Mahakarya Sang Pemenang

Tentu Saja Kita Akan Menang Bagian 2



Tentu Saja Kita Akan Menang Bagian 2

0Karena ini adalah pertandingan yang sangat penting, pertandingan ini telah dipilih untuk disiarkan langsung ke seluruh negeri. Melihat skor yang ada, komentator John Motson menggelengkan kepalanya. "Tony Twain mempromosikan penggunaan pemain berusia muda, dan ini telah berulang kali memberinya keuntungan. Semua itu memungkinkan Nottingham Forest untuk lebih bisa memberikan dampak dan jauh lebih baik dalam hal stamina, serta memberi tim semangat juang yang lebih kuat. Sebagai balasannya, ia mendapatkan trofi kejuaraan pertama dalam karir manajerialnya Tapi, dia harus membayar harganya sekarang. Di saat-saat yang paling penting, pemain muda kurang memiliki pengalaman dalam menangani situasi seperti ini. Mentalitas mereka masih terlalu mudah berfluktuasi. Mereka masih kurang stabil."     
0

Apa yang dia katakan memang benar. Anak-anak itu terlalu emosional. Hanya menerima pujian kecil saja bisa membuat mereka merasa bahagia untuk waktu yang lama. Sebaliknya, saat mereka dimaki, mereka tak berani bersuara.     

Terkait penampilan tim di babak pertama, Tang En merasa sangat marah. Mulai dari bersikap sombong, meremehkan lawan mereka, mendapat skor imbang dan akhirnya menjadi sangat gugup hingga mereka bingung harus melakukan apa ... Kalau mereka akhirnya kalah dalam pertandingan ini karena semua itu, Tang En mungkin akan mulai membenturkan kepalanya ke dinding.     

Di ruang ganti pemain Nottingham Forest, tampak jelas bahwa para pemain juga menyadari penampilan mereka yang buruk. Saat mereka kembali ke ruang ganti, mereka bahkan tak ada yang berani mendesah keras, dan mereka duduk dengan kepala tertunduk.     

Gelombang langkah kaki bisa terdengar dari luar pintu. Terdengar suara tawa keras lawan mereka, para pemain West Bromwich yang bersemangat, sedang melewati ruang ganti pemain Nottingham Forest dalam perjalanan menuju ke ruang ganti mereka sendiri.     

Kebisingan itu semakin memperburuk perasaan para pemain Nottingham Forest. Setiap kali mereka mengingat penampilan mereka di babak pertama, mereka merasa malu pada diri mereka sendiri. Sebelum pertandingan, mereka merasa bahwa mereka adalah tim yang hebat, dan wajar bagi mereka untuk dipromosikan langsung ke Liga Utama. Apa yang kemudian terjadi?     

Langkah kaki terdengar dari kejauhan, dan suara langkah itu tetap terdengar hingga akhirnya berhenti di depan pintu.     

Mereka tak perlu mengangkat kepala untuk melihat milik siapa langkah kaki itu.     

Tang En memasuki ruangan dengan ekspresi marah di wajahnya. Melihat para pemain yang terdiam dengan kepala tertunduk, kemarahan di dadanya tetap tak berkurang. Setelah melihat penampilan tim di babak pertama, kalau Tang bisa menahan diri dan tak memarahi mereka, maka dia pastilah memiliki temperamen yang sangat bagus, temperamen yang begitu bagus hingga tak masuk akal.     

Suara seraknya menggema ke seluruh ruang ganti, perlahan dan pelan. Tapi semua orang di ruangan itu bisa merasakan kemarahannya dengan jelas.     

"Siapa yang ingat apa yang sudah kita bahas sebelum ini? Apa kalian ingin aku mengulanginya? Liga Satu bukanlah tempat dimana kita seharusnya berada! Tujuan kita adalah Liga Utama! Kita perlu menghadapi tim-tim seperti Manchester United, Arsenal, Liverpool, Chelsea, Newcastle! Dan tim-tim dari Eropa! Bukan tim-tim buruk yang hanya bermain-main di Liga Satu! Kita sudah menentukan sasaran kita lebih jauh dan lebih tinggi! Kita adalah tim yang akan berpartisipasi di Liga Eropa UEFA musim depan! Dan sekarang ... sekarang kalian semua akan kalah dari tim Liga Satu!" Saat ini Tang En berbicara seolah-olah dia sudah menganggap Nottingham Forest-nya sebagai tim Liga Utama. "Kalian benar-benar akan kalah dari West Bromwich! Hm? West Bromwich? Para idiot itu hanya berhasil naik ke peringkat yang lebih tinggi dari kita dan memamerkannya di depan kita karena keberuntungan semata! Kalian benar-benar akan kalah dari mereka?"     

Setelah selesai berteriak, Tang En membuka pintu ruang ganti hingga membentur dinding, lalu membanting pintu itu dibelakangnya. Dia tak perlu menerapkan taktik apa pun. Taktik untuk pertandingan ini sudah direncanakan seminggu sebelumnya; masalahnya tidak terletak pada taktik.     

Pintu ruang ganti tertutup dengan suara keras "bam". Ruang ganti itu kembali sunyi. Tindakan Tang En jelas menunjukkan betapa marahnya dia saat itu.     

Tang En, yang sudah berjalan keluar dari ruang ganti, langsung menuju ke lapangan dan kembali ke area teknis. Hujan masih turun tapi sudah jauh lebih ringan daripada di babak pertama.     

Apa aku akan gagal lagi di saat yang paling penting? Apa bedanya antara terjatuh di depan garis finish dan terjatuh di garis start? Bagi mereka yang tidak sukses, tak peduli seberapa baik kinerjamu, pada akhirnya kau akan tetap gagal mencapai sukses. Saat kau menyentuh dadamu dan berkata "Aku sudah melakukan yang terbaik", apakah kau benar-benar merasa puas? Apa kau pikir kau bisa memiliki hati nurani yang bersih? Apa kau sama sekali tidak merasa sesak napas atau sedikit sesak di dada? Kenapa kita tidak bisa membuat lawan kita mengatakan "Aku sudah melakukan yang terbaik"? Kenapa kita harus menjadi orang yang mengatakan itu?     

Tang En duduk sendirian di area teknis sambil melihat ke arah lapangan sepak bola yang kosong dan sedikit fans yang duduk di tribun. Satu setengah tahun. Dia sudah di sini selama satu setengah tahun. Memikirkannya lagi, dia masih bisa mengingat dengan jelas berbagai hal yang telah dia alami dan banyak orang yang dia temui selama satu setengah tahun terakhir.     

Karena masih hujan, mayoritas fans di tribun telah pergi ke tempat lain untuk berlindung. Mereka yang masih mempertahankan tempat mereka adalah penggemar fanatik Nottingham Forest. Orang-orang itu tidak cukup besar jumlahnya dalam basis fans, tapi suara merekalah yang paling keras. Lagu-lagu yang dinyanyikan untuk menghibur tim di babak pertama sebagian besar berasal dari mereka.     

Orang-orang itu berkumpul di tribun utara Stadion City Ground, yang berada dekat dengan Sungai Trent. Mereka memakai jersey merah Nottingham Forest, memegang syal Forest di tangan mereka, dan terus bernyanyi serta bertepuk tangan seirama selama turun minum. Mereka saat ini tidak menyemangati tim, karena semua pemain sudah kembali ke ruang ganti. Mereka mungkin hanya menghibur diri mereka sendiri.     

Di tengah-tengah kerumunan orang itu, Tang En melihat Big John dan sosok kurus Bill. Dia memicingkan matanya untuk melihat dengan cermat. Itu pasti mereka. Gerakan mereka sangat familiar, dan mereka kelihatannya menjadi pemimpin kelompok orang-orang itu. Penemuan ini mengalihkan perhatian Tang En. Tang En berdiri dan berjalan menghampiri mereka, berniat untuk bertanya pada John kenapa mereka masih disana saat hujan, dan bukannya menikmati segelas bir di restoran Stadion.     

Tepat saat Tang En mencapai tribun utara setelah berjalan menembus hujan, para fans juga melihatnya. Mereka berhenti bernyanyi saat mereka melihat manajer tim. Dia adalah pria yang telah mendapatkan rasa hormat mereka melalui tindakan yang dilakukannya.     

"John! Bill! Kenapa kalian masih di sini?" Tang En berteriak dari bawah. "Sekarang masih istirahat turun minum, kenapa kalian masih bernyanyi?"     

"Latihan, Tony! Kami sedang latihan!" John menjawab dengan suara serak. Tenggorokan para fans seamcam ini biasanya rusak paling cepat, karena mereka akan bernyanyi dan berteriak sepanjang 90 menit tanpa istirahat. Oleh karenanya, tablet hisap adalah perlengkapan standar mereka.     

"Latihan? Ini bukan kompetisi menyanyi! Apa kalian bermaksud bersaing dengan orang-orang West Bromwich untuk melihat siapa yang menyanyi lebih bagus?"     

"Mereka tak bisa bersaing dengan kami," kata Bill meremehkan. "Kami berlatih bagaimana kami akan menghancurkan para brengsek West Bromwich itu! Dari tribun!" kata-katanya mendapat dukungan dari semua orang, dan gelombang tawa yang kasar terdengar dari tribun Utara.     

Tang En juga tak bisa menahan diri dan tertawa. Para fans itu, yang selalu tahu kapan harus mencintai dan kapan harus membenci, memang benar-benar sangat menggemaskan.     

Big John tiba-tiba saja teringat dan kemudian bertanya, "Tony, sekarang ini masih jeda turun minum. Apa yang kaulakukan disini? Bukannya kau seharusnya ada di ruang ganti?"     

Tang En mengangkat bahu dan berkata, "Aku sudah mengatakan semua yang perlu kukatakan, jadi aku disini untuk jalan -jalan."     

"Tony! Apa rencanamu setelah kita sampai di Liga Utama?" Ini mungkin jawaban yang paling dinanti oleh para fans.     

"Siapa yang akan kau beli? Butuh jasaku sebagai pencari bakat sepakbola? Jasaku gratis; kau tak perlu mengeluarkan satu penny pun untuk mendapatkan pencari bakat sepakbola kelas dunia! Satu-satunya upah yang kuperlukan adalah membiarkan para pemain memberiku tanda tangan setiap hari."     

"Sudah cukup, Steve. Berhentilah menyarankan orang-orang dari permainan game-mu, aku jadi kesal hanya karena mendengar tentang itu!" kata John sambil mengorek telinganya, dan orang-orang di sekitarnya mulai tertawa.     

"Sebenarnya, kupikir Rooney dari Everton benar-benar bagus! Dia akan jadi superstar sepakbola, Tony. Ayo, beli dia!"     

"Tidak, aku suka Kaka dari AC Milan! Kita harus membelinya!"     

"Kenapa tidak Beckham saja? Bukankah surat kabar membicarakan tentang kemungkinan dia kembali ke Inggris?"     

Para fans itu mencoba memberikan berbagai ide kepada Tang En, meskipun faktanya para pemain yang mereka rekomendasikan tak bisa diandalkan. Tang En tersenyum dan berkata, "Hei, hei, kita masih ketinggalan. Masih belum bisa dipastikan kalau kita akan masuk ke Liga Utama."     

"Tidak!" Kali ini, semua fans itu menghentikan debat panas mereka dan menjawab Tang En bersamaan. "Kita pasti bisa menang! Bajingan-bajingan West Bromwich itu tidak bisa menghentikan kita! Tony, apa kau ragu-ragu? Kau tak percaya kita bisa menang?"     

Beberapa ratus pasang mata menatapnya. Melihat ini, Tang En merasa bahwa mereka meletakkan banyak antisipasi dan kepercayaan pada dirinya. Michael .... Bukankah kau juga seperti mereka sebelum ini, menonton timku dan aku dari tribun? Gavin, bagaimana denganmu?     

Mereka semua memandang Tang En, tapi tak ada yang berani bersuara.     

"Apa kalian semua menunggu jawabanku? Pertanyaan itu terlalu bodoh," kata Tang En, menggelengkan kepalanya.     

Sebelum dia berhasil menyelesaikan kalimatnya, para fans Nottingham Forest di tribun utara berbicara bersamaan atas namanya, "Tentu saja kita akan menang!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.