Mahakarya Sang Pemenang

Kami Kembali Bagian 1



Kami Kembali Bagian 1

0 Mereka telah melewati bagian yang paling sulit dari jadwal pertandingan musim ini. Saat ini, Nottingham Forest masih memiliki dua putaran pertandingan yang tersisa, yakni melawan Charlton dan Birmingham City secara bergiliran. Kalau siapapun mengira bahwa dua pertandingan itu semudah membalikkan telapak tangan, maka mereka salah. Disaat tim Forest memiliki dua pertandingan tersisa di liga, Everton masih memiliki tiga pertandingan. Kedua tim hanya memiliki selisih empat poin. Kalau Forest kalah dalam kedua pertandingan itu sementara Everton memenangkan ketiga pertandingan mereka, Forest akan kehilangan hak kualifikasi ke Liga Champions.     
0

Tang En harus memastikan agar mereka tidak jatuh ke dalam kesalahan yang bisa dihindari semacam ini. Dia mengingatkan para pemainnya agar tidak memberikan kesempatan bagi Everton, dan agar tidak meremehkan dua lawan terakhir mereka.     

Pada tanggal 7 Mei, putaran ke-37 Liga Utama, Nottingham Forest menantang Charlton sebagai tim tandang.     

Dalam pertandingan itu, Forest kelihatannya sama sekali tidak terpengaruh dengan kekalahan mereka dari Arsenal di pertandingan tandang sebelumnya. Padahal pertandingan ini digelar di London dengan setting yang sama seperti sebuah pertandingan tandang. Di Stadion The Valley, tim Forest memenangkan pertandingan dengan skor meyakinkan 2:0. Pada waktu yang bersamaan, di stadion kandang Everton, Goodison Park, tim Moyes meraih kemenangan setelah berjuang keras melawan Bolton Wanderers dengan skor 3:2. Dengan begini, ketidakpastian tentang peringkat keempat di akhir musim masih eksis.     

※※※     

Tanggal 12 Mei. Tim Forest tidak memiliki jadwal pertandingan. Everton akan menuju ke London untuk bermain dalam pertandingan yang dijadwal ulang melawan Arsenal.     

Pertandingan itu akan dilangsungkan pada sore hari. Sebagai akibatnya, Tang En memutuskan untuk membatalkan latihan ganda hari itu. Usai latihan pagi hari, dia menutup diri di rumah bersama Dunn dan bersiap menonton pertandingan.     

Dunn memperhatikan Tang En mengambil sekaleng bir dingin dari lemari es sebelum pertandingan dimulai. Setelah melihatnya meletakkan bir itu di atas meja, dia bertanya, "Apa kau butuh kacang?"     

Tang En agak terkejut saat mendengar pertanyaan Dunn. Lalu dia tertawa. "Aku sudah terbiasa dengan ini. Kalau aku menonton sepak bola di negara ini, alkohol akan menemaniku. Ini adalah bahan bakar untuk membantu inspirasiku."     

Dunn kembali memandang ke arah televisi, sambil bergumam pada dirinya sendiri, "Kau tidak akan mengatakan itu kalau kau menjadi konyol karena alkohol ..."     

Tang En mengangkat bahu dan membungkuk di kursi. "Hei, Dunn. Bagaimana menurutmu hasil pertandingan ini nantinya?"     

"Aku tidak pernah menebak skor atau siapa yang akan menang atau kalah sebelum pertandingan."     

"Pfft. Beenar-benar membosankan. Kalau begitu, ceritakan padaku tentang situasimu di Tim Pemuda ... Apa kau sudah dipromosikan menjadi asisten manajer?"     

Dunn mengangguk sebagai jawaban tapi dia tidak ingin membahas lebih lanjut masalah itu. Dia menunjuk ke layar dan berkata, "Pertandingannya sudah dimulai."     

Keduanya berhenti mengobrol dan memusatkan seluruh perhatian mereka pada pertandingan.     

Setelah 20 menit, Tang En menenggak bir yang dipegangnya dalam satu tarikan napas dan kemudian menghela nafas panjang. "Kurasa aku tidak perlu menonton lagi. Pertandingan akan terus berjalan seperti ini."     

"Ini baru 2:0. Everton masih punya peluang," kata Dunn, tatapannya terpaku pada layar.     

Tang En menggelengkan kepalanya dan berdiri dari kursi. "Ini sudah berakhir. Sudah berakhir untuk Everton. Kita menang. Kualifikasi untuk memasuki Liga Champions menjadi milik kita sekarang."     

Mendengar kata-kata Tang En, Dunn menatapnya. "Kau tidak senang?"     

"Bukan begitu, hanya saja ... setelah mencapai tujuan apa pun, akan selalu ada perasaan hampa. Apa kau masih mau menonton? Aku akan keluar sebentar untuk berjalan-jalan."     

Dunn mengangguk, menunjukkan kalau dia akan terus menonton. Tang En memasukkan kedua tangannya ke dalam sakunya dan melangkah keluar rumah.     

※※※     

Meskipun masih ada satu putaran pertandingan liga yang tersisa, Tang En sudah menganggap hari ini sebagai akhir musim laga. Tak peduli bagaimana mereka tampil di pertandingan yang terakhir nanti, hal itu tidak akan mempengaruhi hasil yang mereka peroleh.     

Memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam Liga Champions UEFA.     

Liga Champion; tiran, kejayaan, uang, kepopuleran ... Hanya dua minggu sebelumnya, memikirkan semua itu akan membuatnya sangat senang. Tapi sekarang setelah semuanya menjadi kenyataan, dia tidak bisa merasa gembira tentang itu semua. Meskipun tidak ada seorangpun yang akan mempercayainya, sebuah perasaan "Oh, jadi begitu" dari situasi yang ada, muncul di hati Tang En saat dia melihat Everton benar-benar dipecundangi oleh Arsenal di Highbury, kebobolan dua bola dalam kurun waktu 20 menit dan menunjukkan tanda-tanda kekalahan yang lebih besar.     

Saat semuanya datang bersamaan melalui cara yang memang sudah diharapkan, kegembiraan yang dirasakan jelas berkurang. Ketika membaca novel, komik, atau menonton film, ia selalu mengharapkan lebih banyak drama, selalu menginginkan lebih dan lebih. Tapi, saat dia sendiri berada di posisi yang sama, rasanya akan lebih baik kalau dia mengambil posisi yang aman. Kalau tidak begitu, jantungnya mungkin tidak akan bisa bertahan.     

Tang En menyentuh dadanya. Jantungnya sudah mengalami momen-momen penuh kegembiraan yang tak terhitung jumlahnya. Pekerjaan seorang manajer dikatakan sebagai pekerjaan yang berisiko tinggi mengalami serangan jantung; tak diragukan lagi itu memang benar. Mengalami perubahan drastis antara jantung yang melompat tinggi karena gembira dan mencelos karena kecewa adalah hal yang umum dialami oleh para manajer.     

Tang En, yang benaknya dipenuhi oleh banyak pikiran, tanpa sadar telah berjalan ke suatu tempat dengan papan tanda yang sudah sangat dikenalnya. Meskipun dia tidak merencanakan tujuannya, kakinya, karena kebiasaan, telah membawanya ke depan Forest Bar.     

Sejak Forest mulai mempercepat langkahnya untuk mendapatkan kualifikasi Liga Champions musim depan, dia belum melangkah masuk ke dalam bar ini. Berdiri di luar bar, dia bisa mendengar keramaian yang berasal dari dalam bar.     

"Penampilan yang brilian! Arsenal!"     

"Satu lagi! Masukkan gol satu lagi!"     

Mereka juga sedang menonton pertandingan itu. Mendengar teriakan mereka, Tang En tertawa sendiri. Meskipun pertandingan yang mereka tonton itu bukanlah pertandingan Forest, tapi pertandingan itu akan menentukan apakah tujuan Forest untuk musim depan adalah Liga Eropa atau Liga Champions. Perhatian para fans terhadap pertandingan itu sebenarnya adalah perhatian yang diberikan kepada tim mereka sendiri.     

Tang En berdiri di depan pintu bar. Dia merasa sedikit haus dan tertarik oleh harumnya alkohol yang tercium melalui celah pintu. Ketika tangannya mendarat di pegangan pintu, tiba-tiba saja dia merasa ragu dan akhirnya memutuskan untuk tidak jadi masuk ke dalam bar.     

Saat ini, dia tidak ingin dikelilingi oleh orang-orang yang akan membombardirnya dengan pertanyaan tentang bagaimana rencananya untuk musim depan.     

Dia ingin duduk sendirian di suatu tempat, dalam diam.     

Memandang sepintas ke arah bar yang bising di belakangnya, dia memakai kacamata hitamnya dan melangkah pergi. Dia telah menemukan tempat yang harus dia kunjungi.     

※※※     

Di lapangan hijau yang berada di samping hutan kecil, sekelompok anak-anak sedang bermain bola dengan senang. Tapi, di dalam kompleks pemakaman, suasananya masih sepi seperti biasanya.     

Ada selapis debu di atas nisan itu. Tang En hampir melupakan tempat ini, melupakan sudut hatinya. Hari ini, dia kembali. Dia mengambil beberapa lembar tisu dan menyeka debu di nisan. Sambil berlutut, dia menatap kosong pada kata-kata yang diukir di atas batu nisan.     

Disini terbaring putra terkasih Michael Bernard dan Fiona Bernard; Penggemar Nottingham Forest yang paling setia; Pendukung abadi George Wood. Gavin Bernard.     

Setiap kali ia mencapai sukses, Tang En akan memikirkan tentang Gavin, bertanya-tanya seperti apa ekspresinya kalau dia melihat tim Forest mencapai hasil yang luar biasa.     

Hei, Gavin. Dulu saat kau bilang kalau kau adalah penggemar setia George Wood diluar lapangan latihan tim pemuda, apa kau pernah membayangkan dia akan menjadi setenar sekarang? Sekarang dia adalah bintang sepakbola. Bukan hanya seorang pemain sepakbola, tapi seorang bintang sepakbola. Seorang selebriti. Tanda tangan pertamanya pastilah sangat berharga sekarang ...     

Tang En duduk dan bersandar ke batu nisan. Dia mendongak, menatap langit biru di balik dedaunan hijau yang rimbun.     

Kalau Gavin masih di sini, kalau Michael dan yang lainnya juga disini; sama seperti ketika dia pertama kali tiba di Nottingham, akankah dia merasa lebih bangga terhadap apa yang telah dicapainya dibandingkan dengan saat ini?     

Omong kosong apa yang kau katakan, Tn. Tony? Tentu saja, kami menyukai kemenangan. Kami bahkan suka saat kalian akan kembali ke Liga Utama setelah musim ini, dan yang terpenting, kami ingin menjadi juara Liga Utama musim depan! Musim selanjutnya, kita akan menjadi Raja Eropa!     

Meskipun sedikit terlambat, kita belum menyimpang dari jalan kita. Michael, apa kau bisa benar-benar terbiasa dengan hari-harimu tanpa sepakbola?     

Manajer Tony Twain, apa Anda ingin menjadi berita utama di The Sun karena meneror anak-anak?     

Itulah sebabnya kenapa aku mengaguminya, karena dia mengalahkanku! Aku sudah memutuskan untuk menjadi penggemarnya!     

Berikan dia tanda tanganmu. George, dia adalah supporter pertamamu. Kau tidak boleh memperlakukannya dengan dingin. Berlututlah dan berikan tanda tanganmu padanya!     

Bahkan meski aku tidak punya uang untuk membeli jersey baru, aku tidak akan menjualnya!     

Menjatuhkan anak yang tidak bersalah dan kemudian menginjak tubuhnya ... apa itu kehormatan yang kau bicarakan? Apa itu kehormatan kep**atmu?! Apa kau pikir kau hebat? Apa kau pikir kaulah pahlawan tim ini? Kau... kau bajingan!     

Seperti film, semua adegan masa lalu muncul kembali di depan mata Tang En, seolah diputar ulang dengan latar belakang langit biru.     

Dari mulai Januari 2003 hingga Mei 2005, periode dua setengah tahun telah berlalu dalam sekejap. Dia ... Tang En atau Tony Twain telah menyelesaikan transisi dari penggemar sepak bola biasa yang entah bagaimana bertransmigrasi kemari di dalam tubuh seorang manajer sepakbola profesional. Tapi, dari mereka yang telah berjalan bersamanya... berapa banyak yang tersisa?     

Michael sudah pergi, Gavin sudah pergi, Walker dan Bowyer juga sudah pergi. Bahkan "Bos" sudah pergi ... Dan para pemain sepakbola itu, yang telah dimotivasi olehnya, yang telah ditegurnya dengan keras, dan yang telah berjuang bersamanya. Tim Forest saat ini benar-benar berbeda dari tim Forest dua setengah tahun yang lalu. Seperti sebuah barak militer, para prajuritnya datang dan pergi.     

Nada dering ponsel terdengar dari sakunya, membuat gambar-gambar di depan matanya hilang terbawa angin. Tang En mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol untuk menerima panggilan.     

"Paman Tony!" suara bahagia Shania terdengar ke telinga Tang En.     

"Shania?" tanya Tang En, terkejut.     

"Selamat, Paman Tony!"     

"Selamat? Untuk apa kau memberi selamat padaku?" Pikiran Tang En masih belum memahaminya, dia masih memproses kejutan dari panggilan telepon Shania yang tiba-tiba.     

"Bukankah tim Forest lolos untuk berpartisipasi di Liga Champions UEFA musim depan? Arsenal baru saja mengalahkan Everton ... Coba tebak berapa skornya?"     

"Itu sudah berakhir?" Tang En menundukkan kepala untuk melihat arlojinya. "Aku tidak bisa menebak."     

"7: 0! Bukankah itu luar biasa?"     

"Wow, itu luar biasa!"     

Sebenarnya, Tang En sama sekali tidak terkejut. Dia menganggapnya sebagai hasil yang normal. Perbedaan kemampuan antara Arsenal dan Everton tidak sesederhana peringkat kedua dan kelima di klasemen liga. Baru 11 menit pertandingan berjalan, Arsenal sudah memasukkan dua gol. Tang En segera tahu bahwa tidaklah mengherankan jika skornya jadi setinggi ini. Dia telah memperhatikan para pemain Everton yang mulai kehilangan arah dan fokus mereka. Setelah mimpi mereka untuk masuk ke Liga Champions telah hancur, mungkin Liga Eropa juga merupakan opsi yang bagus. Di musim sebelumnya, Everton bahkan tidak bisa berpartisipasi di dalam Liga Eropa UEFA.     

Setelah kehilangan semangat dan tujuan mereka, apa lagi yang bisa dilihat dari pertandingan itu? Itulah sebabnya kenapa Tang En lebih memilih untuk tidak lagi menonton pertandingan itu.     

Tapi agar Shania tidak kecewa, dia berpura-pura terkejut. Seperti yang diharapkan, tawa Shania terdengar dari ujung telepon yang lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.