Mahakarya Sang Pemenang

Adu Kekuatan yang Ditakdirkan Bagian 2



Adu Kekuatan yang Ditakdirkan Bagian 2

0Tak bisa melepaskannya?     
0

Masih seorang anak laki-laki, semangat kompetitif Fàbregas mulai tumbuh di dalam dirinya. Dia sedikit mendorong mundur dengan paksa, berharap bisa membuat jarak yang memungkinkannya untuk bergerak. Dia tak menduga lawannya tetap tak bergerak. Seolah-olah dia sedang menabrak dinding batu yang besar, dan kekuatan pantulannya hampir mendorongnya ke depan. Fabregas yang tersandung tiba-tiba punya ide.     

Dia terhuyung maju dan menendang bola ke depan, lalu mengejarnya. Kemudian, saat dia merasa tekanannya sudah sedikit berkurang, dia segera membuat gerak tipuan. Dia membuat Wood berpikir bahwa dia akan mengubah arah ke kiri, tapi dengan cepat dia memindahkan bola ke kanan, dan berbalik pada saat yang bersamaan!     

Wood yang tak berpengalaman memang tertipu. Saat dia melihat tubuh bagian atas Fabregas bergerak ke kiri, dia mengalihkan fokusnya gerakannya itu. Dan kemudian dia menyadari bahwa lawannya telah melarikan diri melalui sisi yang lain!     

Apa dia berhasil menerobos?     

Pikiran itu melintas di benak Wood, dan kalimat yang lain terdengar bersamaan, "Kalau dia menerobos, maka kau harus melakukan pelanggaran!"     

Dia tidak memaksakan diri kembali ke pusat gravitasinya. Melainkan, dia hanya menggunakan kesempatan itu untuk belok kiri dan memutar jauh ke kanan. Setelah mengambil langkah-langkah panjang, sekarang dia berlari menempel dengan Fabregas lagi!     

Itu memang ledakan energi yang menakutkan!     

Pada titik ini, Wood bisa memilih untuk terus menekan Fàbregas, hingga ia tak bisa menggerakkan bola dengan mudah dan memberi umpan. Tapi benak Wood hanya punya satu pikiran: "gunakan pelanggaran untuk menghentikan nomer 25 melakukan terobosan." Jadi, dia hanya menggunakan kakinya untuk menendang bola, tapi dia juga menjatuhkan Fabregas pada saat yang bersamaan.     

Peluit wasit akhirnya ditiup, dan pemain Nottingham Forest nomor punggung 55 telah melakukan pelanggaran.     

"Bajingan! Bahkan tak diberi peringatan lisan!" Brady merasa tak puas dan mengeluh di pinggir lapangan.     

Wenger, yang duduk di sebelahnya, tak mengatakan apa-apa. Sekarang perhatiannya beralih dari Twain ke si pemain misterius dengan nomer punggung 55. Tak mudah bagi Cesc untuk bisa tampak begitu menyedihkan, bahkan jika lawannya dua atau tiga tahun lebih tua darinya.     

Siapa pemain itu? Bagaimana penampilan sepakbolanya sebelum ini? Seberapa besar prospek untuk membentuknya?     

Sungguh menarik bahwa ia datang ke Nottingham dengan timnya, hanya untuk melihat penampilan Fabregas, Clichy, dan Senderos. Tapi dia tak menduga bisa menemukan seorang pemuda yang menarik.     

Dengan pengalaman dan kemampuan prediksi Le Professeur, dia bisa mengatakan dengan jelas bahwa Wood tak cukup berpengalaman, tapi kebugaran fisiknya telah menebus semua kekurangannya itu saat menghadapi Fàbregas. Selain itu, Fabregas tak terbiasa dengan Wood dan karenanya dia merasa bingung. Kalau ada pertandingan lain, ia percaya Wood takkan bisa menjaga Fabregas dengan mudah. Tapi itu tak penting sekarang. Yang penting adalah bahwa Wenger bisa melihat potensi pada diri anak itu, berlian potensial yang masih kasar.     

Wenger menegakkan tubuh dan mengalihkan pandangannya ke arah Tony Twain, yang sedang mengarahkan pertandingan di pinggir lapangan. Tak peduli bagaimana hasil akhir pertandingan ini, dia mungkin bisa menemukan pria itu dan berbicara dengannya usai pertandingan berakhir.     

Saat Wenger diam-diam menatap Wood dari pinggir lapangan, Wood, di lapangan, sekali lagi berhasil menghadang serangan Fabregas. Fàbregas akhirnya menemukan kesempatan untuk menghadapi Wood. Dia berniat untuk memaksa menerobos melewati orang yang menjengkelkan itu. Dia tak menduga bahwa masalah umum "lambat berputar" yang biasanya berlaku untuk para pemain bertahan ternyata tak jadi masalah bagi Wood. Meski saat Wood memutuskan untuk membalikkan tubuhnya, dia memang lambat — dia hanya berbalik saat dia melihat Fàbregas menggiring bola melewatinya — dan sepertinya dia memang selangkah di belakang Fàbregas. Tapi apa yang sebenarnya terjadi?     

Fabregas tahu bahwa dia tak bisa lari lebih cepat daripada pria besar itu. Dia selalu bisa dengan mudah muncul di sampingnya. Satu-satunya hal yang bisa dia manfaatkan adalah dia memiliki pengalaman lebih daripada pemain itu. Dia bisa menipunya untuk melakukan pelanggaran, dan kemudian dia bisa mendapatkan tendangan bebas ofensif.     

Pertandingan tampaknya menjadi pertarungan satu lawan satu antara dirinya dan pemain lawan nomor 55, tapi tak ada yang mengajukan keberatan. Pertandingan semacam ini seharusnya memang menjadi kontes antara pemain terbaik.     

Arsène Wenger melihat Fàbregas yang mengerahkan seluruh kekuatannya untuk bermain melawan Wood di lapangan, dan memikirkan bagaimana Cesc masih lebih muda.     

Dia berkata pada Brady, "Liam, biarkan Cesc ke belakang." Dia membuat gerakan memanggil.     

"Maksudmu ... menariknya dari posisinya saat ini?" Brady terkejut.     

"Yah, dari gelandang tengah ke gelandang bertahan. Tarik dia ke garis di depan bek belakang dan semakin jauh dari nomor 55. Biarkan dia mengurangi jumlah assistnya, gunakan umpan panjang dan umpan langsung untuk menembus garis pertahanan lawan."     

Brady melirik Wenger dan tahu apa arti keputusan itu — Fabregas dipaksa untuk menghindari dominasi nomor 55. Cara yang bagus untuk mengatakan bahwa itu adalah "kemunduran strategis dan pengalihan perhatian", cara yang tak terlalu bagus untuk mengatakan "melarikan diri"!     

'Ini ..." Brady sedikit khawatir kalau hal itu akan merusak kepercayaan diri dan semangat Fregregas.     

"Tak apa-apa. Cesc pintar. Dia akan mengerti."     

Brady berdiri, berjalan ke pinggir lapangan, dan berteriak, "Fabregas!" Saat pemuda Spanyol itu memandangnya, dia menyandarkan kepalanya ke samping dan melambaikan tangannya ke belakang. "Gelandang bertahan!"     

Tatapan Fabregas melayang melewati Brady dan kemudian berhenti di Wenger. Le Professeur tak menunjukkan ekspresi, dia tak mengatakan apa-apa dan tak melakukan apa-apa. Dia mengangguk dan berbalik untuk berlari kembali.     

Saat dia melihat mangsanya tak maju dan malah mundur, Wood sedikit bingung, apa dia harus mengikutinya?     

Saat dia bimbang, gelandang bertahan, Fabregas, meluncurkan serangan bola panjang sejauh 50 meter, diikuti oleh Clichy yang menerima bola dan meneruskannya ke Papadopulos, yang tembakannya diblokir oleh Wes Morgan. Sekarang tendangan sudut! Senderos berlari ke sudut.     

"Tony," Kerslake mengingatkan Twain.     

Tang En mengangguk sebagai jawaban. "Aku tahu." Dia memandang Brady yang juga sedang mengarahkan pertandingan di pinggir lapangan dengan suara keras, agar membiarkan bek tengah maju untuk mencetak gol. Orang itu sangat pintar. Tapi apa kau pikir semuanya akan aman hanya karena kau membuat Fàbregas mundur? Mimpi terus saja!     

Bola melambung dari tendangan sudut Arsenal, Wes Morgan dikalahkan dalam konfrontasinya dengan Senderos, dan lawannya berhasil menyundul bola! Kali ini, tim Forest diselamatkan oleh kiper, Lukic. Dia bisa meredam tandukan jarak dekat di garis gawang dengan aman.     

"George!" Meskipun bahaya telah dihindari, Tang En masih berteriak, "Apa kau lupa apa yang kukatakan padamu?" Dia menunjuk Fàbregas, yang kembali ke posisinya. "Jaga dia! Awasi dengan cermat! Tak peduli di mana dia berada! Pergi ke sana! Jaga dia dengan cermat, jaga dia dari dekat!" Tang En mengepalkan tangan kanannya dan memukul telapak tangan kirinya.     

Dia tak cemas pengaturan taktiknya didengar oleh tim lawan. Bahkan kalau kau tahu tentang itu, apa yang bisa kau lakukan? Kecuali kau mengubah inti lini tengah timmu sekarang, aku akan menghancurkan Arsenal dan Fabregas hari ini.     

Jadi, Wood kembali dekat lagi setelah menerima instruksi terbarunya. Kali ini, bahkan kalau lawannya mundur ke garis gawang, dia takkan ragu untuk mengikuti.     

"B*jingan!" Brady mengutuk. "Apa dia tak peduli dengan formasi tim secara keseluruhan? Apa dia tak peduli kalau hal itu bisa membuat serangan tim menjadi kacau?"     

Di sebelahnya, Wenger malah tertawa. "Tentu saja dia tak peduli dengan hal-hal itu. Dia yang memimpin sekarang, bukan kita, Liam. Satu bola memimpin bisa mengubah banyak hal. Dia berdiri di posisi yang menguntungkan di mana dia bisa menggunakan taktik yang biasanya tak bisa digunakan untuk menghadapi kita. Dan kita ... kalau kita tak bisa memikirkan cara yang lebih baik, kita hanya akan mengikutinya saja."     

Brady melihat arlojinya. Pertandingan telah berlangsung selama 15 menit dari sejak terakhir kali dia mengecek. Tinggal 10 menit menuju akhir pertandingan. "Apa kau menyerah, Arsène?"     

"Tidak, tentu saja tidak. Pertandingan masih belum berakhir." Tepat saat dia menyelesaikan kata-katanya, Wenger tiba-tiba merasakan hawa dingin di dahinya. Dia mendongak ragu.     

Tang En juga menatap langit dan melihat hujan!     

Langit mendung sepanjang hari, tapi sekarang hujan turun di akhir pertandingan. Yang tadinya tidak hujan sekarang hujan, dari hujan ringan menjadi hujan deras. Dalam waktu yang sangat singkat, hujan terlihat jelas. Ramalan cuaca melaporkan hujan ringan hingga sedang hari ini...     

Sial! Tiba-tiba Tang En menyadari bahwa ada seseorang dengan kesehatan buruk yang masih berdiri di tepi lapangan. Dia mengeluarkan payung, yang dia pikir takkan dibutuhkannya hari ini, dari tas ranselnya di bawah kursi dan memanggil Beaumont.     

"James." Dia melihat Sophia masih berdiri di tengah hujan, dan hujan berangsur-angsur menjadi lebih deras! "Apa kau masih punya energi untuk lari?"     

Beaumont mengangguk, "Ya, pak!"     

"Bagus sekali. Kau lihat wanita itu?" Dia menunjuk ke arah Sophia dan bertanya.     

"Aku melihatnya, Pak."     

"Sekarang, pergilah kesana dan berikan ini padanya! Cepat!"     

"Ya pak!" Beaumont mengambil payung dan berlari dengan cepat, seolah-olah dia sedang berlomba lari estafet. Tatapan Tang En mengikutinya ke Sophia. Sophia mengambil payung itu dengan agak terkejut. Dia juga melihat Beaumont menunjuk ke arahnya dan mengatakan sesuatu. Kemudian Sophia menatapnya, dan Tang En bisa melihat senyum di wajahnya. Dia membuat isyarat untuk membuka payung itu, untuk mengingatkan wanita itu agar membuka payung lebih dulu sebelum berterima kasih padanya.     

Dan ketika Sophia dengan patuh membuka payung dan akan berterima kasih pada Tuan Twain lagi, dia melihat Twain sudah memalingkan kepalanya untuk kembali memusatkan perhatiannya pada pertandingan.     

Payung hitam pria itu sepenuhnya menaungi tubuh Sophia yang mungil. Sekarang, betapapun derasnya hujan, dia takkan kebasahan, bahkan tak ada setetes air hujan pun yang akan bisa membasahi pakaiannya.     

Tak hanya orang-orang di pinggir lapangan yang merasakan bahwa hujan yang tiba-tiba turun itu menjadi semakin deras, George Wood juga memperhatikannya. Meskipun dia masih bertahan melawan Fabregas, dan Fabregas baru saja menerima umpan dan siap melancarkan serangan lainnya, dia tiba-tiba melupakan lawannya dan berbalik untuk memeriksa ibunya.     

Saat dia melihat ibunya memegang payung, berdiri di tempat yang sama untuk menontonnya bermain, perhatiannya kembali ke pertandingan. Fabregas telah menggiring bola dan meninggalkannya di belakang. Dia berencana untuk menyerang. Tapi dia masih belum sepenuhnya melepaskan diri dari Wood. Jaraknya bahkan belum sampai 10 meter.     

Wood berbalik dan menghampiri Fabregas seperti seekor harimau dan mengakhiri serangan Arsenal dengan pelanggaran. Dia menerima kartu kuning, dan Fabregas hanya bisa dengan marah memukul tanah dengan tinjunya, memercikkan genangan air berlumpur. Dia tak menyangka kecepatan mengejar si pemain nomor 55 itu akan begitu cepat! Atau apakah itu tadi kecepatan jiwanya yang sudah kembali?     

Hujan semakin deras dan semakin banyak orang yang memegang payung di pinggir lapangan. Tang En terus berdiri di tengah hujan untuk mengarahkan pertandingan. Sebenarnya, ia tak perlu lagi mengarahkan. Dia tahu itu, dan dia percaya hal itu juga tampak jelas bagi lawannya.     

Wenger mengambil payung yang diberikan oleh Brady dan memegangnya untuk menaungi kepalanya. Mendengarkan bunyi gemercik tetes air hujan di payung, Le Professeur menghela napas lagi, "Liam, pertandingan sudah berakhir. Kita kalah."     

Brady tak mengatakan apa-apa.     

Memang, dalam keadaan skor mereka tertinggal dari lawan mereka, datangnya hujan seolah menjadi hal kecil yang mendatangkan reaksi tak terduga. Lapangan menjadi lebih kacau, para pemain menjadi gelisah, dan inti lini tengah mereka benar-benar tak bisa bergerak karena bocah yang tak dikenal itu. Kalau mereka masih ingin bangkit, hujan harus dituangkan kembali ke langit.     

Area teknis Arsenal terdiam. Tepi lapangan di kejauhan memperdengarkan nyanyian dan sorak-sorai para penggemar Forest. John dan yang lainnya, basah kuyup oleh hujan, menepukkan tangan mereka seirama dengan sorakan mereka.     

"Wood! Wood! Wood, Wood, Wood! Tumbuh menjadi Forest! Forest! Forest! Forest, Kemenangan! Hore! Forest, Forest!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.