Mahakarya Sang Pemenang

Pesta Resepsi Bagian 2



Pesta Resepsi Bagian 2

0Tang En tidak tahu apa yang salah dengan apa yang baru saja dia katakan. Singkatnya, ada keheningan yang canggung saat itu.     
0

Untungnya, Robson dengan cepat menyelamatkan Twain dari situasi yang canggung. Dia tersenyum dan berkata, "Mungkin, mungkin juga tidak. Tuan Twain, apa kau tahu kalau aku terlahir di Newcastle, tapi aku tak mendapatkan kesempatan untuk melatih tim kampung halamanku sampai aku berusia 66 tahun? Sebelum itu, aku berkeliaran ke mana-mana, Belanda, Portugal, Spanyol ... Tuan Twain, kau jauh lebih beruntung daripada aku, pria tua ini. Jadi, apa kau ingin Asosiasi Manajer Liga menyediakan bantuan hukum bagimu untuk tuduhan yang menyusahkan itu?"     

Tang En menggelengkan kepalanya dan menolak tawaran dari Robson. "Terima kasih, Sir, tapi saya sudah menemukan seorang pengacara yang akan mengajukan gugatan atas nama saya.'     

"Itu bagus." Robson mengangguk dan berkata, "Singkirkan masalahmu untuk sementara dan nikmatilah resepsi ini. Selamat bersenang-senang." Setelah itu, baik Robson dan Clough pergi dan berjalan menuju sekelompok orang tua. Mereka adalah mantan-mantan manajer tim nasional Inggris. Atau mungkin mereka adalah saingan ketika mereka masih manajer, tapi itu tak menghentikan mereka untuk minum dan mengobrol bersama setelah pensiun.     

Itulah hidup dan sepakbola.     

Tidak ada orang yang memperkenalkannya atau menyambutnya dengan hangat ke dalam lingkaran pergaulan disana, dan Tang En memiliki keraguan tentang niat Clough membawanya ke pesta resepsi ini. Dia belum pernah menerima undangan dari Asosiasi Manajer Liga sebelum ini. Apakah Clough murni melakukan ini karena kemauannya, atau apakah itu karena putranya, Nigel, harus pergi dan dia membutuhkan seseorang untuk menemani lelaki tua yang baru saja pulih dari operasinya?     

Tang En berdiri di dekat pintu dan memandang sekeliling ke tempat yang ramai itu. Itu memang bar besar, tapi tak semegah dan semewah seperti yang dibayangkan Tang En. Tempat itu hanya lebih besar daripada bar-bar biasa tempat orang-orang berkumpul untuk mengobrol dan minum. Orang-orang datang dan pergi sesuka hati. Tang En mengenal beberapa dari mereka sejak dulu ketika dia masih menjadi penggemar mereka dan telah melihat wajah mereka di televisi. Dia juga melihat saingan yang pernah dihadapinya ketika dia melatih tim Forest. Tapi dia tidak tahu sebagian besar nama dan latar belakang mereka.     

Ferguson dikelilingi oleh banyak orang yang memberinya selamat atas penghargaan Manager of the Decade Liga Utama dan melontarkan berbagai pujian padanya. Sanjungan bukanlah hak eksklusif bagi negara atau ras tertentu saja; sanjungan memang populer dimana-mana. Ferguson tersenyum menerima ucapan selamat dari orang-orang lain. Dia sedang dalam suasana hati yang sangat baik setelah Manchester United mengungguli Arsenal dan memenangkan gelar Liga Utama musim itu.     

Tapi Tang En tidak berniat untuk ikut bersenang-senang disana. Pertama, dia dan Sir Alex tidak akrab satu sama lain. Kedua, ia memiliki karakter yang angkuh dan tidak suka mengikuti orang banyak. Kalau kerumunan itu meninggalkan Sir Alex Ferguson sendirian pada saat ini, ia akan mengambil inisiatif untuk datang menghampiri dan memberi ucapan selamat padanya. Tapi kalau kebanyakan orang melakukan hal yang sama, dia akan menganggap tindakan itu berada dibawah martabatnya. Dia bukannya membenci Ferguson dan prestasinya. Hanya saja hal ini murni karena didorong oleh karakternya.     

Semua orang suka bergabung dengan kerumunan itu, tapi Tang En dengan sengaja tetap berada di sudut ruangan. Sama seperti tempat duduknya yang biasa di Forest Bar, ia berada di sudut yang paling jauh. Dia telah berjalan sampai dia berada di sudut ruangan tanpa ada siapa pun. Dia mengamati sekelompok orang dan tidak ikut melangkah ke dalam kegembiraan lingkaran pergaulan ini. Orang-orang ini adalah manajer klub profesional, manajer yang riil. Sementara dia hanyalah manajer pengganti yang dipecat.     

Ferguson adalah titik fokus tempat itu. Bahkan berdiri di hadapan para pensiunan yang berprestasi ini, dia tahu dia memiliki satu tempat miliknya sendiri.     

Tang En secara acak menemukan kursi kosong dan perlahan menyeruput wiskinya. Merasa sedikit bosan, ia mulai memainkan game "temukan wajah yang familiar" untuk melihat berapa banyak wajah yang bisa dikenali olehnya.     

Dia mengenali banyak wajah yang jarang terlihat dan hanya pernah ia dengar namanya. Tapi, ia tak melihat dua manajer asing di kerumunan itu. Salah satunya adalah Claudio Ranieri, manajer Chelsea, yang klubnya dikabarkan sedang berada dalam tahap akuisisi. Mungkin banyak orang di ruangan ini tidak tahu apa yang akan terjadi, tetapi Tang En tahu bahwa tidak lama lagi, The Tinkerman, Claudio Ranieri, akan menjadi objek kecemburuan mereka. Itu terjadi pada tanggal 27 Juni. Kalau dia mengingatnya dengan benar, pada tanggal 1 atau 2 Juli, para pejabat Chelsea akan mengumumkan kepada publik bahwa Abramovich adalah pemilik baru resmi klub London itu. Bates awalnya membeli klub Chelsea seharga £1, dan kini dia menjualnya seharga £60.000.000. Dan dengan semua hutangnya terbayar lunas, itu adalah kesepakatan yang bagus. Tang En memiliki penyesalan: kenapa dia tidak pindah kesini sebelum tahun 1982, dan mendahului pria Yahudi itu untuk membeli Chelsea seharga satu pound?     

Manajer lainnya yang tidak terlihat adalah saingan berat Ferguson di Liga Utama selama satu dekade, manajer Arsenal Prancis, Arsene Wenger.     

Tang En memikirkan tentang ini, dan ketidakhadiran Wenger masih bisa dipahami. Orang Prancis itu hampir tidak cocok dengan seluruh komunitas sepakbola Inggris. Dia tidak pernah duduk bersama manajer tim lawan usai pertandingan untuk minum bersama. Meskipun hal itu adalah salah satu tradisi sepakbola Inggris, "Le Professeur" Wenger tidak berniat untuk mengikuti tradisi itu. Menurut pendapatnya, banyak tradisi sepak bola Inggris adalah permasalahan mendalam dan dekaden yang menghambat perkembangan sepakbola di negara ini.     

Dalam hal ini, Tang En sepenuhnya setuju. Dia juga menganggap bahwa merokok dan minum alkohol selama turun minum sambil membahas bagaimana akan bermain di babak kedua bukanlah tradisi yang bagus.     

Saat Tang En sedang melamun, seseorang datang ke sampingnya. "Maaf, apa ada yang menempati kursi ini?" dia bertanya dengan sopan. Tang En tidak menjawab, dan hanya menggelengkan kepalanya secara refleks.     

"Terima kasih." Orang itu duduk dan mengulurkan tangan untuk memperkenalkan dirinya pada Twain. "Halo, saya David Moyes."     

Setelah mendengar nama ini, Tang En sedikit mengguncang tubuhnya untuk menarik dirinya keluar dari lamunannya dan menoleh untuk melihat manajer muda itu dengan sedikit terkejut. Dia memiliki kulit yang sedikit pucat, wajah yang kurus dan tajam, rambut pendek cokelat muda, dan mata abu-abu. Itu adalah manajer Everton, David Moyes!     

'Ah! Halo, saya Tony Twain. Senang bertemu Anda." Tang En dengan cepat mengulurkan tangannya untuk memberikan respon.     

"Sama-sama." Moyes menarik kembali tangannya dan mengeluarkan sapu tangan dari sakunya untuk menyeka keringat dari dahinya. "Kenapa kau duduk di sini sendirian?"     

"Aku tak terlalu suka keramaian," kata Tang En sambil mengangkat bahu, dan kemudian dia tiba-tiba ingat bahwa dia telah melupakan satu hal. "Selamat karena telah memenangkan penghargaan Manager of the Year LMA musim lalu."     

"Terima kasih." Moyes tersenyum rendah hati. Musim lalu adalah pertama kalinya ia mengelola tim Liga Utama. Dia tidak berharap akan sukses. Tang En menyukai manajer muda itu karena ia telah mengikuti pertandingan Everton dengan cermat. Everton menerima sponsor dari perusahaan elektronik Cina, Kejian, di musim 02-03. Dua pemain Cina datang ke tim untuk try-out dan berlatih. Akhirnya, Li Tie berhasil tetap bermain di Liga Utama dan mengenakan kaus jersey Everton dengan karakter Cina tercetak di bagian dada.     

Tang En tidak tahu harus mengatakan apa setelah itu. Mereka akan segera mengalami keheningan yang canggung, tapi Moyes tiba-tiba angkat bicara. "Aku ingat sekarang, Tuan Twain. Kau adalah manajer Nottingham Forest!"     

Kata-kata itu menusuk tepat ke titik sensitif Tang En. Dia menggelengkan kepalanya dan tersenyum pahit, "Dulunya."     

"Meskipun aku mengelola tim Liga Utama, keluarga kami masih sering menonton pertandingan Preston North End secara teratur. Putra tertua saya adalah penggemar setia Preston North End. Dia kadang-kadang berbicara kepada saya tentang lawan-lawan PNE, tapi dia paling banyak bicara tentang Nottingham Forest. Apa kau tahu kenapa?"     

Tang En tak menjawab. Dia hanya menatap ke arah Moyes yang tersenyum.     

"Karena tim Forest punya manajer yang mengesankan. Anak saya yang mengatakannya. Tim Forest adalah tim dengan selisih penampilan terbesar antara paruh pertama dan kedua musim ini. Kalau kau khawatir ke mana harus pergi, akan lebih baik kalau kau pergi ke Preston North End. Aku yakin orang-orang di sana akan menyambutmu dengan baik."     

Di antara tiga nomor telepon yang ada di saku Tang En, tidak ada nama Preston North End. Tapi komentar Moyes sedikit membuatnya tergoda. Dia hanya duduk di kursinya dan merenung. Moyes tidak mengganggunya. Dia hanya meminum anggurnya.     

Pada saat itu, Tang En melihat Clough melambai kepadanya dari kerumunan. Dia segera meminta maaf kepada Moyes di sampingnya. "Maafkan aku tapi Bos memanggilku. Senang bertemu denganmu."     

Moyes berjabat tangan dengannya. "Aku juga. Aku berharap suatu hari nanti kita bisa bertemu di lapangan. Itu akan sangat menyenangkan!"     

Setelah mengucapkan selamat tinggal pada Moyes, Tang En pergi ke sisi Clough dan menemukan dua orang Asia dengan rambut hitam berdiri di samping pria tua itu. Mereka adalah pria dan wanita, dan mereka tampak seperti wartawan. "Ada apa, Bos?"     

"Yah, pergilah dan bantu aku memanggil Bobby kesini."     

Tang En mengangguk. Perhatiannya lebih terfokus kepada si wanita. Dia terlihat sangat muda, sekitar dua puluh tahunan. Dia mengenakan setelan abu-abu muda dengan sepasang kaki yang ramping di bawah rok pendeknya. Satu-satunya hal yang tak disukai Tang En adalah rambutnya yang pendek. Dengan punggung wanita itu mengarah padanya, dia tak bisa melihat wajahnya, jadi Tang En hanya meliriknya sekilas dan berbalik untuk mencari Robson.     

Mudah untuk menemukan Robson karena rambut peraknya cukup mencolok. Tang En membawa Robson ke Clough dan Clough menunjukkan Robson kepada kedua wartawan itu dan berbicara. "Dua wartawan Cina ini bertanya padaku kenapa aku membiarkanmu menjadi manajer tim nasional Inggris." Saat Greenwood meninggalkan posisi manajer tim nasional Inggris di tahun 1982, permintaan agar Clough yang mengambil alih posisi itu jauh lebih banyak daripada permintaan untuk orang lain. Tapi pada akhirnya, Bobby Robson-lah yang menjadi manajer.     

Ketika mereka mendengar bahwa Robson datang, kedua reporter itu membalikkan badan. Pada saat ini, Tang En akhirnya bisa melihat penampilan si reporter wanita. Tang En menghela nafas lega saat dia melihat wajah cantiknya dengan make up yang ringan. Dia senang bahwa wanita itu tidak termasuk tipe yang "ketika dilihat dari belakang, seseorang ingin mendekatinya, tapi ketika dilihat dari depan, seseorang ingin melarikan diri darinya" yang populer di Cina. Fitur wajahnya sangat indah dan cukup menggambarkan Asia Timur. Dia memang orang Cina. Sementara untuk si reporter pria, Tang En secara otomatis mengabaikannya.     

Kedua reporter itu cukup senang ketika mereka melihat Robson, dan secara alami, mereka mengabaikan Twain.     

Robson tertawa ketika mendengar pertanyaan Clough. "Itu karena semua orang tahu kau tak mau berurusan dengan Football Association sialan itu!"     

Para reporter juga tertawa, dan Tang En berdiri di belakang mereka, sesunyi dan senormal seorang pelayan pribadi. Pandangannya sepenuhnya tertuju pada si reporter wanita Cina yang cantik. Melihatnya menutupi mulutnya saat dia tertawa, Tang En merasa bahwa tidak sia-sia dia datang kemari hari ini. Jauh lebih baik baginya untuk melihat seorang wanita cantik yang bisa dikaguminya, daripada memandang ke depan dan melihat lautan pria.     

Kedua wartawan Cina itu mengobrol sebentar dengan Robson dan kemudian pergi dengan perasaan puas. "Pemandangan indah" Tang En juga berakhir dengan kepergian mereka, jadi ia kembali ke kursinya di sudut ruangan. Moyes telah ditarik oleh seseorang untuk merayakan penghargaan pribadinya yang pertama. Ketika dia melihat Moyes yang berusia 39 tahun dikelilingi orang kerumunan dan menunjukkan senyum suksesnya, Tang En merasa getir. Dia tak pernah berpikir bahwa dia lebih lemah daripada yang lain, tapi kali ini dia telah kalah di garis start.     

Dia sangat membenci kegagalan dan tak ingin menjadi pecundang. Tapi pada kesempatan kali ini, dia adalah pecundang terbesar. Tang En sama sekali tak mengerti kenapa Clough membawanya ke sini. Dia merasa kesal saat mengamati obrolan ramai orang-orang itu. Ferguson, Eriksson, Moyes ... Menemukan dirinya di antara manajer-manajer besar ini, dia tak berniat menjadi seorang pengagum, karena dia menganggap mereka semua adalah saingannya.     

Suatu hari, Tang En akan mengalahkan kalian semua, satu per satu! Ini bukan fantasi orang bodoh. Ini adalah sumpah yang dia janjikan pada dirinya sendiri jauh di dalam hatinya.     

Dengan mempertimbangkan kondisi fisiknya, Brian Clough dan Tang En berpamitan pada semua orang dari resepsi setelah makan siang prasmanan. Mereka semua tampak hangat dalam perpisahan mereka, tapi hampir semua orang tampaknya tak melihat Twain yang berdiri disamping Clough. Bagi para manajer profesional itu, mereka telah melihat terlalu banyak pendatang baru seperti Twain, jadi mereka tak terlalu peduli padanya.     

Di dalam lingkaran pergaulan itu, kalau seseorang ingin menarik perhatian semua orang, ingin orang lain mengelilinginya, ingin menerima pengakuan mereka, maka dia harus membuktikan diri mereka sendiri.     

Tang En benar-benar ingin bertanya pada Clough kenapa dia membawanya ke sana begitu mereka berada di dalam mobil. Tapi begitu masuk ke dalam mobil, pria tua itu tertidur di kursi belakang. Sambil mendengar dengkurannya yang ringan, mereka kembali ke Nottingham dari Sheffield.     

Tang En memberi tahu Nigel bahwa dia tak ingin langsung pulang ke rumahnya. Dia ingin mengunjungi kompleks latihan Forest untuk melihatnya sekali lagi.     

Saat mobil berhenti di gerbang kompleks latihan tim pemuda Forest, Tang En dan Nigel mengucapkan selamat tinggal. Kemudian dia melihat ke arah Bos yang matanya masih tertutup dan sepertinya tertidur lelap. Dia membuka pintu dan baru akan melangkah keluar dari mobil. Saat itulah, dia mendengar suara tua dan samar Clough, "Nak."     

Tang En kembali menatap Clough yang matanya masih terpejam.     

"Saat ini, banyak orang masih menyebut-nyebut prestasi dan kejayaanku di kota ini dari waktu ke waktu." Clough bersandar di kursi dan bergumam, "Aku sudah memimpin timku untuk memenangkan dua Piala Eropa, satu gelar Liga Utama, empat Piala Liga, satu Piala Super UEFA, 42 pertandingan tak terkalahkan berturut-turut ... Apa pendapatmu tentang semua prestasi itu?"     

"Mengesankan," jawab Tang En.     

"Lantas bagaimana saat aku kalah dalam tiga dari enam pertandingan, menciptakan rekor melatih terburuk kedua di sepanjang sejarah klub dan diberhentikan setelah 44 hari, apa pendapatmu tentang hasil itu?"     

"Erm ..." Tang En tak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu.     

"Sekarang ini, hanya ada sangat sedikit orang yang akan menyebutkan periode ketika aku masih menjadi manajer Leeds United." Pria tua itu menghela nafas. Mungkin itu adalah salah satu penyesalan yang dirasakannya dalam karirnya sebagai manajer. "Ayo pulang, Nigel."     

Setelah semua itu, pria tua itu masih tak membuka matanya.     

Tang En mengucapkan selamat tinggal pada kedua pria itu dan keluar dari mobil. Lalu dia berdiri di tepi jalan dan melihat mobil sedan Ford putih itu menghilang di ujung jalan. Dengan angin yang meniup rambut dan pakaiannya, dia berpikir bahwa dia tak perlu lagi mempertanyakan tujuan bos membawanya ke resepsi Asosiasi Manajer Liga.     

Karena di dalam hatinya, dia sudah tahu jawabannya.     

Tak peduli apa pilihan terakhirku nanti, aku masih ingin mengucapkan terima kasih, Boss. Ini kedua kalinya kau membantuku.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.