Mahakarya Sang Pemenang

Saling Berhadapan Bagian 2



Saling Berhadapan Bagian 2

0Crouch adalah titik tertinggi di lapangan bagi tim Forest. Karena Tang En siap bersiap untuk melancarkan serangan balik segera setelah tendangan sudut dilakukan, Crouch biasanya tidak perlu kembali ke area penalti untuk bertahan. Sekarang, setelah Piqué tidak ada, Tang En hanya bisa membuat Crouch, yang masih kurang dalam menyundul bola, bermain sementara sebagai bek tengah.     
0

Bek tengah Terry, yang juga kapten tim Chelsea, mendorong semangat rekan setimnya dengan tinju terangkat saat ia berlari menuju area penalti. "Guys! Jumlah mereka sama dengan kita sekarang. Ini adalah kesempatan yang sempurna, jangan sia-siakan!"     

Albertini juga mengeluarkan suaranya untuk mendukung rekan setimnya. Sayang sekali dia hanya sedikit mengalami peningkatan dalam bahasa Inggris dan masih belum bisa berbicara dalam kalimat yang panjang. Dia hanya bisa meneriakkan beberapa kalimat dan kata-kata sederhana, "Bertahan! Perhatikan lawanmu! Tekan mereka!"     

Di antara kerumunan pemain, George Wood terus mengawasi pria kulit hitam yang kepalanya dipenuhi kepangan rambut. Karena Piqué tidak ada di sini, Wood tentu saja menganggap bahwa Drogba adalah target yang perlu dijaganya sebelum tendangan sudut. Sejak berada di Liga Utama, dalam enam pertandingan yang telah mereka mainkan, Wood merasa bahwa dia nyaris tidak memiliki saingan dalam hal kemampuan fisiknya. Baru di pertandingan inilah Drogba membuatnya merasakan tekanan. Wood paham bahwa dia masih kurang memiliki teknik yang bagus. Dia tidak pernah bersaing teknik dengan lawan-lawannya, melainkan sangat menghargai adu fisik dengan mereka. Dia merasa bahwa itu adalah salah satu faktor penting terkait bagaimana dia bisa menjadi pemain inti untuk Forest.     

Sekarang setelah Wood bertemu dengan lawan yang bisa membuatnya merasa tertekan, dia tidak merasa kesal atau takut. Sebaliknya, ini membuatnya sedikit bersemangat. Di lubuk hatinya yang paling dalam, dia merasakan semangat yang menggebu untuk melakukannya; dia ingin beradu kekuatan dengan pria ini. Sebelum ini, biasanya Piqué adalah pemain yang harus bertahan melawan Drogba sementara dia hanya membantunya. Selain itu, dengan posisi Drogba sebagai penyerang, posisinya berbenturan langsung dengan Piqué, yang bermain sebagai bek tengah. Wood sama sekali tak punya peluang bagus saat itu.     

Karena sekarang Piqué sedang di luar lapangan, kesempatannya ada di sini.     

Dia mencondongkan tubuhnya agak jauh ke depan. Drogba, merasakan seseorang di belakangnya, berbalik, menahan dada Wood dengan sikunya. Kalau Wood adalah pemain yang berpengalaman, dia akan menggunakan itu dan jatuh ke tanah sambil berpura-pura telah dilanggar. Tapi Wood tak mempedulikan itu. Dia menganggap tindakan Drogba adalah jawaban atas tantangannya dan dia bergerak maju tanpa menyerah.     

Saat Drogba merasakan tekanan yang semakin meningkat dan bukannya menurun, dia tahu kalau lawannya telah terfokus padanya. Dia kemudian melemparkan bahunya ke belakang, berharap bisa membuat Wood keluar dari posisinya sendiri.     

Wood tidak mundur sambil menggunakan tangannya melainkan dia berusaha untuk berada di depan Drogba dan menghalanginya melompat untuk menerima bola. Tapi, dalam pertarungan fisik ini, Wood tidak bisa unggul dan Drogba tetap berdiri kokoh di depannya dan tak bergeming.     

Pergulatan mereka dengan cepat menarik perhatian wasit, dan dia meniup peluit untuk menghentikan Joe Cole melakukan tendangan sudut. Dia berlari ke depan tiang gawang dan menunjuk ke arah Drogba dan Wood, memberi isyarat dengan tangannya agar mereka memisahkan diri.     

"Jaga sikap kalian!" Poll dengan tegas memperingatkan keduanya.     

Drogba mengangkat tangannya pura-pura tak bersalah, menyiratkan bahwa Wood-lah yang memulainya. Sementara itu, George Wood memelototinya tanpa memperhatikan Poll. Tentu saja, keduanya memisahkan diri, sekitar selebar dua jari.     

Setelah memperingatkan mereka, Poll mundur dari area penalti dan memberi isyarat pada Joe Cole untuk melakukan tendangannya.     

Begitu Poll pergi, Drogba dan Wood kembali saling adu fisik. Aksi mereka hanya terlihat tidak seintens sebelumnya, dimana keduanya kini dengan diam-diam masih berusaha saling menghalangi.     

Pada tiupan peluit, Joe Cole berlari dan mengirimkan bola cepat, datar, yang terbang langsung ke sudut dekat gawang di mana Drogba berada!     

Keduanya melompat di waktu yang hampir bersamaan, tapi saat Drogba melompat, dia sedikit bersandar ke belakang dan menekan George Wood, yang tidak menduganya. Dengan Drogba menekannya, Wood tidak bisa menggunakan kekuatannya atau melompat tinggi, apalagi mencoba untuk merebut bola lawan dengan sundulannya.     

Dengan bola di depan keningnya dan tak ada gangguan, Drogba mengayunkan kepalanya untuk menyundul bola ke dalam gawang!     

Kali ini, tiang gawang tidak memihak Darren Ward, dan bola meluncur ke dalam gawang!     

"Itu GOOOL! Bagus sekali! Upaya tanpa henti Chelsea akhirnya membuahkan hasil! Hanya empat menit sebelum memasuki perpanjangan waktu babak pertama, mereka mencetak gol yang menyamakan kedudukan! Drogba memang menakutkan! Dia benar-benar sangat unggul dalam pertarungannya dengan George Wood sendirian! Benar-benar binatang buas!"     

Setelah mencetak gol, Drogba tidak tertarik melihat ke arah pihak yang kalah. Dia membuka lengannya lebar-lebar dan berlari ke arah bendera sudut, memeluk Joe Cole, yang telah memberikan assist dalam serangannya. Di belakang mereka ada sekelompok pemain Chelsea.     

Di tengah gerimis yang berkabut, para fans Chelsea di tribun dengan gembira melambaikan tangan mereka untuk merayakan gol. Dari mulai tendangan penalti tepat di awal pertandingan dan kartu merah yang mengeluarkan satu pemain, hingga skor yang imbang saat ini, mereka akhirnya bisa bernapas lega.     

※※※     

"Sialan!" Tang En, yang geram karena kehilangan bola, mengayunkan kakinya seperti menendang, tanpa sengaja mengirimkan sebotol air mineral di dekat kakinya terbang melayang.     

Botol itu jatuh ke area teknis Chelsea dengan suara gedebuk keras dan mengejutkan José Mourinho yang sedang merayakan gol. Airnya tumpah dan membasahi celananya.     

Tang En tidak melihat kemana botol itu mendarat. Dia segera berbalik untuk berjalan kembali ke area teknis.     

Mourinho mengira Tang En sengaja memprovokasinya, dan dia jadi marah karenanya. Dengan sebuah tendangan, dia mengembalikan botol itu ke arah Twain!     

Kedua manajer itu memiliki gerak kaki yang baik; Tang En telah menendang tepat ke tempat José Mourinho berdiri, dan Mourinho juga menendang botol itu kembali ke kaki Tang En. Suara gedebuk terdengar lagi, dan Tang dengan terkejut menyadari bahwa botol yang tadi ditendangnya telah kembali padanya. Dia kemudian mendengar seseorang berteriak kepadanya dari belakang.     

Setelah memutar tubuh, dia melihat wajah José Mourinho yang tidak senang. Pria itu menunjuk ke arahnya dan mengatakan sesuatu, tapi dengan stadion begitu berisik Tang En tidak bisa mendengar apa pun.     

Antara perpaduan sorak-sorai para fans tim tamu dan cemoohan para fans tim tuan rumah, siapa yang bisa memahami aksen aneh Mourinho?     

Maka Tang En meletakkan tangannya di telinganya dan memutar tubuhnya ke samping, bermaksud menunjukkan kalau dia tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Mourinho menganggap ini sebagai tanda provokasi yang jelas. Apa sekarang dia pura-pura tuli?     

"Apa yang terjadi di pinggir lapangan?" Suara para komentator terdengar lebih bersemangat dan antusias daripada saat Drogba berhasil mencetak gol. "Ternyata José Mourinho dan Tony Twain! Sepertinya ada sesuatu yang terjadi di antara mereka. Mari kita lihat tayangan ulangnya ... Bagus sekali! Pelintiran dan tendangan voli Tony Twain mendapatkan poin pertama untuk tim Forest, tapi José Mourinho segera mengembalikannya dengan tendangan berputar! 1: 1 , skornya imbang untuk saat ini. Pertandingan yang benar-benar menyenangkan, baik di dalam maupun di luar lapangan!"     

Tepat saat kedua manajer itu hampir merebut pusat perhatian dari pemain yang baru saja mencetak gol, ofisial keempat maju dan memaksa berdiri di antara keduanya, yang tampak siap untuk melompat maju ke arah lawan mereka, memperingatkan keduanya. "Tuan-tuan, tolong ingatlah identitas kalian. Anda adalah manajer tim dan seharusnya memberikan contoh yang baik kepada para pemain."     

"Tentu saja. Aku hanya menunjukkan kepada para pemainku bagaimana caranya mencetak gol ke gawang lawan," kata Tang En sambil tersenyum meremehkan, dan mengangkat bahunya seolah tak peduli.     

"Tn. Twain…"     

"Ya, dan aku juga memberi tahu para pemainku bagaimana caranya menyamakan skor secara efektif. Seperti yang kaulihat, contoh yang kuberikan memberikan efek yang tepat, Pak." balas Mourinho, menatap tajam Tang En sambil mengatakan itu.     

"Tn. Mourinho!"     

Menghadapi dua manajer paling karismatik di liga, ofisial keempat itu mulai merasa sakit kepala. Dia tidak punya pilihan selain mengeluarkan kartu andalannya. "Saya harus memperingatkan kalian lagi! Ini adalah pertandingan. Anda adalah manajernya. Harap perhatikan pengaruh yang bisa Anda timbulkan dengan tindakan yang Anda lakukan! Saya harap Anda bisa tetap tenang dan berkepala dingin. Kalau tidak, saya tidak punya pilihan selain membuat wasit mengundang Anda untuk duduk di tribun penonton." Dia menunjuk ke arah tribun yang dipenuhi warna merah.     

Ancaman itu efektif dan keduanya melangkah mundur, setidaknya itulah yang terlihat. Mereka melepaskan tangan mereka yang dilipat di dada, menandakan mereka akan berhenti berselisih.     

"Bagus. Saya harap kalian berdua bisa bekerja sama dengan saya. Sekarang, silakan kembali ke tempat duduk kalian."     

Tang En melirik ke arah Mourinho dan berjalan pergi. Di saat yang sama, Mourinho juga kembali ke area teknis, melanjutkan merayakan gol Drogba dengan para pemain di bangku cadangan. Dalam pertengkarannya dengan Tang En, dia tidak berada di pihak yang kalah. Dan timnya baru saja menyamakan skor di lapangan. Mourinho, yang memiliki suasana hati yang baik, dengan sengaja ingin menunjukkan kegembiraannya di depan lawannya, Tang En, untuk membuatnya marah.     

Segera setelah kembali ke kursi manajer, wajah Tang En berubah gelap. Wajahnya bahkan lebih gelap daripada langit di atas, yang sedang menurunkan hujan gerimis.     

"Sialan! Bajingan! Aku tahu itu ... Aku tahu sesuatu akan terjadi! Kita ditekan Chelsea selama 25 menit tapi tak bisa berbuat apa-apa!"     

"Dengan perpanjangan waktu, masih ada sekitar enam menit sebelum akhir babak pertama," lapor Kerslake.     

"Mmm ... Ingatkan para pemain untuk mempertahankan ritme pertandingan dan jangan biarkan gol ini mempengaruhi penampilan mereka." Tang En menjatuhkan diri ke kursi. Dia akan membuat asisten manajer melakukan itu. Sekarang ini dia dalam suasana hati yang buruk, dan dia khawatir dia akan mempengaruhi para pemain.     

"Kita akan membuat penyesuaian di saat turun minum..."     

※※※     

Saat perhatian semua orang beralih pada bentrokan antara dua manajer di tepi lapangan, George Wood terduduk di tanah yang basah dan melihat para pemain Chelsea merayakan gol.     

Dia telah kalah dalam pertarungannya melawan Drogba. Perasaan itu ... rasanya seperti jantungnya dalam sekejap menjadi hampa. Semua kerja keras timnya sia-sia setelah dia gagal. Meskipun wajahnya tidak menunjukkan apa-apa, dia merasa sangat buruk di dalam hati, seolah-olah dia tidak bisa menyelesaikan misinya. Dia juga pasti telah mengecewakan ibunya, yang sedang menonton pertandingan di rumah.     

Pada saat itu, seseorang mendekatinya dengan tangan terulur. Itu adalah lengan yang mengenakan ban kapten.     

"Bangun. Pertandingan belum berakhir."     

Wood tidak menyambut uluran tangan yang ditawarkan Albertini, dan memilih untuk berdiri sendiri.     

"George, tunggu sampai kau benar-benar kalah di dalam pertandingan sebelum merasa sedih dan tidak fokus. Untuk saat ini, kita harus tetap bermain." Albertini menepuk bahu Wood yang kuat dan berjalan bersamanya menuju lingkaran tengah.     

Wood diam saja dan mengangguk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.