Mahakarya Sang Pemenang

Roy Keane Bagian 1



Roy Keane Bagian 1

0Terbaring di tanah, Wood memandang langit di atas Old Trafford, pikirannya kosong. Dia tidak tahu apa yang barusan terjadi, tapi dia bisa merasakan sesuatu yang hangat mengalir dari hidung ke bibirnya, dan rasanya asin.     
0

Aku seharusnya sedang bermain bola, kan? Apa yang terjadi?     

Langit di atas kepalanya seolah mengecil, dan ada banyak orang di tepi batas pandangnya. Mereka semua menatapnya.     

Dia bisa mengenali beberapa orang; ada Demetrio, Roy Keane ...     

Ada keributan. Banyak suara seolah bergema di telinganya, dan dia tidak bisa mendengar apa yang dikatakan oleh mereka semua.     

Saat Wood masih terbaring di tanah dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, Keane menjelaskan kepada wasit bahwa itu tadi murni kecelakaan. Siapa yang menduga kalau tendangan volinya ke arah gawang akan dihadang oleh George Wood, dengan menggunakan wajahnya?     

Wood dikelilingi banyak orang. Di luar lapangan, Twain tidak tahu apa yang terjadi. Dia hanya melihat George tiba-tiba roboh ke belakang. Tendangan Keane tadi terlalu cepat dan terlalu dekat, jadi matanya tidak bisa mengikuti. Tapi tak lama kemudian dia melihat wasit memandang ke bawah untuk menilai situasi, jadi dia bangkit berdiri dan melambaikan tangan ke bangku cadangan Forest untuk memberi sinyal pada dokter tim.     

"Apa yang terjadi?" Dia menoleh untuk melihat ke layar besar di atas tribun Old Trafford, yang memutar ulang adegan tadi.     

Tendangan voli Keane menghantam Wood tepat di hidung!     

Twain mengernyit. Dia bisa membayangkan rasa sakitnya setelah menyaksikan itu.     

"Tembakan Keane mengenai wajah Wood. Sepertinya Wood terluka cukup parah. Dia masih terbaring di tanah dan tidak bisa bangun ..." Komentator itu belum menyelesaikan kalimatnya saat dia melihat Wood mulai bangkit dengan terhuyung.     

Wood akhirnya bisa mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang di sekitarnya. Dia seolah membeku di tempatnya saat dia sadar kalau wasit ingin mengeluarkannya dari lapangan.     

Mengeluarkan aku? Kartu merah? Apa aku diusir dari lapangan? Bagaimana itu bisa terjadi? Aku belum melakukan pelanggaran ... Tidak, bukan aku yang melakukan pelanggaran barusan ... Tidak, siapa yang baru melakukan pelanggaran?     

Dia merasa pusing dan tidak bisa berpikir jernih. Dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat.     

Wasit menganggap tindakan Wood itu artinya "tidak mau." Dia berbicara dengan tegas kepada Wood. "Nak, kau harus keluar dari lapangan sekarang!"     

"Kenapa?" Wood merespon dengan bingung.     

Di sampingnya, Albertini menjelaskan dengan tergesa-gesa. "Kau cedera. Kau harus keluar dari lapangan supaya kau bisa dirawat oleh tim medis."     

"Tapi kurasa... tidak ada yang salah denganku." Wood tidak berbohong. Selain kepalanya yang terasa agak berat, dia baik-baik saja. Bahkan pusingnya juga mulai menghilang dengan cepat.     

Dokter tim Forest, Fleming, akhirnya bergegas menghampiri kerumunan itu. Dia menyeruak diantara para pemain yang sedang menonton keributan, berlari ke arah Wood, dan berseru, "Ya Tuhan!"     

Di dekat mereka, wasit menggelengkan kepalanya. "Meski tubuhmu benar-benar cukup kuat dan tak ada masalah sama sekali, kau masih harus kembali ke ruang ganti dan mengganti jersey-mu." Dia menunjuk ke dada Wood. "Peraturan tidak mengijinkan pemain untuk melanjutkan pertandingan dengan memakai jersey yang bernoda darah."     

Setelah mendengar apa yang dikatakan wasit, Wood menatap ke arah dadanya. Jersey tandang tim Forest-nya yang berwarna kuning kini bernoda darah segar.     

Apa yang terjadi?     

Dia menyentuh bibirnya dan merasakan bibirnya basah. Lalu dia melihat ke arah tangannya dan melihat jari-jarinya berwarna merah. Jelas, itu adalah darah.     

"Sialan!" Di sampingnya, Fleming menggelengkan kepalanya dan menyumpah. Dia akhirnya tersentak dari keterkejutannya saat melihat Wood memandang ke arah dadanya sendiri dengan acuh tak acuh dan kemudian menyentuh bibirnya. "George! Lihatlah dirimu. Kau terlihat seperti seseorang yang baru dilempari saos tomat di wajah! Kenapa kau masih di sini?" Dia melangkah maju dan meraih lengan Wood. "Ikutlah denganku!"     

"Aku baik-baik saja, aku masih bisa ..." Wood berusaha melepaskan diri.     

"Apa kau benar-benar mengira benda merah ini adalah saus tomat? Ini darah!" Fleming meninggikan suaranya untuk menegur anak itu. Di saat yang sama, ia juga menghela napas panjang di dalam hati. Apa anak ini tidak kenal rasa sakit? Dia dihantam langsung di wajah oleh tendangan bola itu, tapi dia bahkan tidak mengernyit kesakitan.     

Setelah wasit mengulangi peraturan pertandingan pada Wood, ia akhirnya pergi ke pinggir lapangan dengan didampingi oleh dokter tim, Fleming, untuk menerima perawatan yang bisa menghentikan pendarahan.     

Roy Keane berdiri di luar kerumunan dan melihat Wood berjalan keluar lapangan atas permintaan Fleming. Dia bermaksud meminta maaf pada anak itu dan menjelaskan tindakannya tadi. Tapi sekarang, Wood kelihatannya tidak membutuhkan itu.     

※※※     

Saat Twain melihat tayangan ulang di layar besar, dia tahu kalau tim Forest akan kekurangan pemain selama beberapa waktu. Karenanya, mengambil keuntungan dari kenyataan bahwa situasi di lapangan masih kacau dan permainan masih belum dilanjutkan, dia memanggil Albertini ke pinggir lapangan, dan menyuruhnya untuk mengingatkan seluruh tim agar fokus untuk bertahan. Dengan absennya Wood, tim harus memprioritaskan pertahanan. Mereka tidak bisa membiarkan Manchester United mengambil keuntungan dari fakta bahwa tim Forest sedang kekurangan pemain.     

Albertini mengangguk dan berlari kembali ke lapangan.     

Setelah dia menyelesaikan masalah penting itu, Twain mulai bisa memikirkan tentang Wood, yang sedang menjalani perawatan dari Fleming di sisi lapangan yang agak jauh. Kuharap hidungnya tidak patah.     

Kalau Wood benar-benar cedera dan tidak bisa bermain untuk tim Forest... Twain tidak pernah mempertimbangkan siapa yang akan menjadi penggantinya.     

Gunnarsson bisa melakukannya. Tapi, menurut Twain, Gunnarsson telah gagal mengimbangi laju kecepatan Liga Utama Inggris. Dia memang masih cukup bagus untuk memainkan peran utama di Liga Championship, yang dulunya Liga Satu. Tapi, di Liga Utama, dia hanya bisa menjadi pemain cadangan untuk tim Forest; bagaimanapun, tujuan mereka disini bukan hanya untuk mempertahankan posisi mereka.     

※※※     

Wood berada di pinggir lapangan, menerima perawatan untuk menghentikan pendarahan. Fleming harus memeriksa dulu apakah hidungnya patah atau tidak, karena benturan semacam itu kemungkinan besar bisa menyebabkan keretakan di batang hidungnya. Perawatan untuk itu takkan sekedar memasukkan dua gumpal tisu ke dalam hidungnya.     

Dia menyentuh hidung Wood dan merasakan hidung itu normal. Dia merasa lega, dan memberikan tisu pada Wood.     

"Masukkan ke hidungmu."     

Wood mematuhinya dan menjejalkan tisu itu, tapi tak lama kemudian segera mengeluarkannya lagi.     

"Aku tidak bisa bernapas," kata Wood pada Fleming yang terkejut.     

"Bernapaslah melalui mulutmu ..."     

Wood menggelengkan kepalanya, lalu menengadahkan kepalanya tinggi-tinggi. Dia menatap langit dan tidak mengatakan apa-apa. Dia kemudian menghisap hidungnya dengan seluruh kekuatannya; sesekali tenggorokannya akan berbunyi, dan terdengar bunyi sesuatu yang ditelan.     

Fleming tidak tahu apa yang sedang dilakukan Wood; tapi tidak lama kemudian pemuda itu menurunkan kepalanya dan berkata, "Aku baik-baik saja sekarang."     

"Kau baik-baik saja? Sudah berhenti?" Fleming sedikit terkejut. "Apa yang baru saja kau telan?"     

"Darah," jawab Wood jujur.     

Fleming meringis. "Kau menelan darah dari hidungmu?"     

Wood mengangguk.     

"Ya Tuhan ..." Fleming tidak tahu seperti apa ekspresi wajah yang ditunjukkan olehnya.     

Wood mengabaikannya dan baru akan kembali ke lapangan, tapi dia dihentikan oleh Fleming. "Kau mau kemana? Kau tidak bisa langsung masuk ke lapangan tanpa seijin wasit. Apa kau lupa? Kau harus kembali ke ruang ganti dan mengganti jersey-mu."     

Wood menatap noda darah di jersey-nya, yang sama sekali tidak kelihatan bagus.     

Jadi dia berlari melewati bangku cadangan Manchester United, memasuki koridor para pemain, dan kembali ke ruang ganti untuk mengganti jersey-nya.     

Setelah melihat Wood menghilang ke koridor pemain, Fleming berjalan menuju area teknis tim Forest. Twain bertanya padanya, "Bagaimana kondisinya?"     

Fleming tersenyum lebar. "Kau melihatnya lari barusan. Apa menurutmu masih ada masalah?"     

"Erm ..." Twain juga merasa kalau dia mengajukan pertanyaan yang agak konyol.     

"Apa yang dimakannya di masa pertumbuhan?" kata Fleming pada dirinya sendiri, mengerutkan kening.     

"Apa ada masalah?"     

"Aku memberinya tisu untuk menyumpal hidungnya agar darahnya berhenti, dan dia mengeluh kalau dia tidak bisa bernapas. Lalu dia mengangkat kepalanya ke belakang dan menelan semua darah dari hidungnya ..." Fleming meringis.     

Saat dia mendengar apa yang dikatakan Fleming, Twain tersenyum. "Kau hanya perlu membiasakan dirimu, Gary."     

Saat Wood kembali ke pinggir lapangan dari ruang ganti, Twain menghentikannya. "Bagaimana rasanya, George?"     

Wood tidak memahami apa yang dia tanyakan. "Bagaimana rasanya apa?"     

"Perasaan menembak ke gawang."     

"Aku ... tidak tahu." Wood menggelengkan kepalanya.     

"Yah ... Pelan-pelan saja, jangan buru-buru. Jangan lupa untuk bertahan juga." Twain menepuk bahu Wood dan tidak mengatakan apa-apa lagi.     

Ofisial keempat datang untuk memeriksa hidung Wood dan memastikan dia tidak memiliki noda darah di wajah, leher, atau jersey barunya. Baru setelah itu dia diijinkan berdiri di pinggir lapangan dan menunggu wasit menyuruhnya masuk.     

Wasit melihat Wood sudah mengganti jersey-nya. Dia melambai ke arahnya saat sedang berlari menuju ke lini tengah tim Forest, dan Wood berlari masuk ke lapangan.     

※※※     

Karena George Wood harus kembali ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya, tim Forest memiliki waktu sekitar lima menit di mana mereka kekurangan satu pemain daripada Manchester United.     

Momen itu adalah peluang besar bagi Manchester United untuk keluar dari kebuntuan yang terjadi sebelumnya, karena tim Forest tidak kehilangan pemain striker melainkan justru gelandang bertahan yang sangat vital. Tapi, penyesuaian yang dilakukan oleh Twain sebelum ini telah membuat tim Forest sepenuhnya meninggalkan serangan mereka selama lima menit. Mereka telah menghentikan serangan bukan karena kemauan mereka sendiri, melainkan karena serangan Manchester United yang sengit. Meski mereka ingin menyerang balik, mereka tak berdaya untuk melakukannya.     

Dibandingkan dengan Ryan Giggs di sayap kiri Manchester, Cristiano Ronaldo di sayap kanan jauh lebih aktif. Franck Ribéry, yang secara konsisten tampil luar biasa selama dua bulan terakhir, digencet oleh Ronaldo hingga tak bisa bergerak untuk menyerang sama sekali.     

Untungnya, Albertini lebih berpengalaman, dan dengan cepat mengatur pertahanan di lini tengah tim Forest. Selain satu waktu di mana Piqué tidak cukup jauh menendang bolanya untuk menghentikan serangan lawan dan Rooney yang gagal mencetak gol setelah memanfaatkan peluang karena tidak dijaga oleh siapapun, tidak ada momen mendebarkan yang lain.     

Karenanya, saat Wood kembali ke lapangan, skor yang ditampilkan di papan skor layar besar itu tetap tidak berubah. Skornya masih 0: 0.     

Nottingham Forest jauh lebih ulet daripada yang diantisipasi oleh Manchester United.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.