Mahakarya Sang Pemenang

Tetap Tinggal atau Pergi? Bagian 1



Tetap Tinggal atau Pergi? Bagian 1

0Tang En berdiri di Wilford Lane, yang dinaungi pepohonan dengan disertai bunyi cicadas yang tak henti-henti. Di sebelah utara dari tempatnya berdiri sekarang adalah lapangan latihan tim pemuda dan di sebelah selatan adalah lapangan latihan tim pertama. Kedua lapangan latihan itu sunyi dan sepi hari ini.     
0

Dia tahu bahwa tim pertama baru akan memulai latihan formal besok, dan tim pemuda masih libur. Selain staf, takkan ada orang lain di kedua lapangan itu. Bagi mereka, liburan mereka yang panjang dan indah masih belum berakhir.     

Tang En melangkah masuk dari gerbang lapangan latihan tim pemuda. Tak ada mobil satupun di tempat parkir dan pintu gedung kantor juga tertutup. Kedua kakinya terasa panas saat dia berjalan di aspal yang diterangi sinar matahari sore yang terik. Hari ini mungkin merupakan hari terpanas tahun ini.     

Dia memutari bangunan dua lantai dan berjalan menuju ke pinggir lapangan pertama, dan disana sedang kosong tanpa ada seorangpun di sekitarnya. Lapangan pertama dan ketiga saling terhubung dan dipisahkan oleh pagar kawat setinggi tujuh meter di tengahnya. Tang En memandang kesana dan melihat bahwa disana juga tidak ada siapapun. Kelihatannya tim pemuda masih libur.     

Tang En berdiri di lapangan latihan yang kosong. Kalau dia memilih untuk tetap tinggal, tempat ini akan menjadi tempatnya, dan Kerslake akan menjadi asistennya lagi. Tapi apa gunanya memimpin pertandingan tim pemuda? Tang En merasa sedikit tertekan. Di matanya, kebanggaan yang dibawa oleh kemenangan laga tim pemuda tak lebih dari sepertiga kebanggaan yang diperoleh di tim pertama. Karena ia sudah terbiasa menjadi fokus perhatian, apa gunanya, bahkan, jika ia bisa memimpin tim pemuda untuk memenangkan kejuaraan Youth FA Cup?     

Dia melihat ke arah lapangan dan memutuskan untuk pergi dari sana.     

Dia tiba di jalan bercabang saat dia melangkah keluar dari lapangan pertama. Kalau dia berjalan lurus ke depan, dia akan kembali ke gerbang utama. Kalau dia belok ke kanan, jalan itu akan mengarahkannya ke sisi paling utara lapangan kedua. Kualitas rumput di lapangan kedua tidak terlalu bagus, jadi lapangan itu jarang digunakan.     

Tang En punya perasaan yang sangat berbeda dari orang lain tentang lapangan kedua. Dia baru berada di lapangan kedua satu kali sejak dia mulai melatih tim Forest. Pengalaman itu menempati posisi yang penting di dalam ingatannya. Dia telah bertemu Gavin yang menggemaskan di sana, dan George Wood juga mendapatkan penggemar pertamanya.     

Itu adalah tempat yang penuh kesedihan bagi Tang En. Semua peristiwa sangat gembira dan sangat sedih selama paruh kedua musim 02-03 berawal dari sana.     

Berdiri di persimpangan jalan itu, Tang En merasa bahwa semua ini seolah mencerminkan pilihan-pilihan yang harus dihadapinya saat ini — bergerak maju dan meninggalkan kompleks latihan, meninggalkan Forest yang sedang tidur; atau pergi ke kanan ... Apa artinya pergi ke kanan?     

Tang En melihat jalan yang terbentang menuju ke gerbang depan dan ragu-ragu. Dia kemudian memilih untuk pergi ke lapangan kedua.     

Ketika dia mendekati lapangan kedua, dia melihat seseorang berada di lapangan, berlari bolak-balik di antara dua penanda berbentuk kerucut.     

Itu George Wood!     

Tang En sama sekali tak mengira kalau dia akan melihatnya di sini. Apa jam memutar balik waktu? Mungkinkah sekarang ini bukan tanggal 27 Juni, tapi tanggal 21 Maret? Yah, ada yang berbeda, Wood tidak ditemani pelatihnya, dan Tang En tidak ditemani Michael dan putranya Gavin di sampingnya.     

Tang En berdiri di luar pagar kawat dan diam-diam mengawasi Wood berlatih. Wood tidak menyadari kehadirannya. Dia hanya terus berkonsentrasi untuk melakukan latihan dasarnya.     

Tang En berdiri dan menonton selama sekitar 15 menit sebelum George Wood akhirnya mengubah rutinitas latihannya. Dia menempatkan kedua penanda kerucut itu dengan jarak sekitar setengah meter di antara keduanya. Kemudian dia berdiri lima meter jauhnya untuk menendang bola ke arah penanda kerucut. Tang En tidak paham dengan apa yang sedang dilakukannya. Dia juga tidak pernah melihat latihan rutin semacam ini di dalam menu latihan tim pemuda yang dibuat Kerslake ataupun di menuu latihan tim pertama yang dibuat Walker. Tadinya dia bermaksud untuk pergi diam-diam, tapi kini dia memutuskan untuk tetap tinggal. Dia ingin melihat apa yang sedang terjadi.     

Wood menendang bola 10 kali. Dia jelas tidak sedang berlatih untuk menembakkan bola, karena dia sengaja menekan kecepatan dan power saat menendang serta sangat berhati-hati dengan akurasinya. Kalau bola melesat melewati jarak di antara atau di luar dua penanda kerucut itu, ia akan menggelengkan kepalanya. Kalau bola mengenai penanda kerucut, ia akan mengepalkan tangannya.     

Kemudian Wood mengubah sudutnya dan memposisikan dirinya pada sudut 45 derajat ke arah penanda kerucut itu untuk mengulangi 10 tendangan bola. Seperti sebelumnya, sebagian besar tembakannya akan melewati sisi penanda kerucut dan hanya sedikit yang mencapai sasaran.     

Tang En melihat jarak diantara dua penanda itu, dan kemudian dia melihat ke bawah kakinya dan meregangkan kedua kakinya sedikit, sekitar setengah meter antara satu sama lain. Itu persis seperti jarak antara kedua kaki seorang pria saat dia berdiri dengan kedua kakinya direnggangkan!     

Bocah itu sedang mencoba berlatih mengoper bola sendirian!     

Akhir Juni adalah waktu paling panas dalam setahun di Nottingham. Di lapangan latihan yang kosong, hanya George Wood yang bekerja keras dan berlatih. Musim panas, cuaca buruk, liburan santai ... dia tak peduli dengan semua itu. Dan karena saat itu sedang liburan, maka kompleks latihan takkan menyediakan makan siang khusus untuknya. Dia harus bolak balik antara kompleks latihan dan rumahnya setiap hari. Baju latihannya telah basah kuyup dengan keringat berkali-kali, jadi dia melepas kausnya dan menggantungnya di mistar gawang setiap kali dia mulai berlatih dan berlatih tanpa memakai baju. Tubuhnya yang kuat dan berotot sepertinya menyimpan kekuatan yang sangat besar. Setiap kali Wood melakukan aksinya, keringat akan mengalir menuruni tubuhnya yang berotot. Seluruh tubuhnya akan tampak berkilau di bawah terik matahari.     

George ... Kalau kau tak bisa sukses, maka takkan orang lain di dunia ini yang bisa sukses!     

Agar tak mengganggu latihan Wood, ia diam-diam meninggalkan kompleks latihan terpencil yang dikelilingi hutan itu. Menatap langit, Tang En memutuskan untuk pergi ke satu tempat terakhir.     

Nottingham adalah kota yang dibangun di atas bukit, dengan bentuk tanah yang bergelombang dan bervariasi. Gereja di hadapan Tang En ini dibangun di atas bukit kecil. Kapel yang terbuat dari batu bata itu tak sebesar dan seindah Gereja St. Mary yang terkenal di pusat kota. Seperti bangunan di sekitarnya, tampilan warna abu abu tidak tampak terlalu mengesankan. Tapi di bawah langit biru yang cerah, kapel, yang berdiri di atas rumput hijau, membuat Tang En merasa nyaman. Dia merasa tenang dengan hanya melihat bagian depan bangunannya.     

Tang En memutari gereja dan berjalan di jalan berkerikil melewati hutan. Dia tiba di pemakaman yang dikelilingi hutan.     

Yang membuatnya terkejut, seorang pria sedang berdiri di depan batu nisan Gavin Bernard.     

"Michael!" Dia berteriak, memecahkan suasana hening di pemakaman.     

Pria itu membalikkan badan dan agak terkejut saat menemukan bahwa pria yang memanggilnya adalah Twain. 'Tony? Apa yang kau lakukan di sini?"     

Tang En melangkah maju dan meletakkan karangan bunga lili di depan batu nisan. "Aku datang ke sini untuk melakukan hal yang sama seperti yang kau lakukan. Sudah lebih dari sebulan, bagaimana perasaanmu?"     

Michael menggelengkan kepalanya. Dia masih berada dalam semangat yang rendah. "Tony, ada bagusnya aku bertemu denganmu disini. Aku berencana untuk mengucapkan selamat tinggal padamu."     

"Selamat tinggal?" Tang En merasakan ada sesuatu yang tidak beres. "Kenapa kau mau mengucapkan selamat tinggal? Kau mau pergi kemana?"     

"Los Angeles."     

"Amerika?!" seru Tang En. "Kenapa jauh sekali?"     

Michael memandangi batu nisan putranya dan perlahan berkata, "Aku lupa memberitahumu kalau istriku orang Amerika. Dia tidak tahan dengan rasa sakit dan sedih kalau tetap tinggal di sini dan memikirkan tentang Gavin setiap saat. Sekarang Nottingham adalah tempat kesedihan bagi keluarga kami. Semua yang dilihat istriku mengingatkannya pada Gavin, rumah, halaman, jalan di luar pintu rumah kami, para tetangga, bahkan pertandingan sepak bola ... aku tak ingin dia menangis sepanjang hari, aku ingin membawanya pergi di sini dan kembali ke kota asalnya. Mungkin itu akan lebih baik."     

Tang En mengerutkan kening. "Bagaimana dengan Gavin?"     

"Gavin tak seperti kita." Michael berlutut untuk membersihkan beberapa daun yang jatuh ke atas batu nisan. Lalu dia melihat nama keemasan di batu nisan marmer putih itu. "Aku bisa mengubah perasaanku tentang sepak bola demi keluargaku. Tapi dia takkan bisa. Dia akan selalu menjadi penggemar Forest. Dari lahir sampai mati, dia akan selalu seperti itu."     

Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia berdiri lagi dan berkata kepada Twain, "Kau pasti merasa cukup senang? Kau tak perlu takut seseorang akan menghinamu dari belakang area teknis musim depan."     

Tang En tersenyum masam. "Michael, apa kau bahkan tak membaca berita sepakbola lagi? Aku dipecat oleh ketua baru tim Forest, dan kontrakku sudah berakhir."     

Michael tak mengira dia akan mendengar jawaban itu, dan dia menatap Twain dengan terkejut untuk waktu yang lama sambil memastikan bahwa Tang En memang tidak bercanda. "Sialan! Kemana kau akan pergi? Tim pemuda? Atau ...?"     

Tang En menggelengkan kepalanya. "Aku sudah mengajukan pertanyaan yang sama pada diriku sendiri selama dua hari terakhir ini, dan aku masih belum menemukan jawabannya."     

"Apa kau kemari untuk mencari jawaban?"     

"Aku tidak tahu."     

"Tony, apa kau ingin mendengar saran dari seorang penggemar tua yang pernah mengikuti tim Forest selama 44 tahun?"     

Tang En menatap Michael.     

"Meski aku sudah memutuskan untuk meninggalkan sepak bola, aku masih ingat separuh pertama masa hidupku. Waktu yang paling kurindukan, selain era Clough, adalah setengah musim saat kau memimpin tim. Kalian berdua memiliki beberapa kesamaan, seperti passion dan perhatian pada detail. Kalian berdua berbakat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan untuk bisa sukses. Aku masih ingat hari ketika Clough datang ke tim pada tanggal 3 Januari 1975, dan kau datang pada tanggal 1 Januari, perbedaannya hanya dua hari. Sayang sekali. Kita semua mungkin telah melewatkan kisah yang sangat legendaris." Michael menepuk pundak Twain dan berjalan melewatinya.     

"Selamat tinggal, Tony."     

"Selamat tinggal, Michael." Tang En menatap kosong saat pria itu perlahan menghilang di kejauhan.     

Setelah kedatangannya yang aneh di tempat ini, dia berada di bar berkelahi dengan pria itu, dan kemudian mereka menjadi teman baik. Di tempat asing ini, Michael memberinya banyak bantuan yang tak bisa dibalas hanya dengan ucapan terima kasih. Dia ingin membalas pertemanan itu dengan prestasi, tapi semua itu lenyap bersama dengan peristiwa kecelakaan itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.