Mahakarya Sang Pemenang

Aku akan Kembali Bagian 2



Aku akan Kembali Bagian 2

0Pada tanggal 15 Agustus, ketika Collymore dan tim pertama berangkat dari Nottingham ke Reading untuk menantang tim tuan rumah mereka, tim pemuda Tang En menyambut lawan pertama di putaran pertama liga pemuda — Leicester City.     
0

Tidak seperti di Reading, tempat dimana sebagian besar media mengikuti Collymore, lapangan latihan tim pemuda tampak sepi. Selain beberapa orang tua dan kerabat para pemain muda, hanya ada dua kelompok wartawan yang hadir. Salah satunya adalah situs web resmi Nottingham Forest, sedangkan yang lainnya adalah Nottingham Evening Post.     

Tang En memandang pria muda yang berdiri di sampingnya dengan tatapan aneh.     

"Tuan Reporter, pertandingan tim pertama ada di Reading, bukan Wilford," dengan jenaka Tang En mengingatkan si reporter berita, Pierce Brosnan.     

"Aku tahu itu, Tuan Manajer." Brosnan tetap berdiri di sana, kelihatannya tak berniat pergi.     

"Kalau kau sudah tahu, lalu kenapa kau tidak pergi? Pertandingan berlangsung besok. Kalau kau pergi sekarang, kau masih bisa menginap semalam dan mewawancarai para pemain Nottingham Forest mengenai kehidupan malam mereka yang menarik."     

"Seberapa menarik, Tuan Manajer?"     

"Ermm ..." Tang En memandang langit dan menjawab, "Kau harus bertanya pada Tuan Stan Collymore soal itu."     

Brosnan tertawa. "Tuan Manajer, aku sempat cemas kau takkan pulih, tapi sepertinya aku salah."     

"Hmm?" Tang En merasa bahwa apa yang dikatakan olehnya cukup aneh dan bertanya, "Kenapa aku tidak bisa pulih?"     

Brosnan memandang Tang En dan menemukan bahwa ekspresi terkejut pria itu bukan pura-pura. Brosnan menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Sudahlah, bukan apa-apa."     

"Baiklah, itu adalah akhir dari obrolan kita. Kenapa kau masih belum pergi?"     

"Aku tidak akan pergi kemana-mana, Tuan Manajer. Aku tidak hanya berada di sini untuk hari ini saja. Aku juga akan tetap berada di sini di masa depan. Mulai sekarang, aku bertanggung jawab untuk melaporkan tentang tim pemuda Nottingham Forest."     

Tang En membuka mulutnya lebar-lebar. Setelah menggaruk kepalanya, dia bergumam, "Terserah kaulah..." Kemudian, dia kembali ke area istirahat tim dan membuat persiapan terakhir untuk pertandingan yang akan berlangsung.     

Brosnan tiba-tiba menghentikannya. "Manajer Twain! Bolehkah aku mengajukan pertanyaan kepada Anda?"     

Tang En berbalik dan menatapnya. "Bicaralah."     

"Tentang pertandingan kita melawan Leicester, seberapa yakin Anda bahwa tim kita akan menang?" Brosnan mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dan bersiap untuk menuliskan jawaban Tang En sambil membuka halaman buku itu.     

Tang En melambaikan tangannya. "Tak perlu mencatatnya. Pertanyaan yang baru saja kau ajukan itu sama sekali tak ada artinya."     

Brosnan sedikit terkejut, karena dia tak menduga bahwa itu adalah jawaban yang akan diterimanya.     

"Tentu saja kita akan menang. Pertanyaan apa lagi yang kau punya?"     

Mendengar jawaban klasik Tony Twain itu, Brosnan tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku tidak punya pertanyaan lagi untuk ditanyakan."     

Ketika Tang En kembali ke tim, para pemain muda sudah berganti pakaian memakai kaus jersey mereka dan membentuk lingkaran, menunggu kata-kata terakhir darinya. Tang En memandang langit biru di atas kepalanya, dan kemudian melihat tatapan penuh harap di wajah anak-anak ini. Kalau seseorang telah melakukan sesuatu yang sangat mengesankan, maka hal yang mengesankan itu akan menjadi simbol bagi orang itu dan hal itu akan seringkali disinggung dalam banyak kesempatan. Apa yang pernah dilakukan Tang En di saat jeda istirahat selama pertandingan melawan West Ham United telah dikenang oleh banyak orang. Sekembalinya ke tim pemuda, Wes Morgan pasti telah mengilustrasikan dengan jelas kepada kelompok anak-anak ini tentang segala sesuatu yang pernah dilihat atau didengarnya tentang Tony Twain.     

Meskipun hal itu tidak menjadi niat Tang En, dia harus mengakui bahwa Morgan telah memberikan bantuan besar padanya dengan melakukan hal itu. Anak-anak muda adalah yang paling mudah merasa kagum, dan dia, Tony Twain, tidak diragukan lagi adalah idola di kelompok anak laki-laki itu. Mereka akan mendengarkan apa pun yang dikatakan Tang En.     

Hal seperti itu cukup bagus, karena itu mempermudah pekerjaannya.     

Di kejauhan, para pemain muda Leicester juga mengelilingi dan mendengarkan manajer mereka. Mereka mengenakan kaus jersey biru yang hanya memiliki nomor dan tidak ada nama. Tapi, mereka sama seperti para pemain muda Nottingham Forest dan merupakan pemain yang telah menerima pelatihan sepakbola profesional.     

Selain fakta bahwa kompleks latihan tim pemuda Wilford yang kosong tidak memiliki tribun penonton setinggi tiga lantai dan penonton yang antusias, Tang En merasa bahwa lingkungan dimana dia berada saat ini tidaklah berbeda dengan pertandingan profesional.     

"Dengar, guys," kata Tang En dengan ekspresi tegas di wajahnya. "Aku baru saja diwawancarai oleh reporter di sana, dan dia meragukan kemampuan kalian. Dia pikir kalian semua akan mengalami kesulitan saat tampil melawan tim pemuda dari tim Liga Utama." Tang En menunjuk ke arah Pierce Brosnan di kejauhan.     

Setelah terprovokasi, para pemain muda itu segera mengarahkan pandangan mereka ke arah Brosnan, berteriak dan mengayunkan tinju ke arahnya. Brosnan, yang tidak tahu apa-apa, sama sekali tak mengerti kenapa mereka bersikap seperti itu padanya. Dia balas melambai dengan ramah, tapi para pemuda itu tak membalasnya.     

"Baiklah, baiklah. Jangan menakuti reporter yang malang itu." Tang En bertepuk tangan, menyuruh mereka untuk fokus kembali padanya."Yang termuda di antara kalian semua sudah berusia 17 tahun. Bagi sebagian besar kalian di sini ... tidak, mungkin bagi kalian semua, tujuan kalian adalah menjadi pemain profesional, menjadi pemain bintang seperti Michael Dawson, dan untuk bermain dalam pertandingan di Stadion City Ground sambil mengenakan jersey Nottingham Forest merah dengan nama kalian sendiri. Apa aku salah?"     

Para pemuda itu berteriak membalasnya, "Tidak! Sama sekali tidak!"     

"Itu yang kami inginkan!"     

"Bagus sekali." Tang En mengangguk. "Kalian bukan lagi anak-anak berusia sebelas atau dua belas tahun yang merasa puas dengan hanya bermain sepak bola selama 4 jam setiap minggu dan menghabiskan waktu sisanya menjadi anak baik di sekolah dengan tas sekolah di punggung kalian. Kalian semua telah menandatangani kontrak profesional dengan klub dan adalah pemain sepak bola profesional. Apa aku benar?"     

"Ya! Ya! Kami adalah pemain profesional!" teriak para pemuda itu sambil melambaikan kepalan tangan mereka. Kalau bukan karena wajah mereka yang masih sangat muda, fisik mereka mungkin akan bisa meyakinkan siapapun bahwa mereka adalah pemain profesional yang bermain untuk tim utama.     

"Karena itu, saat kalian semua tak bisa memenangkan pertandingan ini, saat kalian membuat orang lain merasa bahwa kalian tak bisa menang, kalian akan dipandang rendah oleh mereka." Tang En sekali lagi menunjuk ke arah Pierce Brosnan. "Sama seperti itu. Aku tahu kalian semua takkan mau menyerah, dan aku sudah mengomeli orang itu! Aku sudah memberitahunya — kita pasti akan menang! Dia akan menyesal karena pernah memandang rendah kalian semua!"     

"Itu benar! Dia akan menyesalinya!"     

Tang En mengulurkan kedua tangannya, memberi tanda agar mereka tenang dan membiarkannya menyelesaikan kalimatnya. "Tapi! Kita semua tahu bahwa bicara itu mudah dan menyombongkan diri adalah sesuatu yang bisa dilakukan siapa saja! Aku ingin kalian semua membuktikan dengan tindakan kalian dalam pertandingan ini bahwa aku tidak salah! Buatlah wartawan yang memandang rendah kalian menyesali ketidaktahuannya!"     

Ketika para pemuda mulai tak bisa tenang, Tang En melirik ke samping dan melihat George Wood, yang berdiri di bagian paling luar kerumunan, juga mengepalkan tinjunya dengan erat, dan menggigit bibirnya dengan kuat. Meskipun dia takkan diturunkan di pertandingan ini, Tang En sangat senang melihat Wood bereaksi seperti itu. Ini adalah kesempatan yang baik untuk menanamkan filosofi sepak bola di kelompok pemuda, dan dia tak bisa berhenti di situ.     

"Kalian semua harus ingat!" Tang En melambaikan tangannya dengan kuat dan menepukkannya ke tanah. "Sepakbola manajer Tony Twain adalah sepak bola kemenangan! Dari saat kalian menggunakan kaus jersey di dalam ruang ganti itu, singkirkan semua pikiran tak penting dari dalam kepala kalian! Satu-satunya hal yang harus kalian pikirkan adalah bagaimana kalian bisa mendapatkan kemenangan! Kalian harus berkata pada diri kalian sendiri: Aku harus menang hari ini! Dan bukan 'bagaimana kalau aku kalah'!"     

"Kita harus menang!" Wes Morgan memimpin dan berteriak keras, dan pengumuman kemenangan kelompok itu menarik perhatian tim tamu. Mereka menyaksikan kelompok lawan yang seolah menggila itu dengan tatapan aneh.     

"Kita - harus - menang!"     

Setelah 90 menit, tim tamu yakni tim pemuda Leicester City meninggalkan tempat pertandingan sambil menangis ketika mereka kembali ke rumah dengan skor 4:1. Mereka benar-benar ketakutan dan terpana oleh penampilan ganas kelompok lawan selama pertandingan.     

Brosnan, yang berada di pinggir lapangan, merasa senang bahwa Tang En telah menang. Tapi, tim pemuda Forest kelihatannya sama sekali tak menyukainya, karena mereka mengejeknya dan mengayunkan tinju ke arahnya sambil berlari ke arah ruang ganti.     

Saat Brosnan berpikir bahwa sangatlah tak masuk akal jika seluruh tim membencinya, Tang En berjalan menghampirinya dengan senyum cerah di wajahnya dan berkata, "Tuan Brosnan, temui aku besok sore di Forest Bar. Aku akan mentraktirmu minum, aku benar-benar harus berterima kasih padamu untuk pertandingan ini!"     

Brosnan menggaruk kepalanya, tak mengerti kenapa Twain tiba-tiba menjadi begitu ramah. Tapi Brosnan masih menerima tawarannya dengan senang hati. "Aku akan ada di sana, tapi untuk apa Anda harus berterima kasih padaku?"     

"Aku, uh ... hanya perlu berterima kasih padamu."     

Hari berikutnya, Brosnan berada di Forest Bar bersama Tony Twain, Kenny Burns, dan beberapa fans setia Forest. Mereka minum bir bersama sambil menyaksikan siaran langsung pertandingan di mana Nottingham Forest menantang Reading FC.     

Di bawah matahari sore yang cerah di Reading Town, Nottingham Forest memainkan pertandingan yang paling menyedihkan untuk musim ini. Rebrov, yang mana harapan besar ditaruh di pundaknya, menunjukkan masalah klasiknya karena tak mampu beradaptasi dengan gaya sepakbola Inggris. Berhadapan dengan pemain bertubuh jangkung dan kekar serta gaya bermain kasar para bek Reading, ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan dan tak berhasil melakukan apa pun. Sebagai akibatnya, ia dikeluarkan dari lapangan setelah pertandingan berjalan selama 60 menit.     

Pertandingan itu berakhir dengan Nottingham Forest kalah 0:3. Dari skor awal hingga akhir, pertandingan berjalan sangat buruk, tanpa ada jalan bagi Forest untuk kembali menyerang!     

Saat siaran pertandingan mendekati akhir, layar televisi tiba-tiba menunjukkan gambar Collymore yang sedang terpana dari jarak dekat. Gelombang teriakan terkoordinasi tiba-tiba meletus di dalam Forest Bar. "Tony! Tony! Tony! Tony!" Para penggemar ini, yang menonton pertandingan, meneriakkan nama Tony seolah-olah mereka sedang berada di tribun penonton dan sedang bersorak untuk tim.     

Tang En dan Brosnan berdiri di tengah-tengah para penggemar. Brosnan dikejutkan oleh teriakan yang tiba-tiba. Dia melihat ke sekeliling bar, dan menemukan bahwa hampir semua orang di dalam bar berdiri dan bertepuk tangan sambil meneriakkan nama Tony.     

Berbeda dengan Brosnan yang tampak terkejut, Tang En tampak sangat tenang. Atau lebih tepatnya, bisa dikatakan bahwa ia menganggap kejadian itu memang seharusnyat terjadi.     

"Tuan Twain, ini adalah..." kata Brosnan dengan bingung.     

Tang En membuka mulutnya, menunjukkan dua baris gigi yang rapi. Sama seperti singa, raja hewan buas yang dihormati dan dikelilingi hewan-hewan lainnya, Tang En melirik Brosnan, sebelum berteriak dengan suara yang sangat keras sampai-sampai dia hampir bisa menerbangkan langit-langit bar. "Tuan Brosnan, suatu hari, suatu hari, aku akan kembali! Saat itu, kau akan mendengar sorakan yang lebih keras dari ini!" Dia membuka kedua lengannya, sebelum mengepalkan tinjunya dan mengayunkan tinjunya ke udara.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.