Mahakarya Sang Pemenang

Manajer Baru Bagian 1



Manajer Baru Bagian 1

0Twain berdiri di luar gerbang kompleks latihan Wilford. Ian MacDonald memperhatikan bahwa dia telah berdiri di luar selama beberapa menit, tapi masih belum masuk.     
0

"Tony?"     

Twain menoleh untuk melihat si penjaga tua itu. "Edward belum datang?"     

MacDonald mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya. "Sekarang baru jam delapan, dia takkan datang sepagi ini. Seminggu terakhir ini dia biasanya datang jam sembilan."     

Twain mengangguk dan berjalan menuju ke pos penjaga. "Apa kau keberatan kalau aku duduk disini sebentar?"     

MacDonald membuka pintu. "Tidak, aku sama sekali tak keberatan. Kadang-kadang sangatlah membosankan duduk di sini sendirian. Akan menyenangkan kalau ada seseorang yang menemaniku dan mengobrol denganku."     

Twain berdiri di pintu dan melihat ke dalam ruang penjaga kecil yang berisi kursi, meja, beberapa surat kabar yang terbuka, radio yang tampak antik, gelas air, dan ketel. Ruangan itu bahkan tak bisa menampung dua orang; tak ada cukup kursi untuk mereka berdua.     

Dia akhirnya hanya bersandar pada kusen pintu.     

MacDonald memandang Twain. "Tony, kau sudah tahu tentang ... masalah itu?"     

"Masalah yang mana?" Twain tak terlalu memperhatikan. Dia bersandar pada kusen pintu, tapi pandangannya terarah pada bangunan putih kecil di dalam gerbang.     

MacDonald melirik ke arah koran yang ada di atas meja. Tak heran Twain memberikan respon seperti itu.     

Mantan manajer Forest diduga menculik seorang gadis di bawah umur!     

Manajer Tony Twain akan menghadapi dakwaan!     

Collymore berbicara tentang musim yang baru: Saya kembali untuk memimpin tim Forest keluar dari kesulitan ini!     

Polling: 46% penggemar tim Forest mendukung Collymore untuk melatih tim, 42% menentang dan 2% tidak peduli.     

Kedua peristiwa besar itu adalah penyebab sakit kepala Twain.     

Saat MacDonald sedang menimbang-nimbang apakah sebaiknya ia mengulangi pertanyaannya, Twain justru berbicara lebih dulu. "Ian, apa kau menyukai Collymore?"     

MacDonald tidak menduga akan mendengar pertanyaan ini, dan dia tak tahu bagaimana harus menjawabnya. Twain bisa dengan jelas melihat bahwa MacDonald sedang kesulitan. Jadi, dia tersenyum dan berkata, "Tak apa-apa, Ian, katakan padaku apa yang sebenarnya Anda pikirkan."     

"Umm ... Bagaimana aku mengatakannya ya? Kurasa sebagian besar penggemar Forest akan menyukai pria itu, meskipun perilakunya di luar lapangan sungguh memalukan ... Itu rumit." MacDonald akhirnya memberikan pendapatnya tentang Collymore. "Kami punya perasaan yang rumit tentang pria itu."     

"Cinta dan benci?" Twain bertanya.     

MacDonald mengangguk. "Ya, kami merindukan hari-hari penuh kemenangan saat dia masih bermain untuk tim Forest, tapi pada saat yang sama kami juga tak menyukai skandal yang dibuatnya di luar lapangan."     

"Yah, kalau begitu, apa menurutmu dia bisa memimpin tim Forest kembali ke Liga Utama?"     

MacDonald memikirkan pertanyaan Twain untuk waktu yang lama. Melihat kecanggungan penjaga tua itu, Twain tahu dia tak butuh jawaban.     

Dia mengambil koran di atas meja dan melihat ke arah tiga angka hasil jajak pendapat. Seolah sedang bicara pada dirinya sendiri, dia berkata, "Yah, aku senang karena setidaknya 42% orang masih mendukungku. Sampai jumpa, Ian."     

Twain melewati gerbang dan berjalan ke kantornya — Kalau kantor itu masih miliknya.     

Saat mendengar nada suara Twain, MacDonald tiba-tiba merasa sedikit gelisah. "Tony! Kau akan tetap tinggal untuk tim Forest, kan?"     

Twain balas menatap penjaga tua berambut putih itu dan tersenyum. "Mungkin. Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan, Ian. Kau kenal aku ... orang yang tak pernah membuat rencana untuk masa depan. Jadi ..."     

MacDonald mengangguk. "Aku mengerti. Semoga beruntung, Tony."     

"Terima kasih. Dan semoga sukses juga untukmu, Ian."     

Setelah meninggalkan MacDonald, Twain berbalik dan melanjutkan langkahnya. Saat itu, ia mendengar deru mesin datang dari belakang, dan dentang gerbang besi yang terbuka. Tanpa menoleh, dia tahu siapa yang datang.     

Audi A6 merah tua yang familiar berhenti di sampingnya. Edward Doughty keluar dari mobil dan berjalan memutari mobil menuju ke arah Twain. "Selamat pagi, Tony."     

"Selamat pagi, Pak Ketua," jawab Twain.     

"Oh, ayolah! Kita tidak perlu bersikap formal!" Edward menggunakan nada bicara seperti dua orang teman lama yang baru bertemu kembali, dan menepuk pundak Twain. "Aku tahu kau ingin mengatakan sesuatu padaku, dan kebetulan aku juga mencarimu. Ayo kita jalan dan bicara." Dia mengetuk jendela mobil untuk memberitahu pengemudi agar membawa mobilnya ke tempat parkir.     

Kemudian, dia dan Twain berjalan ke arah kompleks latihan.     

"Sulit sekali menemukanmu. Apa Spanyol menyenangkan? Kudengar disana ada banyak pantai yang menakjubkan!"     

"Perjalanannya baik-baik saja."     

Kedua pria itu tidak menuju ke kantor untuk berdiskusi serius sambil duduk. Sebagai gantinya, mereka berdiri di pinggir lapangan latihan dan melihat para pekerja pemeliharaan rumput mempersiapkan lapangan untuk latihan pertama yang akan terjadi dua hari lagi, sambil terlihat seolah sedang mengobrol santai.     

"Tony, aku tahu apa yang ingin kaubicarakan padaku di sini."     

"Edward, apa kau benar-benar mengenal Stan Collymore?" Twain bertanya. Dia ingin tahu kenapa penggantinya bukan Terry Venables, Stuart Pearce, atau siapa pun selain Stan Collymore.     

Selain golnya yang indah, ia terkenal karena serangkaian skandal yang dilakukannya terus-menerus. Dia adalah pria yang disebut "bajingan sejati" oleh media Inggris.     

Ketika masih menjadi pemain sepak bola, Collymore memulai debutnya di Crystal Palace dan, karena dia tidak bisa beradaptasi dengan sepakbola profesional, akhirnya pergi ke tim semi-profesional Liga Selatan, Southend United.     

Di sana ia dengan cepat menjadi striker terkenal, dan menarik perhatian tim yang saat itu berada di Liga Utama, Nottingham Forest.     

Di klub sepakbola Liga Utama inilah Collymore menjadi pemain bintang sungguhan. Karena penampilannya yang luar biasa, ia ditransfer ke The Reds di Liverpool dengan harga setinggi 8,5 juta pound, dan kemudian menjadi pemain bintang yang menakjubkan di Kop Stadion Anfield.     

Dia dan Fowler, rekan sesama striker, menjadi terkenal di seluruh Inggris, di mana akhirnya secara alami, keduanya dipilih untuk tim nasional Inggris.     

Tapi, striker yang brilian itu dihancurkan oleh gaya hidupnya yang tak terkendali.     

Robbie Fowler dan Steve McManaman adalah playboy-playboy Liverpool yang terkenal. Setiap kali mereka berkumpul, tak diperlukan kalimat yang rumit untuk menggambarkannya; orang-orang bisa membayangkan bahwa kata-kata kunci untuk itu adalah "wanita cantik, cabul dan seks."     

Di tahun 2001, Collymore ditransfer ke Real Oviedo, yang masih berada di La Liga. Tapi, tiga bulan sebelum kontrak berakhir, ia tiba-tiba mengumumkan pengunduran dirinya, yang menjadi pukulan besar bagi tim. Setelah itu, timnya didegradasi ke La Liga 2, dan turun tiga level dalam dua tahun, menjadi tim di divisi keempat liga Spanyol.     

Dan Collymore meneruskan gaya hidupnya yang kontroversial dan cabul di luar lapangan.     

Setelah pensiun, Collymore dengan cepat menemukan pekerjaan sebagai komentator tamu untuk pertandingan sepakbola di BBC Radio 5 Live, tapi tak berkelanjutan.     

Setelah mantan pacarnya, Ulrika Jonsson, yang digosipkan sebagai pacar manajer tim nasional Inggris Eriksson pada saat itu, menerbitkan sebuah otobiografi yang menggambarkan Collymore sebagai "binatang buas" dan "monster". Collymore, yang sangat dirugikan karenanya, mengancam akan merilis rekaman video Ulrika untuk dijual!     

Pengacara Collymore menggunakan banyak frasa yang jelas untuk menggambarkan dampak yang akan ditimbulkan oleh rekaman video itu. Selain itu, dia mengatakan bahwa kliennya ingin merilis rekaman itu ke seluruh dunia, dan dia memiliki hak cipta digital, hak adaptasi film, dan lain sebagainya. Selama seseorang punya uang, semuanya bisa didiskusikan. Sama sekali tidak ada kekhawatiran tentang pelanggaran hak cipta atau semacamnya.     

Hal itu menakut-nakuti Ulrika hingga menangis.     

Apa yang terjadi selanjutnya bahkan lebih keterlaluan.     

Collymore terekspos oleh dua wartawan The Sun atas partisipasinya di pesta seks-di- mobil; sederhananya, dia bersama dengan beberapa wanita cantik di tempat parkir areal berhutan yang terkenal di Staffordshire, dan kemudian melakukan hubungan seksual dengan mereka di dalam atau di luar mobil. Tempat parkir areal berhutan sangat dikenal oleh semua orang di kalangan selebritas Inggris, karena tempat parkir itu adalah salah satu tempat parkir terbaik di Inggris, dan tempat itu juga menjadi tempat berburu bagi beberapa selebritas. Cory terobsesi dengan gaya hidupnya itu, meski empat mil jauhnya dari tempat parkir itu, istri dan kekasih masa kecilnya, Estelle Williams, menunggunya untuk pulang setiap malam.     

Belakangan, ia bahkan menyatakan bahwa itu adalah gaya hidup masa depan Inggris. Hal itu membuat publik Inggris marah dan selama beberapa waktu, dia menjadi subyek kebencian semua orang.     

Di bawah tekanan yang sangat besar, Collymore dipaksa untuk mengundurkan diri dari stasiun BBC 5, meminta maaf secara terbuka di media, menangis sambil meminta pengampunan publik, dan berjanji akan menjadi orang yang baru.     

Dan kemudian...     

"Dan kemudian kau memberinya kesempatan untuk menjadi seorang pria yang baru, Edward." Twain berkata dengan sedikit ironi dalam suaranya.     

"Aku tahu tentang semua yang baru saja kau katakan, Tony. Kau dan ayahku mengira aku sama sekali tak tahu apa-apa tentang sepak bola di negara ini tapi sebenarnya aku cukup mengetahuinya. Allan Adams merekomendasikan Collymore kepadaku dan aku telah meninjau resumenya dengan serius. Kurasa kita tidak boleh menghilangkan masa depan seseorang hanya karena masa lalunya. Ada banyak contoh pemain yang sudah pensiun dan bisa menjadi manajer yang bagus: Kevin Keegan, Stuart Pearce ... belum lagi, dan sosok legendaris tim ini yang paling kalian kagumi, Brian Clough, dulunya juga seorang pemain yang kemudian menjadi manajer."     

Twain memandang Edward Doughty dalam diam dan tidak mengungkapkan pendapatnya tentang contoh dan alasan Edward yang tak meyakinkan.     

"Dan ... Tony, kau mungkin tidak tahu tentang ini, tapi secara pribadi aku selalu memperlakukanmu seperti teman. Kau punya kepribadian yang lugas, dan aku sangat menyukainya." Edward Doughty memandang Twain.     

"Apa yang harus kukatakan? Bahwa aku sangat senang dan tersanjung atas pujianmu?" Twain mengangkat bahu. Dia tidak menghargai sentimen, "Karena kau menganggapku seperti teman, berarti kau lebih suka mempercayai seseorang yang busuk dalam urusan pribadinya daripada mempercayai seorang teman?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.