Mahakarya Sang Pemenang

Merencanakan Transformasi



Merencanakan Transformasi

0Twain tetap diam dalam perjalanan mereka kembali dari Liverpool. Semua orang di dalam bus sedang merayakan kemenangan pertama mereka di pertandingan keempat, tapi Twain tidak mengatakan apa-apa. Beberapa orang mengira kalau dia marah, tapi sebenarnya bukan itu masalahnya. Dia sedang merenungkan inspirasi yang ditemukannya selama pertandingan.      
0

Setelah penampilannya yang luar biasa dalam dua musim pertamanya, kelebihan Ribery telah dipelajari secara seksama oleh lawan-lawannya. Dia tidak lagi menjadi senjata rahasia di tim Liga Utama. Semua orang tahu kalau Tony Twain membutuhkan Ribery untuk menyerang melalui sayap. Kalau sisi sayap itu macet, ancaman Ribery akan hilang.      

Coba kita lihat musim ini...      

Seharusnya Ribery lebih mampu daripada itu...      

Twain mencari-cari ke dalam ingatannya. Setelah Piala Dunia, Ribery pindah ke Bayern Munich dan menjadi pemain inti. Kalau dia adalah pemain yang hanya memiliki keahlian di sayap, bagaimana mungkin dia bisa menjadi pemain inti di tim papan atas seperti Bayern Munich?     

Twain jarang menonton siaran langsung Bundesliga di televisi. Dia juga tidak terlalu peduli dengan berita-berita disana. Tapi dia tahu bahwa Ribery bisa langsung berhasil di posisi yang berbeda. Itu pasti ada hubungannya dengan kemampuannya. Kalau dia bisa menjadi pemain inti di Bayern Munich tapi terkekang di tim Forest, maka pasti dirinyalah yang tidak melakukan pekerjaannya dengan benar disini.      

Twain sudah memikirkan tentang masalah ini sebelum pertandingan melawan Everton. Kenapa penampilan Ribery menunjukkan tren menurun saat mereka memasuki musim ketiga di turnamen liga? Pasti ada sesuatu yang salah.      

Dalam pertandingan melawan Everton, Twain yakin kalau dia sudah menemukan masalahnya: posisinya.      

Seorang pemain seperti Ribery seharusnya tidak dibatasi hanya untuk aktif di sayap. Dia bukan seperti Ashley Young dan Aaron Lennon. Dia lebih ke arah pemain serba-bisa dan memiliki kesadaran posisi yang sangat bagus. Membatasinya aktif di sayap akan sama seperti memasang belenggu di kakinya.      

Selama pertandingan melawan Everton, karena Gareth Bale sedang berada dalam kondisi yang sangat bagus, dia tidak hanya melaksanakan dua misi yakni menyerang dan bertahan sendirian, tapi dia juga mendorong Ribery ke tengah. Itu terjadi karena tidak ada pilihan yang lebih baik, tapi hal itu memungkinkan tim mencetak gol ketiga.      

Apa artinya ini? Pasti ada alasan atas apa yang baru saja terjadi. Gol ketiga itu tidak akan terwujud begitu saja.      

Yang harus dilakukan Twain hanyalah menghubungkan semua titik titik itu.      

Jelasnya, gol itu terjadi setelah Ribery bergerak ke tengah. Di sayap, Ribery memberikan lebih banyak operan dan assist, dan sedikit tendangan langsung ke arah gawang. Dia hanya memiliki peluang terbaik untuk menembak kalau dia bergerak ke tengah. Gareth Bale sudah matang dan bisa mengambil tanggungjawab lebih banyak di sayap. Dengan memberinya sayap kiri, Ribery akan bisa dibebaskan.      

Dengan kata lain, kalau dia menempatkan Ribery di lini tengah, dia bisa memaksimalkan peranan kedua pemain. Tidak ada keraguan tentang itu.      

Baiklah, disinilah masalahnya.      

Kalau semua hal dalam sepakbola sangat sederhana, tidak akan ada banyak ketidakpastian.      

Kalau Ribery diletakkan ke tengah... Bagaimana dengan van der Vaart? Bagaimana dengan Eastwood? Bagaimana dengan Arteta?     

Aku tidak bisa mengorbankan kepentingan para pemain yang lain di lini tengah hanya untuk membebaskan Ribery?     

Mengubah posisinya tidak menjadi masalah, tapi kemungkinan hal ini bisa dilaksanakan sangatlah rendah.      

Hal ini membuat manajer harus mempertimbangkan kembali semuanya. Bagaimana dia bisa memaksimalkan fungsi semua orang tanpa mengorbankan kepentingan para pemain yang lain?     

Twain memikirkan tentang taktik yang sering digunakan oleh Real Madrid selama masa Vicente del Bosque. Meski saat itu Real Madrid sudah memiliki pemain superstar di lini tengah seperti Figo dan Zidane, mereka tidak menggunakan gelandang serang. Manajer Spanyol yang terkenal, Bosque, menggunakan pendekatan yang aneh untuk memecahkan masalah yang diakibatkan terlalu banyaknya pemain bintang di Real Madrid.      

Figo masih aktif di sayap kanan yang memang merupakan posisi yang familiar baginya, sementara gelandang serang Zidane tidak diposisikan di bagian tengah lini tengah. Dia ditempatkan di sayap kiri dan menjadi gelandang kiri dalam formasi. Dalam prakteknya, Zidane bermain sebagai gelandang serang di posisi gelandang kiri; dia akan selalu terus berlari ke tengah. Posisi gelandang kirinya hanyalah formalitas. Dia tidak berfungsi sebagai gelandang sayap. Memainkan Zidane sebagai gelandang sayap hanya akan menyia-nyiakan bakatnya.      

Karena itu, dia adalah gelandang kiri di dalam formasi tim tapi sebenarnya bermain sebagai gelandang serang di dalam pertandingan. Hal itu tidak mempengaruhi permainan Zidane, dan juga tidak mempengaruhi penampilan para pemain lain di lini tengah. Bagaimana dengan sayap kiri? Seperti yang diketahui semua orang, tidak ada yang bisa mengalahkan assist Roberto Carlos di sayap kiri. Kalau Zidane ditempatkan di sayap kiri, hal itu hanya akan membuat kelebihan Carlos tak ada gunanya. Saat Zidane bergeark ke tengah, Carlos diberi kebebasan di sayap kiri. Dia bisa bergerak maju untuk menyerang atau mundur untuk bertahan. Bagaimanapun juga, bek belakang Brasil yang bertubuh kecil itu bisa berlari sangat cepat.      

Bagaimana hal ini mirip dengan situasi tim Forest saat ini?     

Meski Gareth Bale tidak sebagus Carlos, dia sudah bisa dianggap luar biasa diantara para generasi muda. Kemampuannya dalam memberikan assist sangatlah bagus bagi seorang bek belakang. Tidak akan efisien kalau membiarkannya hanya menjadi seorang bek belakang.      

Dan Ribery dikenal sebagai "Zidane baru". Kedua pemain itu bahkan memainkan peranan yang sama. Bagaimana kalau dia mengambil gagasan ini dari pengalaman Real Madrid?     

Twain mempertimbangkan ini dalam waktu yang lama dan akhirnya menolak gagasan itu. Real Madrid pada saat itu dan Nottingham Forest saat ini masih berbeda. Zidane bergerak ke tengah dilakukan untuk menonjolkan kemampuan Carlos dalam memberikan assist di sayap. Pada saat itu, serangan Real Madrid di lini tengah bergantung pada Zidane dan Figo. Makalele adalah gelandang bertahan, mirip dengan posisi Wood saat ini.      

Tapi, tim Forest juga punya van der Vaart, seorang gelandang serang yang tak diragukan lagi kemampuannya. Kalau Ribery bergerak ke tengah, apa yang akan dilakukan oleh pemain Belanda itu? Sejak awal, semua orang memainkan peranan mereka sendiri, mengurusi posisi mereka sendiri dan bermain bersama dengan harmonis. Kalau Ribery bergerak ke tengah, hal itu akan merusak keseimbangan yang ada. Seluruh lini tengah tim Forest akan harus dibangun kembali.      

Itu akan menjadi transformasi yang lain.      

Transformasi mencerminkan sebuah masa depan yang tidak pasti, yang merupakan sebuah resiko.      

※※※     

Bus memasuki wilayah Nottingham, dan Twain kembali tersadar dari lamunannya.      

"Tony?" Dunn bertanya saat dia melihat Twain bergerak. Dia telah mengamatinya selama ini karena dia duduk disampingnya.      

"Ah—" Twain tidak menjawab Dunn. Dia mengangkat lengannya dan meregangkan punggungnya. Dia menggerak-gerakkan tubuhnya, yang kaku akibat duduk diam di dalam bus.      

"Apa kau tidur, Tony?" tanya David Kerslake. "Aku melihat kepalamu bersandar ke samping dan kau diam saja."     

"Aku bukan Zhang Fei," gumam Twain.      

"Siapa Zhang Fei?" tanya Kerslake bingung.      

Di sampingnya, Dunn menjelaskan, "Dia jenderal yang sangat kuat di Cina kuno. Legenda mengatakan kalau dia tidur dengan mata terbuka."     

"Oh, jadi begitu. Lalu apa yang sedang kaupikirkan?"     

"Aku akan mengatakannya padamu saat kita kembali nanti." Twain memandang ke arah pemandangan malam di luar jendela, semuanya tampak semakin familiar saat mereka memasuki distrik Nottingham. "Tinggallah sebentar setelah tim dibubarkan."     

Kedua pria itu mengangguk.      

Bus melewati pusat kota yang berkilauan dan melaju ke kompleks latihan Wilford, dimana para pemain akan dibubarkan. Mereka akan langsung pulang atau pergi ke tempat lain untuk bersenang-senang. Saat itu sudah cukup larut. Bar dan beberapa lokasi lampu-merah tampak ramai.      

Twain tidak bertanya apa yang akan dilakukan para pemain. Dia hanya mengingatkan mereka agar datang tepat waktu untuk latihan besok sore sebelum kemudian membubarkan mereka.      

Setelah semua orang pergi, Twain berjalan kembali ke kantornya dengan kedua asisten manajernya.      

Twain menyalakan lampu dan mengambil video rekaman pertandingan hari ini dari Dunn – tim Forest selalu merekam setiap pertandingan, yang berbeda dari rekaman siaran televisi. Mereka tidak memperhitungkan perasaan para penonton. Mereka hanya merekam untuk kepentingan mereka sendiri. Dengan pertandingan direkam dari sudut pandang pelatih, rekaman itu memang tidak dimaksudkan untuk ditonton oleh fans biasa.      

Setelah memasukkan kaset video ke dalam VCR dan menunggu sebentar, gambar permainan muncul di layar televisi.      

"Tidak ada yang bisa ditonton di bagian awal," kata Twain sambil menekan tombol untuk mempercepat video di remote control.      

Baru saat dia melihat Ribery mencetak gol yang mengunci kemenangan mereka maka dia melepaskan tombol itu dan memutar ulang.      

"Disini, lihat baik-baik."     

Dia mengulangi adegan gol itu beberapa kali dan kemudian bertanya, "Bagaimana menurut kalian?"     

Dunn menatap layar televisi tanpa kata, dan Kerslake membuka mulutnya beberapa kali tapi tidak mengatakan apa-apa.      

"Kita tidak membiarkan Ribery bergerak ke tengah sebelum pertandingan ini, kan?" tanya Twain. Dia tidak suka bicara langsung ke intinya saat dia yang memulai pembicaraan. Dia lebih suka menyetir pembicaraan perlahan dan membiarkan pihak lain yang mengungkapkan semua pendapat mereka.      

Kerslake menggelengkan kepalanya. "Tidak. Taktik untuk pertandingan ini tidak berbeda dari yang biasanya kita gunakan."     

"Permainan Bale sepenuhnya berasal dari kondisi individualnya yang luar biasa," tambah Dunn dari samping mereka berdua.      

"Monyet kecil itu kondisinya bagus selama latihan belakangan ini," lanjut Kerslake, "karena kau kembali."     

Twain tersenyum mendengar komentar itu. Dia tahu kalau Bale memujanya.      

"Permainan Bale memang memberikan kejutan yang menyenangkan buatku," kata Twain. "Aksinya yang hiperaktif membuat Ribery kehilangan posisinya di sayap, dan dia terpaksa bergerak ke tengah."     

Kedua asisten manajer itu mengangguk setuju. Mereka juga melihatnya.      

"Awalnya, kupikir Ribery pergi ke tengah karena dia tidak punya pilihan lain. Aku sama sekali tidak mengira..." kata Twain sambil menunjuk ke arah adegan di layar televisi yang terhenti."Bale memberi assist pada Ribery untuk mencetak gol itu. Gol itu memunculkan banyak pertanyaan tentang bagaimana itu bisa terjadi. Kenapa dilakukan dari posisi ini? Kenapa Bale memberi assist pada Ribery, dan bukannya ke van Nistelrooy atau Eastwood?"     

Twain kembali melontarkan pertanyaan itu pada kedua rekannya.      

Dunn kembali merenung. Kerslake juga menatap ke arah layar televisi. Meski video itu sedang dihentikan, proses terjadinya gol itu sudah terlihat jelas di benak mereka. Semuanya tampak jelas tanpa perlu menonton video itu lagi.      

"Tentang penurunan kondisi Ribery musim ini, apa kalian punya pendapat?"     

Saat Dunn mendengar Twain mengatakan ini, dia mendongak. "Ribery dan Bale sama-sama tidak terkendali."     

Twain menepukkan kedua tangannya dan tertawa. "Dunn lebih pandai. Itu benar, itulah yang kumaksud." Dia segera mengungkapkan semua hal yang direnungkannya selama berada di bus.      

Dia membeberkan semua kelebihan dan kekurangan dari melakukan taktik yang ada di benaknya.      

Kerslake tampak sangat senang saat dia mendengar semua kelebihan taktik ini dan ingin segera mencoba ide itu. Tapi setelah dia mendengarkan semua kekurangannya, dia tiba-tiba saja terdiam.      

"Ini seperti pedang bermata dua," kata Twain. "Kurasa sudah waktunya untuk mengubah taktik tim Forest. Kita tidak bisa tetap menggunakan taktik sebelumnya. Keunggulan tim kita dan tujuan kita musim ini berbeda dari saat itu, dan gagasan-gagasan taktis kita jelas harus berbeda dari sebelumnya. Kedua sayap kita memang bisa bekerjasama dengan baik, tapi kalau kita hanya mengandalkan kedua sayap kita untuk maju, kita tidak akan bisa keluar dari Inggris selama sisa hidup kita. Kenapa kita kalah dari Fulham? Karena gerak sayap kita terhambat dan serangan kita di lini tengah masih belum terbentuk sepenuhnya. Kita tidak punya cara lain saat menghadapi pertahanan lawan yang ketat. Untungnya, mereka hanyalah Fulham. Kalau kita berhadapan dengan sebuah tim Eropa yang kuat di pertandingan Liga Champions yang sangat penting, dan kita kalah, lalu kalian dan aku akan berada dalam kesulitan."     

Kedua pria itu mengangguk berulang kali saat mendengar kata-katanya.      

"Aku dulu selalu menganggap kalau penguasaan bola yang tinggi itu tidak ada gunanya. Sekarang aku harus membuat perubahan. Kita dulu adalah tim yang tidak diunggulkan dan lawan-lawan kita selalu lebih baik dari kita. Kita harus berkerumun dan bertahan. Kita hanya bisa mencetak gol melalui serangan balik. Di dalam situasi itu, penguasaan bola yang terlalu tinggi hanya akan memperlambat kecepatan serangan dan tidak kondusif terhadap serangan balik kita. Saat ini situasi kita sudah berubah. Lihat saja pertandingan kita dengan Fulham." Twain menyinggung pentingnya kekalahan pertama mereka di musim ini. Dia sering menggunakan pertandingan itu untuk menggambarkan masalah yang mereka hadapi. "Lawan kita bergerak mundur dan bertahan. Mereka menunggu peluang untuk menyerang kita dari belakang. Dan tim kita menekan mereka dan memiliki kendali yang absolut atas bola. Bukankah itu ironis?"     

Setelah mengatakan itu, dia tiba-tiba saja berhenti dan menatap layar televisi sambil termenung.      

Twain tiba-tiba ingat saat dia berada di pub Kenny Burns dan berbicara dengan Des Walker dan Ian Bowyer tentang teorinya mengenai "penguasaan bola yang tidak ada gunanya".      

Pada saat itu, dia baru saja bertransmigrasi. Dia adalah pria malang yang menghadapi nasib yang tidak jelas dan hanya bisa berjalan selangkah demi selangkah. Secara impulsif, dia memaksakan teori barunya kepada mereka di dalam pub. Sekarang setelah dia memikirkannya lagi, dia sama sekali tidak memikirkan tentang apa yang akan dilakukannya kalau sarannya ditolak saat itu. Keberuntungannya benar-benar bagus; semua orang bisa menerimanya.      

Para pelatih itu, Des Walker dan Ian Bowyer, sangat terkejut mendengar ucapannya saat itu dan tidak terlalu memikirkan detil lainnya.      

Kemampuan dan pengetahuan apa yang dia miliki saat itu? Tidak ada sama sekali! Selain hanya bisa bicara omong kosong, dia hanyalah fan setia yang tidak bisa melakukan hal lain kecuali belajar mati-matian dengan cara memperhatikan jalannya pertandingan. Dia tidak paham apa-apa hingga dia membaca catatan yang ditinggalkan Dunn. Dia hanya tahu bagaimana caranya menunduk dan menghantam semua yang ada di depannya. Dan dia benar-benar berhasil menerobos semua rintangan itu.      

Haruskah aku mengatakan kalau aku diberkati?     

Ah, hidup...      

Seorang bodoh juga bisa menjadi seorang manajer tim sepakbola profesional. Seorang anak muda yang seharusnya memiliki masa depan yang cerah justru kehilangan nyawanya dalam kekerasan supporter... Takdir, kalau memang ada, pastilah sudah busuk sampai ke bagian dalamnya.      

Jawaban Michael atas pertanyaannya di pub kini tampak jelas setelah dia merenungkannya lagi. Dia masih bisa mengingat semuanya dengan jelas. Tapi pria itu sudah pergi sekarang. Dia telah meninggalkan negara yang membawa kesedihan baginya, jauh dari olahraga yang dulu pernah dipujanya tapi yang juga melukainya paling dalam.      

"Apa yang kau bicarakan, Tn. Twain? Tentu saja kami suka menang dan kami juga suka melihat tim kembali ke Liga Utama setelah musim ini. Apa yang sangat kami sukai adalah melihat tim menjadi juara musim depan di liga keparat ini, dan menjadi raja di Eropa di musim setelahnya!" Terlepas dari mendapatkan gelar juara liga, kami hampir jadi juara Eropa. Apa kau melihat semua ini, Michael?     

※※※     

"Tony?" Kerslake memanggilnya saat dia melihat Twain tiba-tiba melamun.      

"Oh, maaf. Sampai di mana kita tadi?" Twain tersadar dari lamunannya dan melihat tatapan khawatir dari kedua pria itu.      

"Kau bilang kalau kita sebaiknya punya penguasaan bola yang lebih tinggi daripada lawan di dalam pertandingan," kata Dunn.      

"Yah, itu benar. Sudah saatnya bagi kita untuk memiliki penguasaan bola yang lebih tinggi daripada lawan kita. Meski aku masih enggan, aku harus menerima kenyataan ini. Kita diperlakukan sebagai tim yang kuat di turnamen liga. Kita tidak bisa mengharapkan yang sebaliknya. Jadi, kita harus mengubah beberapa hal dari sebelumnya: gagasan, taktik. Sekarang adalah saatnya untuk menekankan kembali penguasaan bola."     

Status dan mentalitas tim sudah berubah, jadi pemikiran tim juga harus diubah.      

Teori bahwa penguasaan bola tidaklah efektif sudah tidak berlaku bagi Nottingham Forest. Sebelum ini, dibawah panduan pemikiran taktis Twain, Nottingham Forest terbiasa dengan kompetisi yang berjalan cepat, dan bahkan kesalahan-kesalahan mereka juga terjadi dengan cepat. Tapi sekarang mereka harus belajar untuk memperlambat ritme permainan mereka. Mereka harus memiliki solusi saat mereka diseret ke jalan buntu oleh lawan dan tidak bisa bergerak cepat. Kalau tidak begitu, Nottingham Forest akan selalu menjadi kuda hitam dan pengganggu.      

Mereka perlu belajar bagaimana caranya mengontrol bola dan bagaimana caranya mengandalkan kendali atas bola mereka sendiri untuk menggerakkan pertahanan lawan dan membuat lawan mengikuti ritme permainan mereka, yang semuanya adalah subyek baru bagi tim Forest milik Twain.      

Saat mereka mendengar Twain mengatakan ini, kedua asisten manajer itu saling berpandangan. Mereka tahu apa arti dari keputusan ini. Program latihan yang selalu dilakukan tim akan harus direvisi. Ini bukan hal sederhana yang bisa diselesaikan dengan berdiri di hadapan seluruh tim dan mengatakan beberapa kata penyemangat. Untuk bisa memainkan serangan terkoordinasi yang mulus dan indah dalam permainan akan membutuhkan latihan berulang yang kontinyu di lapangan latihan. Ini akan membutuhkan kerja keras dari semua unit pelatih yang ada di balik layar.      

Unit pelatih tim Forest sudah terbiasa membiarkan Twain menetapkan berbagai kebijakan-kebijakan, dan mereka akan memperbaiki dan menerapkan model kerja yang spesifik untuk itu.      

Dunn mengangguk. "Kurasa memang sudah waktunya bagi tim untuk membuat perubahan."     

Kerslake juga setuju. "Posisi Ribery hanyalah awal. Ini adalah transformasi untuk seluruh tim."     

"Kita tidak perlu terlalu khawatir dulu," Twain mengibaskan tangannya saat dia melihat kedua rekannya menyetujui idenya. "Transformasi besar seperti ini harus dilakukan perlahan, kita tidak boleh terburu-buru melakukannya. Aku tidak ingin transformasi ini terlalu mengejutkan tim. Hasilnya jelas akan berfluktuasi, dan itu masih oke. Tapi kita harus memastikan kalau kita tidak kehilangan Liga Champions, baik itu kualifikasi untuk musim depan ataupun gelar untuk musim ini!" Dia mengepalkan tangannya.      

"Oke, aku minta maaf karena sudah menunda kepulanganmu terlalu lama. Datanglah lagi besok pagi dan kita akan membahas ini dengan rekan-rekan lain di unit pelatih untuk melihat bagaimana kita bisa membuat perubahan ini. Pulanglah dan jangan membuat istrimu menunggu terlalu lama." Dia bangkit dan menepuk bahu Kerslake.      

※※※     

Dalam perjalanan pulang, Dunn, yang berjalan kaki bersama Twain, tiba-tiba saja bertanya, "Apa yang tadi kaupikirkan saat kau tiba-tiba melamun?"     

"Aku memikirkan tentang hari-hari pertamaku saat tiba disini." Twain tidak menggunakan jawaban "bukan apa-apa" hanya untuk menghindari masa lalu. Dia tidak perlu merasa malu tentang masa-masa itu.      

"Apa sangat tak tertahankan untuk diingat?" Dunn melihat Twain mengerutkan kening saat dia terbenam dalam ingatannya.      

Saat dia mendengar pertanyaan Dunn, Twain menoleh ke arahnya dan tersenyum. "Tidak. Bagiku, mungkin tidak ada memori yang lebih baik daripada hari-hari itu."     

"Bahkan jika kau memenangkan lebih banyak kejuaraan?"     

"Itu tidak sama." Twain menggelengkan kepala dengan pasti. "Dunn, hal-hal seperti gelar juara, kalau aku ingin memenangkannya, gelar juara itu ada banyak sekali. Aku bisa menang begitu sering hingga aku muak dengan itu. Tapi ada beberapa hal dan beberapa orang yang setelah hilang, kau tidak akan pernah bisa mendapatkannya lagi." Dia mendongak menatap bulan yang bersinar terang di langit malam.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.