Mahakarya Sang Pemenang

“Aku”



“Aku”

0"Paman Tony, aku menonton pertandingan waktu itu, tapi apa aku boleh memberikan saran?"     
0

"Tentu saja."     

"Lain kali kalau kau akan difilmkan, jangan lupa menyetrika jasmu." Shania mulai tertawa geli.     

Tang En, yang memegang ponsel di ujung yang lain, hanya bisa menggaruk kepalanya.     

Sejak apa yang terjadi di Milan, dia telah berhasil memperbaiki hubungannya dengan Shania. Hal ini mungkin membuatnya lebih bahagia daripada keberhasilannya mengeliminasi Inter Milan. Sama seperti sebelumnya, mereka kini bisa mengobrol melalui telepon ataupun internet. Clarice Gloria tidak lagi menjadi isu permasalahan diantara mereka berdua. Tapi, Tang En masih tetap menyimpan kontak wanita cantik itu.     

Selama kurun waktu pertandingan tandang melawan Inter Milan, media Inggris telah berusaha untuk memunculkan gosip baru antara dirinya dan Gloria. Kali ini, Tang En benar-benar mengabaikannya, membiarkannya berlalu begitu saja. Dia tidak muncul di depan media untuk menjelaskan hubungannya dengan Gloria, dan wanita itu juga tidak memberikan tanggapan lebih lanjut. Sejalan dengan berlalunya waktu, para pembaca mulai bosan. Atau lebih tepatnya, mereka menemukan topik lain yang menarik minat mereka. Hubungan antara Tang En dan Gloria perlahan mulai menjauh dari sorotan dan minat banyak orang kepada Tang En kembali dihubungkan pada sepakbola.     

Shania tertawa keras di telepon. Suara tawanya, terdengar seperti bunyi lonceng perak, mengalun dengan melodi yang anggun. Tang En suka mendengarnya, jadi dia tidak mengatakan apa-apa.     

"Bagaimanapun juga, sekarang kau sudah menjadi bintang besar. Kau harus lebih memperhatikan citra publikmu."     

"Tidak masalah, aku sudah memperhatikannya... kurasa aku sudah cukup bagus karena aku tidak keluar rumah setiap hari dengan memakai pakaian olahraga. Kau belum pernah melihat cara berpakaian Dunn. Itu baru mengerikan!"     

Tang En hampir bisa membayangkan Shania memutar matanya di ujung telepon yang lain.     

"Dua pria tinggal bersama. Dunia akan kiamat. Seberapa sering kau membersihkan rumah? Dan seberapa sering kau mencuci pakaianmu?"     

Tang En tiba-tiba saja merasa bahwa nada suara Shania bukanlah nada yang seharusnya digunakan saat sedang berbicara dengan orang yang lebih tua.     

"Eh, kami oke kok."     

Shania menghela nafas. Itu pasti semacam penyakit kronis bagi pria. Tidak ada yang bisa dia lakukan, jadi dia mengubah topik pembicaraan. "Bagaimana Bibi Sophia? Bagaimana kesehatannya?"     

"Dia baik-baik saja. Dia masih memulihkan diri dan menjaga kesehatannya. Sekarang, aku dan Dunn selalu makan malam dengannya dua minggu sekali. Dia sangat bersemangat."     

"Maafkan aku. Kita tidak bisa menghabiskan Natal bersama tahun lalu, dan tahun ini juga tidak pasti. Natal adalah waktu yang paling sibuk bagiku. Aku benar-benar benci pekerjaan ini!"     

"Shania."     

"Oke, oke. Aku hanya ingin mengatakan itu. Aku harus menutup telponnya sekarang dan segera tidur. Besok aku masih ada pekerjaan."     

"Sesore ini?" Tang En mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat arlojinya. Sekarang baru pukul 9:03 malam.     

"Aku butuh istirahat supaya aku bisa menjaga kesehatanku dengan baik."     

Mendengar Shania mengatakan sesuatu yang dewasa seperti itu membuat Tang En tersenyum. "Oke. Selamat malam, Shania. Mimpi indah."     

"Selamat malam, Paman Tony."     

Setelah menutup teleponnya, Tang En berjalan turun dari kamarnya di lantai atas. Dunn masih menonton rekaman pertandingan dan latihan. Tang En berdiri di tangga dan melihat semua kekacauan yang ada di ruang tengah; segala jenis kemasan dari rekaman video, pakaian dan surat kabar berserakan di lantai dan sofa.     

Dia selalu tinggal di lingkungan seperti ini. Tapi, setelah Shania menyinggungnya, dia juga menganggapnya sangat berantakan. Jadi, dia melangkah turun dan mulai membereskan rumah.     

Dunn mendengar suara-suara di belakangnya dan menoleh ke arahnya. "Apa yang kaulakukan?"     

"Beres-beres."     

"Sekarang?" Dunn melihat ke arah jam dinding.     

"Tentu saja. Aku harus melakukannya selagi aku ingat."     

Dunn melihatnya hendak mengatur kemasan rekaman videonya dan karenanya segera bangkit berdiri.     

"Aku akan membereskan itu."     

Tang En memberikan misi membereskan kemasan rekaman video padanya. Dia sendiri mengambil semua pakaian kotor di sofa dan memasukkannya ke mesin cuci. Saat dia berjalan kembali dari belakang, dia membawa kain lap untuk membersihkan meja.     

"Kau... sudah selesai mengobrol dengan Shania?"     

Melihat Tang En tampak begitu bersemangat, Dunn bisa menebak alasan di balik tingkah lakunya.     

Tang En mengangguk.     

"Apa dia akan datang kemari?"     

Tang En mendongak dan menatap Dunn sekilas sebelum kemudian menggelengkan kepalanya.     

"Tidak. Aku hanya baru sadar kalau kita hidup di tengah tumpukan sampah."     

Dunn meringis tapi tidak mengatakan apa-apa.     

"Hey, Dunn. Bukankah sebaiknya kau mulai mempertimbangkan untuk menikah?"     

Melihat Dunn, yang sangat santai hingga terkesan agak jorok, Tang En mengira bahwa memiliki seorang wanita yang bisa mengurusi kebutuhan hidup Dunn dan menempati posisi yang penting di hatinya, akan bisa mengubah karakter dan temperamennya dengan cukup efektif.     

"Tapi saat ini aku sedang tidak tertarik pada wanita."     

"Oh, hentikan itu... Aku jadi gugup setiap kali kau mengatakan itu."     

Dunn melihat ekspresi gelisah di wajah Tang En dan tiba-tiba saja tersenyum; senyumnya hanya bertahan sedetik sebelum kemudian menghilang.     

"Undang-undang di Cina menyatakan bahwa seorang pria baru bisa menikah setelah dia berusia diatas 23 tahun. Menurut usiaku sekarang, aku baru melewati batas rata-rata. Masih ada banyak pria di usia tiga puluhan yang belum menikah."     

"Tapi usiamu yang sebenarnya..."     

Tang En berpikir sejenak tentang situasi unik diantara mereka dan kemudian berkata, "Ah, aneh sekali..."     

"Aku Dunn sekarang. Dunn yang berusia 24 tahun."     

Tang En terbatuk dua kali. "Ah, benar juga. Aku adalah Tony, Tony Twain."     

"Seorang Tony Twain yang berusia 37 tahun. Apa kau sendiri belum berpikir untuk menikah?"     

Tang En memelototi Dunn. "Ada sejarah dibalik itu. Dan ada sesuatu yang benar-benar membuatku tertarik.... Berapa banyak ingatan yang kaumiliki tentangku, Dunn? Aku hanya bisa mengingat saat-saat setelah kau tiba disini. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang masa lalumu. Bagaimana denganmu?"     

"Aku mengingat semuanya," kata Dunn. "Sejak aku mulai memahami berbagai hal hingga saat ini."     

"Kukira itu adalah pertukaran yang sebanding..." gerutu Tang En. Dia sama sekali tidak tahu tentang memori Tony sebelum dia datang ke Nottingham Forest. Setelah bertemu dengan Dunn, Dunn tidak memberitahunya. Jadi, Tang En mengira Dunn memang tidak ingin orang lain tahu tentang itu. Mungkin, itu adalah momen yang sangat penting atau sangat indah baginya, jadi dia tidak ingin berbagi dengan orang lain. Tapi tidak jadi masalah. Kalaupun Dunn tidak ingin membicarakan tentang itu, Tang En tidak akan memaksanya. Dia masih bisa hidup meski tidak memiliki ingatan itu. Dia tidak terlalu peduli tentang hal-hal itu.     

"Karena aku... Di masa lalu, aku berusaha keras untuk melupakan hari-hari itu. Mungkin itulah sebabnya kenapa kau tidak mengingatnya." kata Dunn, seolah-olah dia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Tang En. Tang En tidak akan merasa terkejut kalau dia memang tahu. Saat mereka bersama-sama, selalu ada perasaaan semacam telepati diantara mereka. Mungkin itu terjadi karena mereka telah bertukar tubuh dan jiwa mereka.     

Kelihatannya itu adalah ingatan yang sangat buruk.     

"Lalu, apa kau sudah melupakannya?"     

".... Belum."     

Tang En tidak ingin mengorek hal-hal pribadinya. Jadi, meskipun dia sangat penasaran dengan kurun waktu yang sangat ingin dilupakan oleh Dunn, dia tidak bertanya lagi.     

"Apa kau ingin tahu tentang itu?" Tiba-tiba saja, Dunn memulai topik itu.     

"Hah?" Tang En terkejut mendengarnya.     

"Apa kau ingin tahu tentang masa lalu-'mu'?"     

Tang En tidak tahu apa dia seharusnya mengatakan ya atau tidak. Memang benar dia merasa sangat ingin tahu tentang apa yang terjadi pada tubuh Tony Twain di masa lalu, tapi...     

"Tapi bukankah kau tidak ingin menceritakannya?"     

"Aku ingin membicarakan tentang itu sekarang."     

"Kenapa, mendadak sekali..."     

"Karena kurasa ini tidak adil bagimu. Aku tahu semua hal tentang masa lalumu, tapi kau tidak tahu apa-apa tentang masa laluku. Apa besok kau sibuk?"     

"Besok? Eh, aku harus membawa tim ke London untuk pertandingan tandang melawan Chelsea."     

Dunn menatap Tang En. "Mereka bukan tim yang mudah untuk dihadapi."     

Tang En mengangkat bahu. "Mungkin."     

"Apa kau butuh saran?"     

Tang En menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi terima kasih atas tawarannya. Pekerjaan semacam itu bisa menunggu sampai kau menjadi manajer Tim Pertama."     

"Baiklah. Saat kau kembali dari London, aku akan membawamu untuk melihat ke masa lalumu."     

Terdengar suara air yang menetes di ruang cuci.     

"Ah. Cuciannya sudah selesai. Aku harus menggantungnya." Tang En melemparkan kain lap dan berbalik, meninggalkan ruang tengah.     

Setelah mengikat kotak-kotak kemasan rekaman video, Dunn mengambil kain lap yang dilempar Tang En, melanjutkan apa yang dilakukan oleh Tang En sebelum ini.     

※※※     

Setelah mengeliminasi Inter Milan, untuk sementara, Tang En bisa memfokuskan perhatiannya pada liga domestik. Saat ini, Nottingham Forest hanya memiliki selisih dua poin dari Manchester United. Mendapatkan hasil imbang dalam pertandingan mereka akan membuat lawan bisa menyusul sementara kalah dalam pertandingan akan membuat lawan bisa menyalip mereka. Di tahap akhir putaran pertandingan liga, Forest masih memiliki dua pertandingan yang sulit. Satu pertandingan kandang menjamu Manchester United dan satu pertandingan tandang menantang Chelsea.     

Meskipun empat tim teratas di EPL (Liga Utama Inggris) akan diberi hak untuk berpartisipasi dalam Liga Champions UEFA musim depan, ada perbedaan antara memasuki turnamen secara langsung dan melalui pertandingan kualifikasi lebih dulu. Terlepas dari dampak memainkan beberapa pertandingan tambahan terhadap persiapan tim di musim panas, masalah menjaga harga diri bukanlah hal yang sepele; akan sangat memalukan kalau sebuah tim yang kuat harus selalu melewati pertandingan kualifikasi sebelum bisa berpartisipasi di Liga Champions.     

Pertandingan dengan Chelsea akan menjadi pertarungan yang sulit. Tapi, kabar baiknya bagi Tang En adalah pertandingan ini tidak dijadwalkan dalam kurun waktu antara dua jadwal pertandingan Liga Champions. Kalau tidak, dia pasti akan harus melepaskan pertandingan Liga Utama dan memprioritaskan pertandingan Liga Champions. Namun, karena sekarang dia punya waktu seminggu untuk melakukan persiapan, dia membuat rencana yang mendetil, merumuskan strategi untuk pertandingan, dan meneliti lawan secara menyeluruh.     

Dia sangat sibuk hingga melupakan "pertarungan"-nya dengan Mourinho. Hal ini membuat media sangat kecewa, karena mereka sudah siap untuk menonton pertunjukan antara kedua manajer itu dan membesar-besarkan segala hal.     

Tang En tidak punya waktu untuk menghibur media dan para audiens yang suka mencari hal baru.     

"Kalian semua, kita tidak melakukan persiapan selama seminggu penuh hanya untuk datang kemari dan kalah," kata Tang En kepada para pemainnya sebelum pertandingan dimulai.     

Dalam pertandingan ini, Tang En mengejutkan semua orang; dia tidak menerapkan taktik pertahanan ketat yang sering digunakan olehnya. Taktiknya kali ini tidak hanya mengejutkan para penonton tapi juga mengejutkan Mourinho. Di stadion kandang Chelsea, Nottingham Forest tidak memilih untuk melakukan pertahanan yang ketat. Melainkan, mereka memutuskan untuk menyerang Chelsea secara langsung, yang sudah berencana akan membantai Forest dengan serangannya.     

Yang terjadi adalah pertempuran sengit tanpa ada pihak yang menahan diri. Hal ini membuat mereka yang menganggap Tang En hanya bisa bertahan akhirnya tertegun. Pertandingan berlangsung intens tidak lama setelah kick-off dimulai. Kecepatan transisi antara serangan dan bertahan sangatlah cepat sehingga membuat semua orang seolah kehabisan kata-kata. Tentu saja, pertandingan itu juga sangat intens. Di babak pertama saja, wasit memberikan total enam kartu kuning kepada para pemain. Rata-rata setiap tim mendapatkan tiga kartu kuning.     

Chelsea berhasil menjebol gawang Forest lebih dulu. Memanfaatkan peluang setelah Forest bergerak maju, mereka melakukan serangan balik. Di depan area penalti, Drogba mencondongkan tubuhnya ke depan sambil memunggungi Pique, membuat para pemain Forest mengira bahwa dia sedang menunggu rekan setim untuk membantunya. Saat perhatian mereka beralih ke pemain lain, Drogba mendadak berbalik dan langsung menendang bola ke gawang. Bola itu melayang dengan indah dan masuk ke gawang, membuat komentator sangat terkejut hingga dia hanya bisa berseru "Luar biasa!" berulang-ulang.     

Tapi, tim Forest dengan segera menyamakan kedudukan tidak lama setelah kubu Chelsea merasa gembira dengan gol pertama.; gol itu adalah gol bunuh diri yang dilakukan pemain Chelsea. Carvalho membuat kesalahan dibawah tekanan yang diberikan oleh Eastwood di lini depan dan menyundul umpan Ashley Young masuk ke gawangnya sendiri.     

Kedua tim memasuki babak kedua dengan skor 1:1. Setelah bertukar tempat, ritme bentrokan antara kedua tim masih tetap tidak berubah.     

Gol yang dicetak juga tidak ada habisnya. Kedua belah pihak mencetak gol secara bergantian; tim tuan rumah mencetak gol duluan dan kemudian tim tamu akan memikirkan cara untuk menyamakannya. Setelahnya, tim tuan rumah akan mengambil peluang untuk menjadi lebih unggul, dan tim tamu segera menyusul untuk menyamakan kedudukan lagi.     

Saat wasit meniup peluitnya di akhir pertandingan, skornya adalah 3:3. Menggunakan metode pertahanan lain, Tony Twain berhasil mengamankan satu poin dari pertandingan tandang ini. Sementara itu, Mourinho masih tetap mempertahankan rekor kegagalannya dalam mengalahkan Forest di Liga Utama.     

"3:3. Kau sudah gila." kata Mourinho sambil menggertakkan gigi saat mereka berjabat tangan usai pertandingan. Tapi, di depan televisi, dia berhasil menunjukkan seulas senyum. Dia sama sekali tidak menduga bahwa Tang En akan menggunakan taktik ofensif dengan sangat berani selama pertandingan tandang mereka. Mereka mendapatkan momentum dari mempertaruhkan semuanya, membuat para pemain Chelsea sangat terkejut.     

"Sebuah pertandingan yang gila membutuhkan dua manajer yang gila," jawab Tang En sambil tersenyum.     

Di tempat yang jauh dari telinga media, keduanya kembali terlibat dalam adu kata-kata singkat tanpa ada yang menang dan yang kalah.     

Sebenarnya, ini adalah hasil terburuk yang bisa diterima oleh Tang En. Tapi, dia tidak punya pilihan. Terlalu sulit untuk bisa menang atas Chelsea di kandang mereka. Saat ini tim sepakbola Mourinho berada dalam kondisi prima; mereka sama sekali tak terkalahkan.     

Dengan Manchester United terus mengejar Forest, Tang En sebenarnya ingin segera menjauhkan diri dari pengejarnya. Sayangnya, di periode yang krusial seperti ini, mereka justru harus bertemu dengan Chelsea. Sudah sangat luar biasa Tang En tidak kalah dalam pertandingan itu.     

Dalam perjalanan tim Forest kembali ke Nottingham, Tang En akhirnya menerima sebuah kabar baik. Dalam pertandingan antara dua tim kuat, Manchester United, yang berada di peringkat ketiga, bermain imbang melawan Liverpool, peringkat keempat dalam sebuah pertandingan tandang. Tidak ada tim yang mendapatkan keuntungan, kecuali Tony Twain.     

Saat Kerslake mengumumkan kabar berita itu, sorakan keras terdengar di dalam bus. Tang En ikut bercanda bersama para pemain selama beberapa saat sebelum kemudian kembali ke kursinya dan merenung. Dia bersandar ke jendela, melihat pemandangan yang berkelebat melewatinya lalu menghilang dalam waktu singkat.     

Karena Manchester United tidak berhasil menang, selisih poin antara kedua tim masih tetap dua poin. Pada waktu yang sama, Arsenal, yang telah terfokus pada Liga Champions, mengerahkan upaya terakhirnya di tahap akhir Liga Utama dan berhasil menyusul. Mereka hanya berjarak tiga poin dari peringkat keempat, Liverpool. Karena tiga tim ini – Liverpool, Arsenal dan Tottenham Hotspur – berjarak cukup jauh dari tim yang berada di peringkat tiga besar, hak partisipasi Liga Champions hanya akan diberikan kepada salah satu dari mereka. Bisa dibayangkan bahwa babak akhir Liga Utama akan sangat sengit bagi ketiga tim itu.     

Sebaliknya, hampir tidak ada artinya menonton pertarungan antara Manchester United dan Nottingham Forest untuk posisi runner-up di Liga Utama. Saat waktunya tiba, Tony Twain juga akan duduk di depan televisi dan menonton semua tim bertarung mati-matian untuk mendapatkan satu tiket masuk ke Liga Champions.     

Saat kompetisi liga memasuki putaran ke-33, Tang En mengintrospeksi hasil yang mereka peroleh musim ini. Hal yang membuatnya bisa duduk tenang dan rileks saat ini adalah rangkaian kemenangan delapan pertandingan di pertengahan kompetisi liga. Semua kemenangan itu berhasil membuat tim mengumpulkan banyak poin. Saat Liga Champions dimulai lagi, hasil kompetisi Liga yang diperoleh tim mulai tidak stabil. Mereka tidak pernah memenangkan pertandingan di tiga putaran kompetisi Liga, dan hanya mendapatkan dua hasil imbang dan satu kali kalah. Sedikit mundur kebelakang, mereka hanya memenangkan satu dari tujuh putaran pertandingan. Saat ini mereka berada dalam kondisi menyedihkan hampir tersusul oleh Manchester United karena hasil mereka yang buruk di tujuh putaran pertandingan itu; satu kali menang, dua kali kalah dan tiga kali imbang.     

Meski kini Tang En adalah manajer yang terkenal di seluruh Eropa, pikirannya masih tetap jernih.     

Di musim ini terjadi peralihan fokus Wenger dari liga domestik ke kancah pertandingan Eropa. Selain periode yang kurang bagus bagi Manchester United, tim-tim yang kuat tidak berhasil menunjukkan level kemampuan mereka yang sesungguhnya. Inilah yang memungkinkan Forest untuk mencapai posisinya saat ini. Kalau tujuan Forest adalah untuk memastikan partisipasi tahunan mereka di kompetisi Eropa, Tang En seharusnya sudah merasa cukup puas. Tapi, tujuannya adalah menjadi juara. Bagaimana mungkin mereka layak menjadi juara jika penampilan mereka seperti ini? Kalau dia tidak bisa menyelesaikan masalah ketidakstabilan tim saat bermain di berbagai liga, tahun depan tidak akan ada bedanya bagi mereka....     

"Tony, apa yang sedang kaupikirkan?" tanya David Kerslake sambil tersenyum ke arahnya.     

"Ah... bukan apa-apa. Kelihatannya suasana hatimu sedang bagus?"     

"Manchester United tidak berhasil menang, dan kita tidak turun peringkat. Bagaimana mungkin aku tidak merasa senang?"     

Tang En tertawa. "Kita tidak bisa selalu mengharapkan lawan untuk tampil buruk... Kurasa kita harus meringkas semua kesalahan kita di musim ini, David."     

Kerslake tidak lagi tersenyum. "Musim ini bahkan belum berakhir."     

"Kita perlu mempersiapkan diri untuk masa depan."     

"Tapi kupikir kau sudah melakukannya dengan cukup baik."     

"David," kata Tang En, sambil menatap asisten manajernya. "Kau harus paham, kita berusaha untuk menjadi juara."     

※※※     

Setelah mereka kembali ke Nottingham, tim dibubarkan dan akan kembali berlatih besok sore. Tang En pulang dan menemukan Dunn sudah menunggunya. Keduanya tidak memanggil taksi Landy, melainkan naik trem dan langsung menuju ke sebuah kota kecil, Eastwood, di barat laut kota Nottingham.     

"Nama kota ini sama seperti nama pemain favoritmu di Tim Pertama," kata Dunn, bertingkah seperti seorang pemandu wisata. Keduanya berdiri di depan sebuah gereja kecil.     

"Eastwood. Dulu sekali, adalah kampung halamanku."     

Saat Tang En melihat gereja itu, dia sudah bisa menebaknya.     

Mereka berjalan melewati bagian depan gereja lalu memasuki kompleks pemakaman di belakangnya. Mereka berhenti di sebuah batu nisan, nama di atasnya sudah terkikis hingga tidak lagi terlihat jelas. Dunn membungkuk dan memeriksanya sebelum kemudian berdiri dan berkata, "Ini ayahku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.