Mahakarya Sang Pemenang

Berjuang dengan Punggung Menghadap ke Sungai Bagian 2



Berjuang dengan Punggung Menghadap ke Sungai Bagian 2

0Tang En, yang baru saja melangkah keluar dari bar, tak tahu harus pergi ke mana. Dia tidak ingin kembali ke "rumah"nya yang gelap dan dingin. Dia memutuskan untuk berjalan-jalan tanpa tujuan, dan sambil melakukan itu, dia bisa membantu pencernaannya bekerja.     
0

Angin, yang bertiup dari arah Hutan Sherwood, meniup rambut dan pakaian Tang En, menyapu bersih panas yang terasa sepanjang hari.     

Dia berdiri di depan pintu masuk sebuah bar yang pernah dikunjunginya sebelum ini. Melihat jalan-jalan yang terang benderang, dan mendengar suara-suara mengobrol dan tawa dari dalam bar, Tang En memonyongkan bibirnya. Dia tanpa sadar telah berjalan kembali ke Robin Hood Bar.     

Dia berbalik pergi dan berjalan ke persimpangan jalan. Dia melihat sinyal warna merah untuk pejalan kaki di seberang jalan, dan menunggu untuk menyeberang jalan.     

Pada saat itu, teleponnya berdering. Itu panggilan telepon dari Yang Yan.     

"Tuan Twain, apa Anda tidak di rumah?"     

Tang En memandang ke sekelilingnya dan berkata, "Tidak, tidak. Apa ada sesuatu yang terjadi?"     

"Pak ... Apa Anda tidak ingat, kita ada kelas hari ini."     

"Ah, aku ingat. Tapi ..." Sinyal lampu di seberang jalan sudah berubah menjadi hijau, tapi Tang En tetap berada di sisi jalan tempatnya berdiri. "Tapi aku sedang merasa tidak ingin belajar hari ini. Bisakah kau mengobrol sebentar denganku?"     

"Di mana? Melalui telepon?"     

Tang En berpikir sebentar dan bertanya, "Kau dimana sekarang?"     

Yang Yan mengangkat kepalanya dan melihat pintu rumah Tang En, sebelum dia menjawab, "Di sekolah. Saya baru saja akan pergi."     

"Kalau begitu kita lakukan saja melalui telepon. Aku juga sedang merasa tidak ingin pindah dari tempatku sekarang. Ayo kita bicara tentang apapun, hobimu atau sesuatu yang membuatmu kesal... kita bisa bicara tentang apa saja." Tang En menyandarkan punggungnya ke lampu lalu lintas, dan mendongakkan kepalanya untuk melihat ke langit. "Misalnya, apa kau punya teman sekelas yang menarik saat SMP."     

Saat itu sudah memasuki musim panas di Inggris, dan pukul enam malam pada bulan Mei. Karenanya, langit masih belum berubah gelap. Langit Timur dan Barat menunjukkan dua pemandangan yang sangat berbeda. Pemandangan malam, dihiasi cahaya bintang, dan siratan cahaya matahari yang terbenam, yang mirip kain sifon, berpotongan tepat di tengah langit seolah itu adalah sebuah dunia fantasi, membuat Tang En terpesona.     

Suara lembut Yang Yan di telinganya terasa begitu nyaman, seolah-olah telinganya sedang dipijat. Tang En akhirnya duduk di jalan dan mengobrol dengan Yang Yan yang sedang duduk di luar rumahnya. Jantungnya, yang telah tenggelam begitu rendah hingga hampir berhenti berdetak, kembali hidup sekali lagi.     

Keesokan paginya, sekelompok burung yang tinggal di hutan dekat kompleks latihan Wilford milik tim Nottingham Forest tampak ketakutan.     

Suara Tang En yang serak dan keras bergema, "Kalian semua, sadarlah! Lihatlah penampilan kalian yang lemas itu! Sudah waktunya untuk latihan!"     

"Michael! Kau kapten mereka. Kalau kau terus kelihatan lesu seperti itu, aku akan menggantimu dari posisi kapten!"     

Meskipun Tang En tidak tahu banyak tentang detil rinci latihan dan hanya bisa menonton dari sisi lapangan, hal itu tidak mencegahnya untuk memberikan beberapa saran, atau kadang meneriakkan sesuatu untuk meningkatkan semangat mereka.     

Michael Dawson mengangkat bahunya ke arah Manajer Walker, dan Walker tersenyum ketika dia berbalik dan melihat Tang En membuat gerakan mengancam.     

Setelah itu, dia berbalik lagi dan berkata kepada Dawson, "Tony benar. Kalau kau tidak serius, kau takkan dijadikan kapten, Michael."     

"Kalian mengerti! Guys, kalian semua sebaiknya meningkatkan semangat kalian!"     

Melihat tim yang dihidupkan kembali, Tang En mengerucutkan bibirnya.     

Apa kalian bercanda? Kami, tidak bisa sampai ke Liga Utama?     

Masuk ke Liga Utama adalah janjiku pada Michael dan Gavin. Aku akan memenuhi janjiku.     

Karena adanya fakta bahwa Lawrenson menyinggung tentang pertandingan yang belum terjadi, dan bahkan mempertaruhkan kumis kesayangannya untuk kekalahan Nottingham Forest, pertandingan playoff Liga Satu, yang biasanya tidak terlalu menarik banyak perhatian, kini menjadi fokus media.     

John Motson bertugas menjadi komentator, dan komentator lain yang duduk di sampingnya kebetulan adalah Mark Lawrenson. Pertandingan masih belum dimulai, dan para pemain di kedua tim baru saja menyelesaikan pemanasan mereka dan pergi ke ruang ganti. Pada saat itu, mereka akan membuat penyesuaian terakhir untuk pertandingan.     

Melihat mereka masih punya waktu sebelum pekerjaan mereka dimulai, Motson bercanda dengan koleganya dari BBC, Lawrenson. Bagi Lawrenson, Motson tak diragukan lagi adalah seniornya. Ketika Lawrenson masih bermain untuk Liverpool, Motson sudah mulai mengomentari pertandingan Lawrenson.     

"Mark, kau tahu... " John Motson memandang Mark Lawrenson dan berkata sambil tertawa, "Aku setuju dengan pendapat Gary bahwa kau akan terlihat jauh lebih baik tanpa kumis itu.     

Lawrenson menyentuh kumis besarnya dan bertanya, "John, apa kau juga mendukung Twain?"     

Motson menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Aku hanya merasa kau akan terlihat jauh lebih baik tanpa kumismu. Ah, aku hanya bercanda. Sementara tentang Tony Twain ... Aku tidak tahu apa aku mendukungnya atau tidak. Bukankah menurutmu dia sangat aneh? Kadang dia sangat ajaib, tapi kadang dia kelihatan sangat rendahan. Aku merasa mungkin hanya ada satu orang yang akan selalu mendukungnya."     

"Siapa?"     

"Tony Twain."     

"Dirinya sendiri?"     

Motson mengangguk. "Dia sangat percaya diri, sampai-sampai aku tak dapat mempercayainya. Tak peduli apa pun kesempatannya, dia akan selalu menunjukkan kepercayaan dirinya, meski aku tidak tahu dari mana dia mendapatkannya. Aku sudah memeriksanya secara khusus dan menemukan bahwa kepribadiannya di masa lalu dan saat ini terpaut sangat jauh. Royal Hospital of Nottingham University menyimpulkan bahwa hal itu disebabkan oleh cedera yang terjadi di kepalanya saat dia ditabrak pemainnya sendiri. Kalau itu memang benar-benar terjadi, aku harus mengatakan, Tuhan sedang bercanda dengan kita."     

Lawrenson menyentuh kumis di atas bibirnya karena kebiasaan, sementara dia memikirkan apa yang dikatakan Motson barusan.     

Motson tersenyum. "Ada apa, mulai cemas kau takkan bisa mempertahankan kumismu itu?"     

"Bukan itu." Lawrenson sekali lagi 'meniup kumisnya dan menatap dengan matanya'.     

Sementara keduanya mengobrol di kursi mereka, Tony sedang melihat para pemain yang terdiam di ruang ganti.     

Tidak satupun dari para pemain, staf manajerial, atau dokter tim yang mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan Tang En juga tidak terkecuali. Sorakan keras untuk Sheffield United bisa terdengar dengan jelas, yang menambah suasana berat di ruang ganti.     

Semua orang melihat ke arah Tang En. Tang En telah membangun kepercayaannya melalui tindakan yang diambilnya selama paruh kedua musim ini. Ini adalah pertandingan yang sangat penting, dan pada saat itu, semua orang memilih untuk percaya pada manajer mereka, Chief mereka, "Bos" mereka.     

Tang En akhirnya berbicara. Suaranya tidak keras, tapi mampu menekan suara sorak-sorai pendukung tim tuan rumah yang terdengar dari luar.     

"Kita sudah bertanding melawan Sheffield United empat kali musim ini, dan tiga kali diantaranya berakhir dengan kekalahan kita. Di putaran ke-17, kita bahkan kalah 0:3 di stadion kandang kita. Babak pertama playoff, kita kalah 1:2 di kandang kita. Tidak hanya kehilangan tiga poin, kita juga memberikan dua gol pada mereka. Dari apa yang terlihat, pertandingan saat ini juga tidak menguntungkan bagi kita. Orang-orang mengatakan bahwa yang tim ketiga yang akan dipromosikan ke Liga Utama Inggris adalah Sheffield United, tapi aku tahu mereka salah. Dan aku tahu kalian semua juga tahu itu."     

"Ya!" Seseorang berteriak menjawabnya, tak dapat menahan diri.     

Tang En memandang orang yang berteriak. Itu Andy Reid. Mata pemuda itu berkilau saat dia menatap Tang En. Tang En melanjutkan, "Aku harus mengakui bahwa Sheffield United lebih kuat dari kita dalam hal kekuatan secara keseluruhan. Tapi, kekuatan individu dari kedua tim bukanlah satu-satunya faktor penentu hasil pertandingan. Masih ada faktor lain. Apa kalian semua ingin mendengar satu cerita?"     

Tidak ada yang tahu kenapa Tang En ingin menceritakan sebuah kisah tepat sebelum pertandingan yang penting, atau seperti apa cerita itu. Tapi, mereka tahu bahwa Tang En pasti punya alasan untuk melakukannya. Karena itu, mereka semua mengangguk.     

"Dikatakan bahwa dulu sekali, pada masa yang jauh berbeda dari sekarang, dua negara saling berperang. Perang itu berlangsung hingga waktu yang sangat lama. Hingga akhirnya tibalah saatnya untuk pertempuran terakhir, dan pasukan dari salah satu pihak meninggalkan rumah mereka untuk menuju ke medan perang. Tapi, pemimpin pasukan itu menyuruh para prajurit untuk mendirikan tenda di pantai, dengan punggung menghadap sungai besar yang mengalir deras. Para penasihatnya sangat menentangnya, dan mereka berkata kepada sang jenderal, "Jenderal, ada gelombang besar di belakang kita. Kalau kita mendirikan tenda kita di sini, kita tidak akan bisa mundur! Saat kita terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan, kita takkan bisa melarikan diri!" Tang En berkata seolah-olah dia sedang memainkan drama, meniru penasihat Han Xin. Tang En sedikit mengutak-atik cerita yang dikenal luas di seluruh Cina, dan menceritakannya kepada sekelompok orang Inggris. Mereka mendengarkan cerita itu dengan seksama, kelihatan benar-benar menikmatinya.     

"Sang jenderal mengatakan kepada bawahannya, 'Ini adalah pertempuran terakhir. Saat kita berhadapan dengan musuh, tentara kita akan berusaha menyelamatkan diri saat mereka melihat situasi sedikit tak menguntungkan bagi kita. Apa menurutmu prajurit yang kabur dan tak terorganisir akan bisa memenangkan perang? Alasan kenapa aku meminta mereka mendirikan markas kita di pantai, dengan punggung menghadap sungai besar, adalah untuk mengatakan kepada semua prajurit bahwa mereka tidak lagi punya cara untuk mundur! Kalau mereka tak ingin mati, maka kalahkan musuh dan menangkan perang!' Apa kalian semua tahu bagaimana hasil akhirnya?" Tang En mengangkat satu jari dan berkata, "Semangat pasukan sang jenderal itu meningkat hingga ke puncak. Berpegang pada tekad 'lakukan atau mati', mereka berhasil mengalahkan musuh yang beberapa kali lebih besar dan lebih kuat daripada mereka."     

"Tidakkah kalian semua berpikir bahwa ini sangat mirip dengan situasi kita saat ini? Situasi kita saat ini sangat buruk hingga tak bisa lebih buruk daripada ini. Ini bahkan lebih buruk daripada ketika aku ditabrak David di pinggir lapangan dan mendarat dengan belakang kepalaku!" kata Tang En sambil menunjuk ke arah Johnson, membuat semua orang di ruangan itu tertawa. Sebagai akibatnya, suasana tegang di ruang ganti sedikit berkurang.     

Setelah berhenti sejenak, Tang En menunggu para pemain selesai tertawa dan melihat kembali ke arahnya, sebelum dia melanjutkan dengan ekspresi serius di wajahnya. "Lawan yang sangat kuat, pertandingan tandang yang tidak menguntungkan, kematian Gavin ... Kita dihadapkan pada tumpukan masalah internal dan eksternal, dan berada dalam situasi sulit yang beberapa ratus kali lebih sulit daripada yang pernah kita hadapi! Tapi aku sangat yakin kita bisa menang, karena hari ini, kita adalah yang terkuat dari kita yang sebelumnya! Kita mungkin tidak punya cara untuk melarikan diri, tapi dalam kenyataannya, kita tidak perlu melarikan diri. Habisi Sheffield United, dan masuk ke final! Dan kemudian ...." Tang En berhenti dan mengambil napas dalam-dalam. "Dan kemudian kita bisa berpartisipasi di Liga Utama Inggris musim depan!"     

"Kenapa kita melakukan beragam taktik berulang kali selama seminggu terakhir? Biar kuberitahu kalian semua, hari ini, punggung kita menghadap ke sungai. Entah mereka yang mati, atau kita yang mati! Mereka yang tak ingin mati, pergilah keluar sana dan habisi mereka!" Tang En melangkah ke pintu dan membukanya.     

Suara nyanyian dan teriakan dari tribun penonton Stadion Bramall Lane terdengar naik turun seperti gelombang pasang, yang langsung menyelimuti ruang ganti yang mungil itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.