Mahakarya Sang Pemenang

Pembalasan Dendam Wood Bagian 2



Pembalasan Dendam Wood Bagian 2

0Rochemback sendiri tidak menduga efek ajaib seperti itu akan terjadi saat dia melakukan pelanggaran pertamanya. Sebagai ganti atas kartu kuning yang diterimanya, dia berhasil membuat pemain depan tim lawan meninggalkan lapangan karena cedera. Harga yang harus dibayar kelihatannya cukup kecil jika dibandingkan dengan hasilnya. Dan meski dia menerima kartu kuning, dia tidak lagi cemas harus bermain bertahan dengan hati-hati. Setelah Eastwood keluar lapangan, Forest tidak lagi punya pemain yang memiliki spesialisasi sebagai gelandang serang, tidak ada banyak lawan yang sebanding untuk dihadapi.     
0

Tanpa perlu menjaga pemain Forest manapun, Rochemback kini memiliki peluang untuk menggiring bola ke depan dan memberikan assist dalam serangan. Dengan Forest masih melakukan penyesuaian, Sporting Lisbon bermaksud mengambil kesempatan dan memperkecil selisih gol mereka di tengah kekacauan yang terjadi.     

Mungkin taktik itu bukan taktik yang paling elegan, tapi manajer Sporting Lisbon, José Peseiro, masih harus memuji Rochemback atas aksinya barusan. Dengan memikul beban kemungkinan mendapat kartu merah, dia telah membantu tim dalam mengatasi salah satu musuh yang paling berbahaya.     

Disaat Sporting Lisbon sedang menyerang, Fábio Rochemback memperhatikan dari lini belakang bahwa hampir setiap pemain Forest telah kembali untuk bertahan. Satu-satunya pemain yang tersisa di sisi lapangannya adalah pemain setinggi tiang listrik. Rochemback menganggap bahwa dirinya sebaiknya berusaha berpartisipasi dalam serangan dan mendapatkan bola atau memberikan assist, daripada hanya tetap tinggal di belakang tanpa banyak berguna bagi tim.     

Sementara itu, Albertini mengarahkan George Wood untuk bertahan dan memperhatikan lawan yang mungkin akan menerobos dari sisi sayap. Wood diberitahu agar mempersiapkan diri untuk membantu Ribéry kapan saja.     

Wood mengangguk tapi tatapannya terpaku pada Rochemback, yang terus bergerak mendekat.     

Dia tidak tahu nama orang itu, tapi dia ingat wajah dan nomornya. Wood sangat yakin kalau dia tidak salah mengenalinya.     

Pinto saat ini menguasai bola. Dia sadar bahwa tingkat keberhasilan umpan mereka ke depan termasuk rendah. George Wood dan Albertini telah membentuk sebuah dinding di depan mereka dan menutup semua rute umpan yang memungkinkan.     

Tiba-tiba saja, dia mendengar seseorang memanggil namanya dari belakang.     

"João! João!"     

Yang memanggilnya adalah Rochemback.     

George Wood mendongak. Dia melihat melewati bahu Pinto dan menemukan Rochemback bersembunyi di balik punggung Pinto.     

Saat mendengar panggilan Rochemback, Pinto mengoper bola ke belakang dengan tumitnya.     

Hampir di waktu yang bersamaan, George Wood meninggalkan zona pertahanannya dan melesat keluar; targetnya adalah si penerima bola, Rochemback!     

Seolah-olah dia tidak melihat Wood, pandangan Rochemback tetap terpaku pada bola dan mulai bergerak untuk menerima operan itu.     

Bola itu tiba dan Wood juga.     

Rochemback menyadari kehadiran Wood melalui sudut matanya. Tiba-tiba, sebuah ide gila muncul di benaknya: kenapa dia tidak berusaha mengeluarkan anak bodoh itu juga?     

Rochemback memindahkan bola ke samping dalam upayanya untuk memancing George Wood agar melakukan pelanggaran. Selama dia membuatnya terlihat sungguhan, dia mungkin akan bisa membuat Nomer 13 dikeluarkan dari lapangan!     

Ayo, nak! Ayolah kesini!     

Aku di sini, keparat!     

George Wood meluncur sambil melakukan tackling sebelum dia bahkan mendekati Rochemback. Rochemback baru saja selesai memutar tubuh saat kaki kanan Wood mendarat di pergelangan kaki kirinya!     

Dengan keras dan akurat, Wood menerjangnya.     

Terdengar suara gedebuk yang keras tapi teredam, bahkan para penonton di tribun seolah bisa merasakan dengan jelas kekuatan terjangannya barusan.     

Setelah melakukan tackling belakang terhadap Rochemback, George Wood terus meluncur ke depan akibat momentum dari tacklingnya. Sementara itu, Rochemback dibuatnya melayang di udara, berjungkir balik sebelum kemudian jatuh ke tanah dengan potongan-potongan rumput beterbangan dan jatuh kembali ke atas tubuhnya.     

Stadion yang sangat ramai itu tiba-tiba saja hening sesaat sebelum kemudian terdengar suara peluit yang tajam menusuk.     

Wasit berlari ke tempat kejadian, dan pada saat yang sama menarik kartu merah dari saku dadanya untuk ditunjukkan ke arah George Wood. Sebuah tackling dari belakang; tak diragukan lagi itu akan langsung diganjar kartu merah.     

Wood mengabaikan wasit. Dia berdiri dan segera berjalan keluar lapangan. Bahkan sebelum dia melakukan aksinya, dia sudah tahu apa yang akan dia peroleh. Tapi itu tetap tidak mencegahnya melakukan aksi itu. Karena dia telah mencapai tujuannya, dia hampir tidak peduli lagi tentang hukuman yang akan diberikan padanya.     

Setelah menunjukkan kartu merah ke George Wood, wasit kembali menerima ledakan cemoohan dan makian dari para fans tim tuan rumah. Dari sudut pandang para supporter, karena Wood diusir dari lapangan, Rochemback, yang juga menjatuhkan Eastwood dan membuatnya cedera, seharusnya juga diberi kartu merah.     

Rochemback telah mencapai tujuannya. Sendirian saja, dia telah berhasil membuat Forest kehilangan dua pemain inti mereka. Harga yang harus dibayarnya adalah dia mungkin tidak akan bisa terus bermain di pertandingan ini. Rochemback hanya merasakan pergelangan kaki kirinya kebas, dan tidak ada lagi yang lain. Dia berusaha untuk mengontrol kakinya, tapi percuma saja. Sebagai seorang pesepakbola profesional, dia tahu bahwa sudah waktunya untuk keluar dari lapangan.     

Dia tidak mengira aksi George Wood akan begitu keras, begitu cepat. Wood sama sekali tidak mengejar bola. Sejak awal, dia memang ingin menjatuhkan Rochemback!     

George Wood berjalan keluar lapangan dengan langkah pelan. Dia sama sekali tidak menyesal karena telah melukai seseorang. Para pemain Sporting Lisbon yang sangat marah berusaha bergegas ke arahnya dan menuntut penjelasan, tapi sebelum mereka bisa mendekatinya, mereka sudah didorong menjauh oleh Ashley Young dan Viduka.     

Dalam sekejap saja, seluruh lapangan kembali mengalami kekacauan. Para pemain dari kedua tim berkerumun dan bermaksud memulai perkelahian. Wasit tidak punya pilihan kecuali meninggalkan Rochemback yang cedera dan berlari ke arah para pemain yang berkerumun dan nyaris berkelahi, sambil terus menerus meniup peluitnya. Tentu saja, dia juga tidak lupa memberikan isyarat ke pinggir lapangan agar membawa tandu untuk Rochemback.     

Tang En melihat seluruh proses ini dari luar lapangan. Dia sudah mengantisipasinya sejak dia melihat Wood bergegas maju ke arah Rochemback. Tidak ada gunanya mengatakan apa-apa lagi; Bagaimanapun, tim Forest sepertinya ditakdirkan untuk bertanding dengan hanya sepuluh pemain.     

Dia berdiri di pinggir lapangan dan menunggu Wood keluar dari lapangan, lalu dia melangkah maju untuk memberinya tepukan ringan di punggung.     

"Kembalilah ke ruang ganti untuk mandi dan ganti baju." kata Twain.     

Tidak ada celaan dan kata-kata penyesalan.     

Wood mengangguk.     

"Dan, bertepuk tanganlah kepada para fans sebagai ucapan terima kasih." Tang En menginstruksikan.     

Belum pernah ada pemain yang akan menyapa fansnya setelah dia diusir dari lapangan; tindakan seperti itu akan terlalu provokatif. Biasanya, pemain yang dikeluarkan dari lapangan akan menundukkan kepalanya dan berjalan dengan cepat menuju ke ruang ganti karena takut menghadapi para fans. Tapi Tang En bersikeras agar Wood melakukannya seolah-olah di matanya Wood tidak dikeluarkan dari lapangan, melainkan hanya digantikan dengan pemain lain seperti yang biasa terjadi.     

Dengan patuh Wood mengangkat tangannya dan bertepuk tangan ke arah tribun penonton dan berterima kasih pada supporter Forest.     

Responnya?     

Dia menerima tepuk tangan yang sangat meriah dari tiga tribun penonton.     

"Benar-benar pemandangan yang luar biasa! George Wood, yang melakukan pelanggaran dan menjatuhkan lawannya, yang diusir keluar lapangan dengan kartu merah, telah menjadi pahlawan di City Ground!"     

Bagi para pemain Sporting Lisbon, tindakan Wood itu bisa dianggap sebagai provokasi dan penghinaan. Bahkan para pemain cadangan di bangku mereka bergegas ke pinggir lapangan untuk mengajukan protes. Wood mengabaikan mereka, terus melambaikan tangannya ke arah para fans sambil berjalan menuju ke koridor pemain. Hal yang membuat Jose Peseiro semakin tidak senang adalah bahwa Tony Twain tampaknya tidak merasa malu melakukan itu. Malah, dia ikut bertepuk tangan bersama para penonton untuk Wood!     

"Tn. Tony! Apa kau masih punya sikap sportif?" Peseiro menegur Tony dengan bahasa Inggris yang cukup lancar.     

Tang En menjawabnya sambil tersenyum lebar. "Itu pertanyaan yang bagus, Tn. Peseiro. Tolong tanyakan itu pada Fábio Rochemback atas namaku."     

"Kau…"     

Ofisial keempat muncul diantara keduanya dan memelototi mereka. Peseiro dengan patuh kembali ke kursi manajernya. Tang En tetap berdiri di pinggir lapangan, tatapannya dialihkan ke dalam lapangan.     

Kekacauan di dalam lapangan sudah reda. Dengan upaya gabungan dari Hierro, Albertini, Edwin van der Sar, dan para pemain veteran lainnya, mereka berhasil meredakan konfrontasi dan perkelahian tidak terjadi.     

George Wood sudah menghilang ke koridor pemain. Tepuk tangan dari tribun kembali berubah menjadi cemoohan; cemoohan itu sangat sengit sampai-sampai para pemain di lapangan hampir lupa bahwa mereka masih harus melanjutkan pertandingan.     

David Kerslake berjalan dan berdiri di samping Tang En. "Benar-benar pertandingan yang buruk kan, Tony?"     

"Kau benar. Ini memang sangat buruk, David." kata Tang En dengan gigi terkatup. "Panggil Gunnarsson kemari. Kurasa sudah waktunya dia bermain."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.