribadi Twain. Seperti misalnya, kenapa dia sangat menyukai budaya Cina? Twain menjawab pertanyaan mereka semua dalam bahasa Mandarin dan merasa sangat senang karena bisa menggunakan bahasa ibunya.      

Seorang reporter Cina cukup berbaik hati untuk mengingatkan Twain, "Apakah Anda tidak cemas tentang pertandingan besok, manajer Twain?"     

Twain menganggap pertanyaan itu lucu dan aneh. "Apa hubungannya antara kecemasanku dengan aku yang duduk disini untuk wawancara?"     

"Sejauh yang kutahu, manajer Benitez sedang sibuk mempelajari profil Anda."     

"Itu karena kau tidak tahu kapan kami mempelajari lawan kami." Twain tak lagi tersenyum. Dia bertanya-tanya apakah reporter bodoh ini sengaja ada disini untuk memperkeruh suasana.     

Tang Jing segera melangkah maju untuk menyelamatkan semuanya.      

'Manajer Twain, bisakah Anda menguraikan pandangan Anda untuk pertandingan besok?"     

Twain bangkit berdiri, seolah-olah itu adalah pertanyaan terakhir. Dia tidak punya banyak waktu untuk bermain adu kata dengan para reporter. "Pandangan? Apa yang perlu diuraikan? Tentu saja kami akan menang." Setelah mengatakan itu, dia tersenyum lebar dan membuat isyarat V untuk kemenangan dan para fotografer dengan patuh mengambil gambarnya.      

Di akhir wawancara itu, Twain berjabat tangan dengan para reporter untuk mengucapkan selamat tinggal. Dia akan kembali ke kamarnya untuk mempersiapkan pertemuan taktis malam itu.      

"Bisakah kalian mengatakan hal-hal baik tentangku pada para pembaca Cina kalian? Aku tahu kelihatannya aku tidak memiliki reputasi yang bagus di Cina saat ini," katanya setengah bercanda, yang membuat para reporter itu tertawa. "Mungkin aku akan punya kesempatan untuk melatih di Cina suatu hari nanti, dan aku akan membutuhkan dukungan kalian semua saat itu!"     

Dia menangkupkan kepalan tangannya dan mengguncangnya pelan, yang merupakan isyarat salam yang sangat Cina.      

Setelah melakukan itu, dia berbalik dan melangkah menjauh.      

Apa dia bercanda? Beberapa orang menganggapnya sebagai candaan, dan beberapa lainnya tidak. Tang Jing adalah salah satunya.      

Nottingham Forest memiliki seorang pemain Cina, seorang asisten manajer Cina dan seorang manajer yang menyukai budaya Cina serta memilih untuk menghabiskan liburannya di Cina dua kali. Bagaimana mungkin tim yang memiliki hubungan erat dengan Cina, akan menutup mata pada 'tanah perawan' seperti Cina?     

Real Madrid pernah pergi ke Cina dan Barcelona juga sama. Ada pula Manchester United dan Chelsea. Liga Utama Inggris bahkan lebih berdedikasi pada pengembangan pasar di Asia. Tim-tim itu sudah pergi kesana. Kalau begitu, mungkin juara Eropa yang baru ini akan mengikuti jejak mereka tidak lama lagi?     

Dia sangat menantikannya.      

※※※     

Twain tidak kembali ke kamarnya. Dia langsung pergi ke kamar Dunn, dimana para pelatih sedang membahas masalah-masalah terkait pertemuan taktis malam itu. Semua orang hanya mengangkat wajah mereka sesaat dan kemudian kembali sibuk dengan apa yang mereka lakukan setelah melihat Twain memasuki kamar. Tidak ada yang merasa keberatan.      

Dunn bangkit berdiri dan menyapanya.      

"Bagaimana wawancaranya?"     

"Jauh lebih mudah ditangani daripada media Inggris." Twain menyapukan pandangan ke seluruh ruangan. "Masih diskusi?"     

"Pada dasarnya sudah selesai, hanya beberapa diskusi sampingan, itu saja."     

Diskusi sampingan ini tidak spesifik membahas tentang pertandingan, melainkan membahas masalah yang mungkin muncul sebagai akibat dari pertandingan itu. Unit pelatih menganggap Benitez akan menggunakan taktik yang lebih moderat dalam pertandingan ini. Dia tidak terlalu menekankan pada pertahanan ataupun serangan, melainkan bertanding dengan sabar melawan tim Forest. Meski melakukan itu akan mengulur pertandingan hingga adu penalti. Mereka berselisih paham tentang Benitez sebagai seorang pribadi. Mereka membicarakan tentang kesukaannya, kebiasaannya dan bagaimana menjadi seorang pria Spanyol bisa mempengaruhi pilihannya dalam taktik sepakbola. Bagaimanapun juga, konsep sepakbola Spanyol dan sepakbola Inggris memang benar-benar berbeda.      

Mereka melanjutkan pembicaraan tentang tradisi tim Liverpool dan percakapan segera berubah lagi. Kali ini, Twain menjadi subyek pembicaraan dan semua orang membahas perang kata-kata antara Twain dan separuh kota Liverpool.      

Kali ini saat mereka melihat Twain duduk di samping, semua orang tersenyum ke arahnya.      

Kerslake melontarkan lelucon tentang Twain dan memberitahunya agar tidak bepergian ke Liverpool untuk berlibur selama sisa hidupnya. Kalau tidak, dia mungkin berada dalam bahaya.      

Twain tidak bergabung dalam diskusi itu. Pikirannya kembali ke sumber diskusi para pria itu dan kemudian berhenti pada subyek Benitez.      

Sebagai seorang manajer, mempelajari sebuah tim biasanya akan dimulai dengan berdiskusi bersama rekan-rekannya. Dia tahu siapa Benitez dan memahaminya dengan cukup baik. Berkat teknologi penyebaran informasi yang canggih, dia bisa mendapatkan banyak hal yang ingin diketahuinya.      

Sama sepertinya, Benitez adalah seorang master taktis dan sangat bagus dalam memberikan perintah di lapangan. Di final Liga Champions UEFA musim 2004-05, musim pertama Benitez di Liverpool, dia menciptakan malam yang penuh keajaiban di Istanbul.      

Twain sadar bahwa dirinya telah dipromosikan langsung dari pemula menjadi manajer dan tidak menerima pelatihan ortodoks. Selain mengandalkan bakatnya ini, dia selalu belajar dari pengalaman dan pengetahuan orang lain. Oleh karenanya, dia membaca catatan taktis dan mempelajari metode yang digunakan oleh manajer lain. Dia juga mempelajari banyak pertempuran klasik di sepanjang sejarah sepakbola dan poin-poin yang penting dalam pertandingan-pertandingan itu.      

Penggemar biasa akan menonton pertandingan karena ingin melihat pemain bintang. Twain sudah suka mempelajari taktik pertandingan sebelum dia bertransmigrasi. Dia hanya memainkan video game seperti CM dan FM. Dia benar-benar seorang pemula saat dia menggunakan game Pro Evolution Soccer dan tidak bisa menang melawan sebuah komputer, apalagi melawan gamer lainnya. Memainkan game Football Manager adalah hal yang berbeda. Dia bermain melawan orang lain secara online dan selalu menang. Dia benar-benar mendapatkan keuntungan dari ini. Selalu ada hal yang layak untuk dipelajari dan diambil dari pertandingan-pertandingan klasik itu.      

Di dalam final Liga Champions melawan AC Milan, dia telah menginstruksikan George Wood untuk menjaga Kaka dengan ketat, yang bisa dikatakan sebagai pengaruh Benitez padanya. Dan final Liga Champions sebelum itu? Saat bek Liverpool, Finnan, cedera, Benitez menggantikan Finnan dengan Hamann dan Liverpool mengubah formasinya menjadi 3-5-2. Tampilnya Hamann membuat The Reds memiliki satu pemain khusus untuk menjaga Kaka. Karenanya, si pria Brasil, yang sangat aktif di babak pertama, seolah menghilang sejak itu.      

Kadang, pergantian pemain yang dilakukan oleh manajer tidak selalu terlihat penting. Sebuah perubahan yang tak kentara biasanya justru lebih mengancam. Benitez adalah seorang manajer yang sering diremehkan. Sebagian besar rencana taktisnya terlihat biasa-biasa saja. Selama musim yang sama, Liverpool pergi ke Turin dengan skor kandang 2:1 untuk menantang Juventus dalam pertandingan tandang. Dengan opini publik yang mendukung kubu Italia, Liverpool mengeliminasi Old Lady dengan skor membosankan 0:0. Di pertandingan itu, banyak fans yang berteriak frustasi, karena mereka mengantuk saat menonton pertandingan yang membosankan di jam 2:45 dini hari. Twain menonton pertandingan itu dari awal hingga akhir dengan semangat tinggi. Dia melihat kebijakan taktis Benitez. Transformasi menggunakan tiga bek tengah memberikan hasil yang fantastis. Juventus, yang terbaik dalam hal bertahan dan pertarungan yang membosankan berhasil ditekan oleh perubahan Liverpool ini. Capello hanya bisa mengeluh.      

Twain ingat musim dimana dia pertama kali memimpin timnya untuk tampil di Liga Utama. Dia berhasil memaksa Arsenal bermain imbang dengan skor 1:1 di kandang dan menang 2:1 di kandang saat melawan Chelsea. Dia merasa dia bisa terbang tinggi. Tapi, dia berakhir kalah di tangan Liverpool asuhan Benitez dalam pertandingan tandang dengan skor 1:4. Pertandingan itu masih tetap menjadi kekalahan terbesarnya sejak dia melatih Nottingham Forest.      

Dia masih ingat setiap detil pertandingan itu karena skor 1:4 sangatlah mencolok. Semua pengaturan taktisnya di pertandingan itu bisa dilihat dengan jelas oleh kubu lawan, dan kemampuannya dalam memberikan instruksi di lapangan, yang sangat dibanggakannya, ditekan keras oleh Benitez. Tak peduli bagaimana dia menyesuaikan permainan melalui pergantian pemain, dia tidak bisa keluar dari batas lingkaran yang digambarkan oleh Benitez untuknya. Dia seperti Raja Kera yang tak berdaya saat ingin melarikan diri dari telapak tangan Buddha.      

Twain bukanlah pria yang kebijaksanaannya akan dibutakan oleh amarah atas kegagalannya. Dia rela bertaruh dan menerima konsekuensinya. Sekarang setelah dia kalah, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan adalah mempelajari pertandingan dengan seksama, menemukan kekurangannya dan kemudian meningkatkan diri di pertandingan-pertandingan selanjutnya. Kegagalan adalah induk dari keberhasilan. Meski ungkapan itu cukup klise, itu memang berlaku bagi semua usia. Dia telah belajar banyak dari pertandingan itu.      

Twain bukan lagi seorang pemula. Nottingham Forest seringkali menang melawan Liverpool. Hubungan antara kedua belah pihak tidak lagi sebuah tim papan atas dan sebuah tim yang baru dipromosikan.      

Hal terbaik tentang Twain adalah dia tidak pernah terkontaminasi oleh kebiasaan buruk sepakbola Cina terkait fobia, jadi dia tidak memiliki bayang-bayang psikologis setelah dia kalah dari seorang lawan dan akan selalu tersandung oleh batu yang sama. Dia lebih meyakini filosofi "kalau seseorang menamparku, aku akan mengembalikannya dengan seratus tamparan." Dengan kata-kata lain yang lebih lunak, "orang yang menentangku akan dihukum," atau dengan bahasa yang lebih kasar, "membalas dendam atas kekalahan terkecil sekalipun".      

Benitez adalah seorang manajer yang selalu tenang. Karena itu, sebelum pertandingan, Twain melakukan segala hal yang bisa dilakukannya untuk memprovokasi Liverpool dan menjatuhkan pria Spanyol itu. Tapi apakah Benitez terpengaruh oleh ini semua?     

Dia tidak memberikan respon terhadap provokasi dan hinaan Twain terhadapnya di media. Benitez hanya berbicara tentang pertandingan dan tidak mengatakan apa-apa lagi.      

Kelihatannya taktik psikologis Twain tidak berhasil, tapi apakah itu efektif atau tidak hanya akan bisa diketahui di dalam pertandingan.      

Twain tersentak sadar dari renungannya. Para pelatihnya sudah mengubah topik diskusi mereka dari Bumi ke Mars. Sekelompok orang membahas bintang populer terkini di Inggris, Paul Potts, yang bernyanyi opera dan memukau semua orang di Britain's Got Talent.      

"Baiklah, guys. Kalau memang tidak ada lagi yang bisa dibahas, sudah waktunya bagi kalian untuk kembali. Apa kalian tidak merasa kalau disini terlalu sesak?" Twain bangkit berdiri dan menepukkan tangannya untuk menyela diskusi mereka. "Setelah makan malam, beritahu para pemain tentang pertemuan taktis," katanya pada Kerslake.      

Kerslake mengangguk, tapi dia masih belum beranjak pergi. "Ada lagi?" tanyanya.      

"Ingatkan mereka untuk beristirahat lebih awal malam ini."     

Kerslake dan para pelatih lain meninggalkan kamar. Dunn berdiri di depan sofa dan bertanya saat dia melihat Twain duduk disana. "Kau tidak kembali ke kamarmu?"     

Twain berhenti sejenak saat mendengar pertanyaan itu sebelum kemudian memandang berkeliling dan mendengus, "Oh, ini kamarmu."     

Dunn tidak tahu dia harus tertawa atau menangis. Dia mendorongnya keluar. "Aku akan memanggilmu saat makan malam. Kau sebaiknya istirahat sekarang. Kurasa kau lelah dan bingung."     

Twain menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti "Aku sudah terbiasa tinggal denganmu" sambil berjalan kembali ke kamarnya.      

Berbaring di atas ranjang kamarnya, sebelum dia menutup mata dan jatuh tertidur, dia masih memikirkan "Apa yang dilakukan Benitez sekarang?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.