Mahakarya Sang Pemenang

Manajer Baru Bagian 2



Manajer Baru Bagian 2

0Edward Doughty menyipitkan mata di bawah terik matahari, dan kemudian berbalik menghadap Tang En. "Tony, aku menonton pertandingan playoff. Apa kau tahu kenapa aku tidak memilihmu?" Dia tidak melanjutkan, melainkan menunggu Twain untuk memberikan jawaban. Jika Tony Twain cukup pintar, dia akan tahu alasannya.     
0

"Karena aku kalah?" jawab Tang En.     

Edward tersenyum dan tidak menjawab.     

"Jadi, hanya karena aku gagal, kau memilih seorang pemula. Bagaimana kalau dia juga kalah di akhir musim ini? Apa kau akan menemukan orang lain untuk menggantikannya? Edward, apa kau benar-benar mengetahui semua hal tentang olahraga ini?!" Tang En meninggikan suaranya dan bertanya padanya.     

Edward tidak marah dalam menghadapi kemarahan Twain. Dia menatap ke arah langit biru, dan kemudian melihat ke arah lapangan latihan di kejauhan. Kilauan terlihat dipantulkan oleh sinar matahari yang menyinari rumput hijau, disebabkan karena tetesan air yang tertinggal di rumput setelah disiram.     

"Tony, kau bisa menjadi asisten manajer Collymore. Aku yakin kalian berdua bisa melakukan pekerjaan dengan baik." Edward berbicara perlahan sambil memandang ke kejauhan.     

Tang En memandang Doughty, ketua baru klub, dan menggelengkan kepalanya karena kecewa. "Edward, kuharap kau tahu bahwa aku, Tony Twain, takkan pernah menjadi asisten siapa pun, dan tak ada seorangpun yang pantas menjadikanku sebagai asisten. Aku senang kau memperlakukanku seperti teman. Sampai jumpa."     

Setelah mengatakan itu, dia memakai kacamata hitamnya dan meninggalkan tempat itu tanpa ragu.     

Dia tidak tahu apakah dia akan punya kesempatan untuk kembali lagi ke sana. Ya, dia berencana untuk pergi. Sebelum dia terikat secara emosional, akan mudah untuk meninggalkan Nottingham tanpa ragu.     

Pemecatan Twain oleh ketua baru telah menyebar di industri sepak bola dengan sangat cepat. Di sakunya ia sudah memiliki tiga slip kertas dengan nomor kontak klub lain di sana. Mereka yang menghubunginya berkata, "Kami benar-benar terkesan dengan prestasi dan gaya melatih Anda selama setengah musim terakhir, dan klub saya akan selalu menyambut kedatangan Anda, Tuan Tony Twain."     

Ini sedikit meningkatkan suasana hati Tang En, karena dia tahu bahwa upaya yang dia lakukan selama setengah musim kemarin tak sepenuhnya sia-sia, dan bahwa dia masih diterima di tempat lain. Meskipun tak satupun dari mereka adalah tim Liga Utama, ada dua tim yang levelnya sama dengan Forest. Sementara yang terakhir adalah klub dari Liga Dua.     

Tang En keluar dari gerbang utama dan mengucapkan selamat tinggal pada Ian MacDonald, dan kemudian perlahan-lahan berjalan pulang menyusuri jalan yang sepi. Saat dia memandang lapangan latihan yang terlihat dibalik hutan yang lebat, dia tahu bahwa sudah waktunya untuk membuat keputusan. Apakah dia akan tetap tinggal di sini dan menjadi manajer tim pemuda, atau pergi ke tim lain dan menjadi manajer mereka.     

Tang En sudah lama pergi, tapi Edward Doughty masih tetap berdiri di pinggir lapangan seolah-olah dia memiliki ketertarikan yang besar terhadap pekerjaan pemeliharaan rumput. Sebenarnya, dia memandang melampaui lapangan latihan, menatap langit.     

Suara langkah kaki terdengar di belakangnya dan kemudian berhenti.     

"Dia sudah pergi, Edward?" seseorang dengan suara tajam bertanya.     

Edward mengangguk. "Ya, dia pergi."     

"Apa dia akan meninggalkan tempat ini?"     

"Aku tidak yakin, tapi kupikir mungkin saja begitu."     

"Sayang sekali," jawab suara itu. "Kalau saja dia lebih sabar ..."     

"Sebenarnya, aku bisa memahaminya, Allan. Siapa pun yang berada dalam posisinya akan memilih untuk segera pergi. Akan menjadi keajaiban kalau dia tetap tinggal di sini," Edward Doughty menghela nafas panjang.     

Edward berbalik dan menatap pria berambut pirang yang berdiri di belakangnya. "Allan, kita akan berhasil, kan?"     

Allan Adams, penasihat keuangan Edward Doughty dan teman sekamarnya di Universitas Harvard, adalah sahabat dan asistennya yang paling terpercaya. Dia mengangguk. "Jangan khawatir. Rencanaku sempurna. Situasi keuangan klub ini lebih buruk daripada yang kita perkirakan, tapi aku masih bisa melihat potensi besar di dalamnya. Kau harus melakukan ini untuk sepenuhnya memiliki klub ini."     

Edward mengangguk untuk menunjukkan bahwa dia mengerti. "Tapi ..." Dia melihat ke arah gerbang utama, mengangkat bahu. "Aku benar-benar menyukai Tony. Kalau dia akan menjadi musuh kita nantinya, itu akan sangat disayangkan."     

Disayangkan bagi siapa? Forest? Dirinya? Atau Tony Twain?     

Tang En tidak melupakan hal lain yang harus dihadapinya saat dia akan membuat keputusan tentang masa depannya. Media yang telah berkemah di luar rumahnya masih belum pergi, dan kelihatannya mereka berencana untuk tinggal di sana lebih lama lagi. Tang En merasa seperti orang yang akan menemui pelacur setiap kali dia datang dan pergi dari rumahnya, karena dia tak ingin terlihat oleh orang-orang itu.     

Tang En benar-benar ingin menggunakan bahasa Mandarin untuk menyumpahi para reporter idiot yang berteriak, "Para pembaca berhak mengetahui kebenaran!"     

Tapi setidaknya dia masih bisa mengendalikan dirinya sendiri. Lagipula tak ada alasan untuk melakukannya, karena mereka toh takkan mengerti bahasa Mandarin. Selain itu, semuanya sudah tersebar luas, dia tak ingin membuat lebih banyak masalah.     

Tang En menyembunyikan dirinya di rumah sore itu, mencari nomor telepon pengacara Jack Landy. Dia perlu mencari tahu tentang panggilan pengadilan yang mungkin akan diterimanya.     

"Sudah kubilang, Tuan Twain, bahwa Anda akan terkenal," Landy tertawa setelah mendengarkan Twain yang mendeskripsikan keseluruhan cerita. Dia sepertinya tak terlalu cemas. "Saya sudah membaca cerita Anda dari koran. Meskipun Anda bersikeras bahwa Anda tidak, dan tidak akan pernah menculik seorang anak, itu tidak ada artinya di mata hukum. Tapi masalah yang sebenarnya adalah media yang melaporkan bahwa seorang manajer sepakbola profesional diduga menculik seorang gadis. Saya sudah melihat foto dan laporannya ... Tuan Twain, apa Anda sudah menerima surat panggilan pengadilan?"     

"Ini baru sehari, bagaimana mungkin?" tanya Tang En.     

"Jadi, ijinkan saya mengevaluasi situasi Anda saat ini, Tuan Twain."     

Tang En tiba-tiba memotong Landy. "Tuan Landy, apa kau sudah mulai menghitung biayanya?"     

Landy tertawa. "Belum, Tuan Twain. Ini konsultasi gratis sebagai ucapan terima kasih karena membuat saya mengalami beberapa momen dramatis di Piala FA. Jadi, kembali ke pokok pembicaraan. Kalau hubungan antara diri Anda dan gadis itu seperti yang sudah Anda jelaskan, kurasa Anda tidak perlu merasa cemas. Pertama-tama, orang tua gadis itu adalah orang-orang yang harus memutuskan apakah mereka akan menuntut Anda, dan bukan bibinya yang ada di Inggris. Selain itu, tuntutan internasional akan sulit. Bahkan jika mereka benar-benar ingin menuntut Anda, mereka harus datang ke Inggris. Jujur saja, kalau gadis itu tidak mengatakan apa-apa yang bisa digunakan untuk melawan Anda, lalu kenapa orangtuanya akan datang jauh-jauh ke sini untuk menuntut Anda? Saat Anda mengembalikan gadis itu pada orang tuanya, dia dalam kondisi sehat dan bahagia, kan? Apa penjelasan saya masuk akal bagi Anda?"     

"Ya," jawab Tang En.     

"Saya rasa siapa pun yang waras takkan menuntut Anda. Kalau bukan karena Anda yang merawatnya, siapa yang tahu apakah mereka akan bisa bertemu dengan anak mereka lagi? Tapi jangan lupa bahwa, menurut hukum, tindakan Anda bisa saja dianggap sebagai penculikan. Namun, kalau mereka tidak bermaksud menuntut Anda, atau jika mereka melakukannya, tapi pengadilan menolak kasus ini, Anda akan dianggap tidak bersalah. Tentu saja, jika Anda menerima panggilan pengadilan, jangan cemas. Saya akan menjadi pengacara Anda dan membela kasus Anda. Selain itu, Tuan Twain, saya punya saran untuk Anda."     

"Ya?"     

"Kalau keluarga gadis itu tidak berniat menuntut Anda, Anda bisa mempertimbangkan untuk menuntut media yang telah merusak reputasi Anda. Sebenarnya, saya selalu membenci The Sun. Kalau ini benar-benar terjadi, saya akan dengan senang hati menjadi pengacara Anda. Tapi tidak gratis, tentu saja."     

Tang En tertawa terbahak-bahak. Suasana hatinya yang buruk terkait "tuntutan hukum" segera menghilang. "Ide yang brilian, Landy! Ya, aku pasti akan memikirkan rencana itu." Dia membuka tirai dan memandangi para reporter yang masih menunggu di luar rumahnya.     

Dia telah berjuang dengan semua media yang selalu ada kemanapun dia pergi, tapi kata-kata Landy barusan menghiburnya.     

Setelah menutup telepon, Tang En memandangi boneka lembut Totoro yang diletakkannya di atas meja. Sebenarnya, dia tidak suka dengan boneka lembut berbulu seperti itu, tapi dia menyimpannya di dalam kamarnya. Totoro yang imut itu sama sekali tidak cocok dengan imej kamar bujangan Tang En yang maskulin.     

Dia tidak tahu mengapa dia menyimpannya. Mungkin dia hanya meletakkannya disana dan lupa untuk membuangnya. Atau mungkin karena ada alasan lain?     

Paman Tony? Paman Tony! Paman Tony ...     

Tang En menoleh, tapi dia tak bisa mendengar apa-apa.     

Panggilan yang terdengar jelas dan merdu itu perlahan-lahan memudar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.