Mahakarya Sang Pemenang

Tahun yang Sempurna



Tahun yang Sempurna

0"Sama seperti kalkun menjadi hidangan khas makan malam Natal, kurasa hadiah Natal terbaik untuk para fans Nottingham Forest adalah kemenangan," kata Twain sebelum pertandingan tandang melawan Fulham.      
0

Dia membuat Fulham marah dengan sikapnya yang cuek dan terlalu percaya diri.      

Simon Davies, gelandang tim tuan rumah, angkat bicara, "Kita harus membuat pria arogan itu membayarnya. Nottingham Forest tidak akan menang!"     

Tim Fulham yang marah meluncurkan serangan di kandang mereka melawan Nottingham Forest. Hasilnya adalah mereka "menyerang dengan indah dan binasa dengan gemilang."     

Meski Nottingham Forest tidak lagi kehabisan akal saat berhadapan dengan lawan yang mundur untuk bertahan, Twain lebih suka saat lawan bergerak maju untuk menekan timnya. Ini justru memberikan peluang bagi tim Forest untuk melakukan serangan diam-diam. Fulham berhasil diprovokasi dengan mudah dan mereka ingin mengalahkan tim Forest dengan keunggulan dan momentum dari bermain di kandang sendiri. Tapi mereka seperti menghitung anak ayamnya sebelum menetas.      

Fulham menekan lawan dengan gegabah dan hampir mencetak gol di awal permainan, yang semakin menginspirasi tekad mereka untuk terus menyerang.      

Tapi saat mereka mulai tenang, mereka akan sadar bahwa itu adalah jebakan madu.      

Tim Forest berulang kali ditekan oleh Fulham, dan kemudian menyerang balik. Mereka berhasil mencetak dua gol dalam kurun waktu sepuluh menit dan benar-benar membuat Fulham terpana.      

Pada akhirnya, Nottingham Forest berhasil mengalahkan Fulham, tim tuan rumah, dengan skor 3:1. Mereka benar-benar memberikan hadiah Natal yang indah bagi fans mereka.      

Saat Twain meninggalkan London, dia dicaci maki oleh orang-orang Fulham karena dia masih terus arogan di konferensi pers paska pertandingan.      

Beberapa orang mungkin paham bahwa dia hanya ingin memprovokasi lawannya agar kehilangan ketenangan. Dia sudah memenangkan pertandingan dan tidak perlu terus menjatuhkan lawan. Sedikit keramahan akan bagus. Tapi Twain selalu menganggap bahwa "perang psikologis" adalah sebuah hal yang normal. Kalau tidak, itu akan mudah dideteksi oleh pihak lawan. Ferguson adalah contoh dari sebuah kondisi normal.      

Ferguson adalah pria tua yang cukup baik di luar lapangan, yang sangat disadari Twain karena mereka sempat minum bersama dan bahkan menghadiri pacuan kuda bersama-sama. Tapi, itu terjadi saat mereka berada di tempat pribadi dan bukan di lapangan sepakbola. Setelah keduanya bertemu dalam sebuah pertandingan, Ferguson takkan pernah melepaskan peluang untuk mengganggu dan memprovokasi Twain dengan segala cara. Saat dia mengejek Twain, tidak akan ada orang yang bisa menduga bahwa dia dan Twain pernah minum bersama di luar lapangan.      

Itulah aturannya. Semua orang tahu bahwa Ferguson memang bagus dalam perang psikologis, tapi tidak semua orang bisa mengabaikan sarkasme dan provokasinya, karena itu telah menjadi karakternya di tempat kerja. Ada kalanya orang-orang tidak tahu apakah dia memang sengaja memprovokasi mereka, atau memang seperti itulah caranya memandang mereka. Keegan yang malang terlintas di benaknya. Beberapa orang suka bermain perang psikologis dengan Ferguson, seperti halnya Arsene Wenger, yang telah bertukar hinaan dengannya selama sepuluh tahun.      

Twain akan melakukan segala cara untuk bisa menang. Apalah artinya kehilangan sedikit reputasi? Kasih sayang orang lain takkan bisa membuatnya memperoleh tiga poin. Oleh karena itu, dia harus memberitahu semua orang bahwa dirinya adalah seorang karakter garang yang arogan, tidak takut memprovokasi orang lain dan tak kenal takut. Tentu saja, dia memiliki sedikit sifat-sifat ini di dalam karakternya, tapi semua itu tidak tampak sejelas yang sengaja ditunjukkan olehnya. Dia menambahkan beberapa "sentuhan artistik" pada dirinya sendiri. Saat dia berencana untuk memprovokasi lawan, tipuan itu akan lebih meyakinkan dan membuat orang lain tidak tahu apakah dia sedang menunjukkan dirinya sendiri atau apakah itu hanya strategi.      

Karena itu, dia merasa senang saat semua orang mengira dia adalah seorang egomaniak yang sombong. Imej dan rumor akan membantu menciptakan sejumlah kesalahan dalam penilaian lawannya.      

※※※     

Dengan tiga poin dan sorakan natal, Merry Men Nottingham Forest kembali ke kandang mereka... eh bukan, ke wilayah mereka. Di dalam bus dalam perjalanan kembali, Twain mengumumkan pengaturan liburan.      

"Seperti biasanya di tahun baru, kita akan mengadakan pesta, tapi itu masih tahun depan. Klub sudah menyiapkan hadiah kecil untuk semua orang disaat Natal seperti yang selalu terjadi, yang akan diletakkan di bawah pohon Natal di Wilford. Kalian bisa mengambilnya sendiri besok. Kita akan latihan setengah hari di Malam Natal, jadi semua orang bisa menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman atau hanya bersantai. Kalian bisa melakukan apapun yang kalian mau, tapi jangan terlalu gila-gilaan. Kita punya pertandingan kandang di tanggal 26 dan latihan rutin dimulai pada tanggal 25. Baiklah, nikmati saja sedikit waktu luang selama musim liburan yang sibuk ini!"     

Pada awalnya, klub hanya memasang sebuah pohon Natal kecil di lobi kompleks latihan. Banyak hadiah diletakkan dibawah pohon itu, dengan nama-nama para pemain dituliskan di kotak hadiah. Itu adalah perubahan minor gagasan Allan agar klub bisa memenangkan hati orang-orangnya, yang menurut Twain adalah hal yang bagus. Dia mengusulkan untuk mengadakannya setiap tahun dan membuatnya jadi semacam tradisi, dan mereka memindahkan pohon Natal keluar ruangan dan membuatnya lebih besar. Meski hadiah-hadiah yang diberikan bukan hadiah yang mahal, hanya benda-benda kecil, tapi niatnya-lah yang penting. Tidak hanya para pemain, semua karyawan non-pemain di klub juga akan menerima hadiah yang telah dipersiapkan dengan seksama oleh klub di pagi hari tanggal 25. Para fans setia yang membeli tiket musiman juga akan menerima kartu ucapan di kotak pos mereka.      

Edward membuat banyak perubahan setelah dia mengambil alih klub Forest. Dia dan Allan belajar dari klub-klub NBA di Amerika untuk mempromosikan dan memperbaiki imej Nottingham Forest. Dalam pandangannya, tidak akan ada yang mendengarkan kalau mereka selalu mengungkit-ungkit sejarah panjang klub Forest. Siapa yang akan tertarik dengan apa yang terjadi seratus tahun yang lalu? Meskipun klub mereka adalah salah satu yang pertama didirikan di dunia, apa gunanya? Fans sepakbola masa kini hanya menyukai tim-tim yang bisa membuat mereka menyukainya, seperti misalnya Chelsea dengan Mourinho, Barcelona dengan Ronaldinho, Real Madrid dengan Beckham, dan lain sebagainya.      

Allan membuat klub yang berusia seabad ini menghilangkan kesombongannya dan mengambil inisiatif untuk jadi lebih dekat dengan banyak orang. Sejalan dengan kemenangan yang selalu dibawakan oleh Twain, imej baru tim Forest berhasil dipromosikan dengan lancar. Saat ini, banyak sekali surat berisi pujian dan kasih sayang ditujukan untuk klub ini dari seluruh dunia. Tim Forest telah memiliki banyak fans baru di berbagai penjuru dunia. Para fans sepakbola ini tidak menyukai tim Forest karena masa lalu atau sejarah panjang tim Forest yang gemilang. Mereka menyukai Nottingham Forest karena tim ini kuat, telah memenangkan gelar Liga Champions UEFA, memiliki manajer mirip-seleb, dan memiliki sekelompok pemain bintang yang terkenal. Lalu, mereka menemukan sejarah klub dan terkejut saat tahu bahwa nenek moyang tim ini juga termashyur. Mereka jadi semakin bertekad untuk mendukung tim. Sebagian besar fans asing biasanya melalui proses semacam ini, baik itu dengan tim-tim besar yang telah dikenal di seluruh dunia dan selalu menjadi tim-tim papan atas, maupun tim yang dulunya besar seperti Nottingham Forest.      

Tim-tim sekelas Real Madrid saja harus membuat film dan memainkan pertandingan komersil di berbagai tempat untuk mempromosikan merk mereka, apalagi Nottingham Forest.      

※※※     

Pada tanggal 22, mereka bertanding. Latihan di tanggal 23 hanya dilakukan setengah hari, dan tidak terlalu intens. Latihan itu terutama difokuskan untuk pemulihan stamina. Bagaimanapun juga, jadwal mereka cukup intensif, jadi mereka tidak perlu meningkatkan intensitas latihan rutin.      

Setelah latihan berakhir, Twain berkeliling kompleks latihan. Dia tidak sekadar berjalan-jalan, melainkan menyapa banyak koleganya, mengucapkan Selamat Natal. Dia memberikan kartu-kartu yang dibelinya sendiri. Hadiah ini bukanlah hadiah yang disediakan oleh klub. Hadiah dari klub dimaksudkan untuk mengambil hati orang lain. Kartu ucapan yang dipegang Twain adalah caranya sendiri dalam menunjukkan apresiasinya. Dia tahu bahwa dia masih kurang dalam beberapa hal, dan tanpa bantuan dari semua koleganya, dia takkan bisa memimpin tim hingga hari ini. Mungkin dia sudah akan dipecat oleh Edward sejak lama. Oleh karena itu, pada Malam Natal, dia perlu berterima kasih pada kolega-kolega yang telah membantunya.      

Nottingham Forest adalah sebuah tim yang bersatu. Kesatuan mereka ini tidak hanya tercermin di ruang ganti pemain, tapi juga diantara para staff pelatih dan para pekerja lainnya.      

Dokter tim, fisioterapis, pelatih tim pemuda, pelatih tim cadangan, pelatih kiper, pelatih kebugaran, pelatih taktis, asisten manajer... Bahkan pekerja pemelihara rumput lapangan dan penjaga keamanan yang menjaga gerbang juga menerima kartu ucapan dari Twain, serta sebuah catatan kecil yang berterima kasih atas kerja keras mereka selama setahun ini dan bantuan mereka kepadanya.      

Dunia luar mengatakan bahwa Tony Twain adalah iblis yang melakukan berbagai hal-hal buruk dan akan mengkhianati hati nuraninya sendiri untuk bisa menang. Sebenarnya, orang-orang di Wilford awalnya merasa terkejut dengan anggapan itu, dan kemudian mereka akan tertawa geli saat mendengarnya. Tony Twain di mata mereka sama sekali bukan bajingan yang tak berbudaya.      

Setelah dia membagikan semua kartu ucapan, dia berjalan kembali ke kantornya bersama Dunn dan bersiap-siap untuk pulang ke rumah.      

Dia melihat George Wood di pintu kantornya, yang kelihatannya sudah menunggu cukup lama.      

Twain dan Dunn tidak terkejut melihat keberadaan Wood. Mereka sama-sama tahu alasan kenapa Wood ada disana.      

"Kau selalu bisa menghubungiku melalui telepon, George..." Sambil melangkah menghampirinya, Twain segera membuka pintu kantornya.      

"Kurasa akan lebih formal untuk mengatakannya secara langsung."     

Dunn sudah mendengar pertanyaan dan jawaban ini selama dua tahun. Dia berpikir bahwa selama dia masih bekerja di klub, dan selama George Wood dan Tony Twain masih berada di tim ini, dia akan terus mendengarnya.      

"Yah, kalau begitu, terserah kau saja." Twain mengangkat bahu dan mendorong pintunya terbuka.      

Wood mengikuti kedua pria itu ke dalam ruangan dan berdiri tegak sambil mengatakan, "Ibuku mengundang kalian berdua untuk makan malam besok."     

Twain berjalan menuju meja kerjanya. Dia mengangguk ke arah Wood. "Oke, Dunn dan aku akan ada disana."     

Sama seperti pemberian hadiah Natal adalah sebuah tradisi yang ingin dilakukan oleh klub untuk waktu yang sangat lama, Twain dan Dunn akan memilih satu malam sebelum Natal untuk pergi ke rumah Wood dan makan malam bersama disana. Ada harapan bahwa ini akan menjadi sebuah tradisi – semua orang dengan sengaja mengabaikan kenyataan tentang kesehatan ibu Wood yang buruk.      

Wood, yang sudah menyelesaikan pekerjaannya, berbalik untuk pergi tapi Twain menghentikannya lagi. "Selamat Natal, George."     

Wood mendengarnya mengatakan itu dan membeku sesaat. Lalu dia berkata, "Sekarang masih tanggal 23."     

Twain melotot. "Jelasnya aku bisa mengatakannya lebih awal!"     

"Baiklah. Selamat Natal, boss."     

Melihat keduanya seperti itu, sudut bibir Dunn sedikit terangkat ke atas di tempatnya berdiri tenang di sudut ruangan.      

※※※      

Suasana latihan di tanggal 24 sangat santai. Mereka hanya melakukan latihan taktis sederhana. Semua orang sedang dalam mood yang bagus. Twain bercanda dengan orang-orang di sekitarnya. Terdengar suara tawa dan pembicaraan riang dimana-mana. Sudah hampir Natal.      

Selama liburan, semua orang hanya memikirkan tentang hal-hal yang menyenangkan dan menangguhkan kesulitan hingga tahun depan. Selain itu, tidak banyak orang di tim yang merasa jengkel.      

Mereka semua langsung libur setelah latihan rutin di pagi hari. Twain dan Dunn pergi ke distrik komersil yang ramai dan membeli hadiah untuk Sophia. Twain juga ingin membelikan sebuah boneka Totoro yang besar untuk Shania.      

Malam itu, keduanya berdiri di depan pintu rumah George Wood dan membunyikan bel pintu.      

Bukan George Wood ataupun Sophia yang membuka pintunya, melainkan... Billy Woox.      

"Hai, Tn. Twain. Selamat Natal!" Woox tersenyum cerah saat dia melihat ekspresi di wajah Twain. Dia beralih memandang Dunn, dan senyum di wajahnya berubah menjadi kesopanan yang normal. "Selamat Natal, Tn. Dunn."     

Twain tidak melangkah masuk. Dia mengerutkan kening dan bertanya, "Kenapa kau ada disini?"     

Senyum di wajah Woox kembali berubah saat dia menjawab, "Kenapa aku tidak boleh ada disini? Aku telah menjadi agen George yang sibuk tahun ini. Bukankah normal baginya untuk mengundangku makan malam?"     

Tapi ada alasan lain – George Wood dan Billy Woox memiliki hubungan darah.      

Pria tua itu!     

"Selamat Natal, Tn. Woox. Semoga kau tidak akan memberiku kesulitan lagi tahun depan." Twain melangkah masuk dengan wajah datar.      

"Aku tidak bisa menjanjikan itu, Tn. Twain. Kau tahu, aku sudah memperhitungkan kepentingan George. Kau punya pendapatmu sendiri dan aku punya pendapatku sendiri." Woox merentangkan tangannya.      

Sepanjang tahun ini, Woox hanya menandatangani tiga kontrak untuk George Wood, tapi tidak seperti para bintang yang menandatangani kesepakatan iklan dengan lusinan bisnis dalam sekali jalan, tiga perusahaan dimana Wood menjadi juru bicaranya bukan perusahaan kecil: pisau cukur Gillette, pakaian pria Armani, dan Pepsi. Termasuk Nike, yang ditandatanganinya tahun lalu, George Wood hanya memiliki empat kontrak komersil. Ini jelas tidak seperti yang dikatakan oleh Woox pada Twain sebelum dia menjadi agen Wood. Twain mengira kalau Woox akan menenggelamkan George dengan banyak kontrak iklan.      

Sekarang, dia bisa melihat bahwa Woox telah menyusun sebuah rencana yang sangat mendetil untuk George Wood. Dengan selera dan statusnya, dia tidak mudah menandatangani merk apapun. Persyaratannya dalam memilih sponsor sangatlah berat. Karena itulah Wood hanya punya empat kontrak iklan sejauh ini.      

Inilah yang memang ingin dilihat Twain. Wood tidak perlu sering-sering menghadiri aktivitas komersil dan mengabaikan pekerjaannya di lapangan sepakbola.      

Melangkah masuk ke dalam rumah, Twain bertemu dengan Sophia, yang berjalan keluar dari dapur.      

Wanita itu terlihat sedikit pucat dari terakhir kali dia melihatnya. Kapan terakhir kali dia datang mengunjunginya? Akhir musim lalu.      

"Selamat Natal, Tn. Twain. Selamat Natal, Tn. Dunn!" Sophia menyapa mereka dengan antusias.      

Twain menyerahkan hadiah yang dipilihnya bersama Dunn untuknya. "Selamat Natal, nyonya." Dia tidak memberikan hadiah pada Woox. Pertama-tama, itu karena dia tidak menduga Woox akan ada disini dan kedua, meski dia tahu, dia mungkin takkan membelikan hadiah untuknya.      

Woox sama sekali tidak keberatan. Dia pergi membantu Wood menata meja.      

Dunn segera pergi mengikutinya.      

Hanya Twain dan Sophia, yang masih belum membuka hadiahnya, yang berada di ruang tengah.      

"Selamat Natal, Tn. Twain." Sophia menyapanya lagi. Dia memandang pria di hadapannya dengan tersenyum.      

Twain menggaruk kepalanya, merasa sedikit canggung, tapi dia merespon dengan senyuman. "Selamat Natal, nyonya."     

"Apa kau baik-baik saja?" tambahnya.      

"Aku baik-baik saja. Aku hanya tidak biasa memaksakan diriku." Sophia mengangguk. "Terima kasih atas perhatianmu, Tn. Twain."     

Tidak satupun dari keduanya bisa menemukan sebuah topik untuk dibicarakan. Meski tiga orang lainnya sedang sibuk di ruang makan, keduanya tiba-tiba saja terdiam di ruang tengah.      

Sophia adalah yang pertama angkat bicara. Dia mengalihkan pandangannya dari hadiah di tangannya dan bertanya, "Bagaimana kabar Shania?"     

Twain mengangguk. "Ah, dia baik-baik saja... Dia hanya sibuk dengan pekerjaan belakangan ini."     

Sophia tersenyum. "Dia adalah seorang model terkenal di dunia. Tentu saja, dia akan sangat sibuk. Tapi... dia harus menghabiskan Natal sendirian, meski dia seorang model terkenal. Kurasa Shania tidak terlalu senang dengan itu, bukan?"     

"Ya, dia selalu mengatakan kalau dia tidak senang karena tidak bisa makan kalkun dengan kita semua."     

Saat mereka baru akan kembali terdiam, Wood melangkah masuk dari ruang makan.      

"Bu." Dia berdiri disamping Sophia dan memandang Twain.      

"Ah, sudah saatnya untuk makan malam. Tn. Twain, silahkan masuk." Sophia membuat gerakan mempersilahkan.      

Twain menghembuskan nafas lega. Sophia berjalan lebih dulu, tapi George Wood masih belum bergerak dan menunggu Twain.      

"Ada apa, George?" Twain memperhatikannya.      

Wood menggelengkan kepala. Dia memandang manajernya itu tapi tidak mengatakan apa-apa.      

"Aku lupa.... Selamat Natal, George." Twain mengatakannya pada Wood.      

"Kau sudah mengatakannya kemarin," Wood menjawab tanpa ekspresi.      

"Yah, selamat Malam Natal kalau begitu." Twain mengangkat bahu. Dia tidak lagi mempedulikan tatapan Wood dan langsung pergi ke ruang makan.      

Mengesampingkan selingan singkat itu, makan malam hari itu sangat menyenangkan. Itu adalah pertama kalinya Twain makan malam bersama Woox. Meski mereka sering berdebat, semua orang tahu kalau mereka hanya bercanda.      

Itu adalah pengalaman yang luar biasa bagi kedua belah pihak.      

Twain dan Woox harus selalu berdiri di sisi yang berlawanan. Kalau mereka ada di kantor Twain, mereka akan melakukan apa saja untuk bisa mempermalukan pihak lawan, tapi saat ini adalah Malam Natal dan semua orang harus bersikap ramah. Saat mereka mendentingkan gelas mereka bersama-sama, Woox mengedipkan mata pada Twain, membuatnya merasakan getaran tak menyenangkan menjalar di sepanjang tulang belakangnya.      

※※※     

Usai makan malam, Twain buru-buru ingin pulang. "Aku tidak ingin terlalu lama berada di dekat Woox." Itulah alasan yang diberikannya pada Dunn.      

Tapi sebenarnya, ada orang lain yang membuatnya merasa canggung.      

Dalam perjalanan pulang, Twain menerima panggilan telepon dari Shania. "Aku sedang berada di Amerika sekarang, tapi aku masih bekerja. Kau belum tidur, kan, Paman Tony?"     

"Tentu saja belum." Twain melirik Dunn dan tersenyum. "Bagaimana kabarmu di Amerika?"     

"Aku baik-baik saja... Bertemu orang-orang, mengenal beberapa orang baru, dan itu saja."     

Twain hampir bisa melihat Shania mengangkat bahu di sampingnya. "Hidupmu membosankan sekali..."     

"Aku akan sibuk setelah tahun baru." Kedengarannya mood Shania sedang tidak terlalu bagus. "Ah, ada yang harus kulakukan sekarang. Selamat Malam Natal, Paman Tony!"     

"Selamat Malam Natal, Shania."     

Twain menutup teleponnya dan memandang Dunn.      

"Ini tahun yang sempurna..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.