Mahakarya Sang Pemenang

Madman Bagian 1



Madman Bagian 1

0Setelah melihat umpan bola atas dari Ribéry, Bendtner tahu kalau bola itu harus menjadi miliknya. Karena terburu-buru kembali ke posisi bertahan, garis pertahanan Chelsea telah terkoyak-koyak. Sekarang, satu-satunya pemain yang ada di dekatnya adalah Carvalho yang berambut ikal; dan dia tidak merasa cemas dia akan kalah darinya.     
0

Inilah saat yang kutunggu-tunggu!     

Dia mengambil langkah besar, membuka lengannya dan berlari menuju bola. Meski dia tahu kalau dia akan bertabrakan dengan Carvalho, kelihatannya dia tidak bermaksud melindungi dirinya sendiri. Melainkan, dia menjatuhkan lawannya dengan paksa menggunakan tubuhnya dan mengayunkan kepalanya untuk menyundul bola ke gawang!     

Kecepatan, kekuatan, dan sudut bola itu sangat sempurna. Petr Čech sudah mengulurkan tangannya, tapi tak bisa menghentikan bola yang melayang masuk ke gawang. Mungkin dia tidak mengira kalau rekan setimnya akan kalah dalam menyundul bola atas.     

Setelah mencetak gol, Bendtner menyerbu ke arah bendera sudut dengan lengan terbuka lebar dan berdiri di bawah gelombang warna merah yang ada di tribun penonton, dia menarik jerseynya dan berteriak. Saat dia memilih Nottingham Forest dan menolak undangan Arsenal, ada beberapa orang yang menertawakannya. Saat dia datang ke Nottingham dan terus bermain sebagai pemain cadangan selama sebulan tanpa bisa muncul dalam pertandingan resmi selama satu menit sekalipun, ejekan itu terdengar semakin keras.     

Sekarang, dia akhirnya bisa menggunakan aksinya untuk membuktikan kekuatannya dan menutup mulut orang-orang yang menertawakannya.     

Tidak ada pertandingan perdana yang lebih baik dari ini.     

"Ini adalah gol pertama yang dicetak oleh pemuda Denmark itu dalam pertandingan resmi mewakili Nottingham Forest! Jenius berusia tujuh belas tahun, Nicklas Bendtner, memiliki tubuh yang kuat, skill yang sangat bagus, dan kekuatan benturan yang hebat! Hal yang lebih tak bisa dipercaya adalah usianya! Tony Twain punya kartu bagus di tangannya; lihat saja para pemainnya, lihatlah penampilan mereka, dan pikirkan tentang umur mereka. Ini benar-benar menyenangkan!"     

※※※     

Saat dia melihat Bendtner menyundul bola ke gawang yang dijaga oleh Cech, Twain dan asisten manajernya, Kerslake, melompat dari tempat duduk mereka. David bergegas ke pinggir lapangan sementara Twain mengangkat tinjunya ke arah Mourinho di area teknik Chelsea dan memandang Mourinho dengan senyum penuh kemenangan.     

Dia memang sengaja melakukannya; dia sengaja memprovokasi Mourinho, dan dia menikmati sensasi bisa unggul atas lawannya. Memang, dia bahkan tidak merasa segembira ini saat dia unggul atas Arsenal.     

Dia merasa sangat senang saat dia melihat ekspresi masam lawannya.     

Mourinho benar-benar kesal. Sama seperti Twain, dia tidak ingin kalah di pertandingan ini, terutama tidak ingin kalah dari pria itu. Awalnya, ini hanyalah pertandingan normal di liga dan tim Forest hanyalah lawan biasa. Tapi provokasi Twain sebelum pertandingan dan bentrokan yang terjadi selama pertandingan membuatnya tidak menyukai manajer itu. Sebenarnya, sering kali, lagak Mourinho yang sombong dan menimbulkan kebencian di mana-mana adalah bentuk perang psikologis yang sudah ia rencanakan. Tapi kali ini, dia benar-benar membenci pemandangan dimana manajer yang bukan siapa-siapa itu merayakan gol dan menunjukkan kesukacitaannya di sampingnya.     

"Panggil Eiður Guðjohnsen agar bersiap-siap diturunkan." Dia menoleh ke arah asisten manajernya, Steve Clarke. Tepat saat Clarke baru berbalik untuk pergi, Mourinho menghentikannya lagi. "Bawa Parker ke sini juga!"     

Clarke jelas mengerti apa arti ucapan itu, tapi dia masih tertegun sejenak dan tidak langsung pergi. Mourinho menatap ke arah lapangan dan berkata, "Steve, ada waktunya... saat kita perlu mengambil sedikit resiko dalam sepakbola."     

※※※     

"Bola keluar milik tim Forest, dan Chelsea melakukan pergantian pemain. Mourinho memasukkan dua pemain saat pertandingan tersisa dua puluh menit ... pemain penyerang! Pemain gelandang serang dan bertahan, Scott Parker dan striker Islandia Eiður Guðjohnsen! Mourinho telah menggunakan semua kuota pergantian pemainnya. Kelihatannya Chelsea, yang saat ini tertinggal, akan berusaha mati-matian!"     

Mourinho memasukkan dua pemain penyerang, dan tekanan di garis pertahanan Nottingham Forest melonjak tajam. Twain membalas penyesuaian itu dan melakukan pergantian pemain saat Mourinho melakukan pergantian pemainnya. Dia menggantikan Ashley Young dengan gelandang bertahan, Gunnarsson. Dia kemudian membiarkan Ribéry bergerak bebas di lini depan, bersinggungan dengan sayap kiri, lini tengah dan sayap kanan. Perannya bukanlah untuk mengatur serangan, melainkan untuk mempertahankan tekanan yang konstan terhadap pertahanan Chelsea. Seringkali, bola dikirim langsung dari lini belakang ke atas kepala Bendtner, dan Ribéry sama sekali tidak perlu mengatur serangan. Tentu saja, kalau dia menerima bola, dia akan memprioritaskan untuk mencoba mengendalikan bola dengan segala cara yang mungkin. Dia bisa mengulur-ulur waktu dengan mencoba memprovokasi lawannya agar melakukan pelanggaran.     

Selain itu, Twain meminta Gunnarsson untuk menyampaikan pesan kepada seluruh tim: Setelah lawan melakukan pelanggaran, kalau kalian bisa berbaring di tanah, berbaring saja sedikit lebih lama. Jangan buru-buru bangkit berdiri, terlepas dari apakah kalian masih punya kekuatan fisik atau tidak, ataukah tubuh kalian masih kuat atau tidak. Tak jadi masalah juga kalau kalian baru dimasukkan ke lapangan.     

Demi kemenangan, kita akan menggunakan segala cara. Apalah artinya sedikit mengulur waktu pertandingan?     

Twain tersenyum senang saat memandang ke arah Mourinho yang mengerutkan kening di area teknis lawan, mondar-mandir di antara area teknis dan pinggir lapangan.     

Selama sisa pertandingan, tiba-tiba saja semua pemain Forest seolah menjadi sangat rapuh. Setiap kali para pemain Chelsea mencoba melakukan tackling dan menjegal kaki mereka, mereka akan langsung menjerit kesakitan dan berguling-guling di lumpur. Setelah itu, akan terdengar suara peluit wasit, dan Chelsea dianggap telah melakukan pelanggaran.     

Permainan akan diinterupsi oleh satu insiden atau yang lain, dan Chelsea sama sekali tidak bisa masuk ke dalam ritme mereka secara selaras, apalagi memenangkan pertandingan. Tim Forest memiliki tiga gelandang bertahan dan dua bek tengah. Melawan mereka, Lampard merasa seolah dia terjebak di dalam rawa-rawa.     

Dan bagaimana dengan Drogba? Dijaga oleh dua pemain, Piqué dan Wood, yang bertahan melawannya, dia hanya bisa buru-buru menembak ke arah gawang, tapi tidak menimbulkan banyak ancaman bagi gawang tim Forest.     

Di luar lapangan, Mourinho memutuskan untuk tetap bertahan dan berjuang untuk memenangkan permainan, tapi tim Chelsea saat ini bukanlah tim yang akan menyapu bersih seluruh Inggris tahun depan dan mempertahankan rekor tak terkalahkan di kandang mereka. Para pemain mereka sangat tidak sabaran di lapangan dan tidak sinkron satu sama lain. Guðjohnsen dan Parker, yang baru saja dimasukkan, masing-masing merasa bahwa dia adalah penyelamat tim. Saat salah satu dari mereka menerima bola, mereka ingin menerobos untuk menembakkan bola ke gawang. Bahkan saat mereka berhadapan dengan pertahanan tim Forest dan tidak memiliki peluang, mereka masih akan memaksakan tembakan panjang; tidaklah sulit untuk membayangkan hasil dari upaya seperti itu.     

Saat dia melihat ini untuk pertama kalinya, Mourinho akan menghentakkan kakinya di pinggir lapangan. Lalu, dia hanya duduk di kursinya, tidak mengatakan dan tidak melakukan apa-apa. Saat menghadapi para pemain Forest, yang bermain lebih santai dimana bek tengah mereka bahkan menunjukkan aksi yang berani, Mourinho tampaknya sudah merasakan kekalahannya.     

Kelihatannya sekarang bukanlah saat yang tepat untuk berusaha membalikkan arah permainan, melainkan merenungkan kenapa mereka bisa tiba pada titik ini.     

Apa yang sebenarnya terjadi ... dan bagaimana kita bisa berakhir seperti ini? Aku harus mengakui bahwa Ferreira yang diusir setelah sepuluh menit babak pertama tidaklah menguntungkan bagi kami, dan dampaknya juga tidak kecil. Tapi kemudian kami berhasil menyamakan kedudukan dan kami memiliki kesempatan untuk membalikkan keadaan dan situasi. Tapi apa yang terjadi setelah itu?     

Dia melirik ke arah manajer tim Forest yang dibencinya, Tony Twain. Twain tidak lagi berusaha memprovokasinya, melainkan hanya berdiri di tepi lapangan, menonton pertandingan.     

Dia melihat ke arah jam tangannya lagi; kurang dari sepuluh menit sebelum akhir pertandingan.     

Menang? Jangan harap!     

※※※     

Suara sorakan di tribun penonton City Ground terdengar semakin keras, dan para fans Forest meneriakkan nama Brian Clough. Ini bukan untuk menghibur para pemain Forest dengan harapan agar mereka tetap bertahan menghadapi serangan gila-gilaan dari lawan. Tidak, itu adalah seruan kepada legenda generasi mereka di surga, untuk mengatakan padanya tentang situasi terkini dari tim yang dulu pernah dipimpinnya dan yang telah jatuh ke dalam jurang.     

Red Forest yang menakutkan sudah kembali!     

Tidak ... Mungkin belum sepenuhnya kembali, tapi tidak lama lagi!     

※※※     

Seiring berjalannya waktu pertandingan dari menit ke menit, Chelsea benar-benar kehabisan ide. Mourinho sudah berhenti mengarahkan pertandingan dan hanya duduk di kursinya dengan ekspresi suram. Dia berniat untuk membiarkan timnya merasakan kekalahan, tapi itu bukan berarti dia rela kalah dari Tony Twain. Dari sudut pandang jangka panjang, manfaat dari kekalahan mereka pada saat ini bahkan lebih besar.     

Kalau kita ingin memenangkan kejuaraan, selalu akan lebih baik membiarkan mereka tahu bagaimana rasanya kalah di waktu yang tepat, dan untuk selalu waspada terhadap kekalahan, daripada gagal di saat yang paling penting dalam pertempuran untuk kejuaraan.     

Saat ofisial keempat mengangkat tanda di tepi lapangan untuk menunjukkan bahwa perpanjangan waktu adalah tiga menit, Mourinho berdiri dari kursinya. Tentu saja, dia tidak pergi ke tepi lapangan untuk meneriaki para pemain agar mempertaruhkan semuanya dan menyerang. Sebaliknya dia hanya berdiri di tepi area teknis. Sorakan di stadion City Ground terdengar semakin keras. Dia melihat dengan tenang ke arah para fans berbaju merah yang tampak semakin bersemangat di tribun penonton.     

Manchester United, Arsenal dan Liverpool semuanya memiliki warna merah, dan sekarang ada Nottingham Forest yang juga berwarna merah. Salah satu tradisi di sepakbola Inggris adalah konfrontasi antara merah dan biru. Tidak jadi masalah apakah tim Forest sebanding dengan ketiga tim itu sekarang; dalam pikiran Mourinho, Forest telah diangkat ke posisi yang sama dengan tiga tim tadi. Tunggu saja sampai kami kembali ke Stamford Bridge. Kami akan membalas kekalahan hari ini!     

Di setengah menit terakhir perpanjangan waktu, serangan Chelsea secara bertahap mulai menghilang. Bola dikontrol di kaki kapten tim, Albertini. Lampard tidak bergerak maju untuk merebutnya. Dia bukan satu-satunya pemain yang seperti itu. Para pemain Chelsea yang lain juga tampak lesu. Sebelum pertandingan, saat mereka tiba di stadion City Ground, mereka mengira bahwa "tiga poin dari pertandingan ini sudah pasti menjadi milik mereka." Mereka tidak mengira kalau mereka akan kalah.     

Wasit, Poll, tidak melanjutkan perpanjangan waktu, melainkan dengan bijak meniup peluit untuk mengakhiri pertandingan.     

"Pertandingan telah berakhir! Dalam peristiwa yang tak terduga ini, Nottingham Forest mengalahkan Chelsea di kandang mereka! Tim Mourinho telah kalah untuk pertama kalinya musim ini, dan Tony Twain telah mencetak kemenangan kunci di hari istimewa ini. Brian Clough memiliki seorang penerus untuk melanjutkan misinya!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.