Mahakarya Sang Pemenang

Biarkan Aku Bermain Bagian 1



Biarkan Aku Bermain Bagian 1

0Tang En berdiri di pinggir lapangan pertama kompleks latihan tim pemuda dan melihat Andrew memimpin anak buahnya menyirami lapangan. Lalu dia melihat ke arah langit. Meskipun mendung, hujan masih belum turun.     
0

"Sialan! Dimanapun itu, ramalan cuaca memang tak bisa dipercaya!" Tang En mengutuk pelan. "Apa ini yang dimaksud hujan ringan sampai sedang?"     

Tang En melihat arlojinya, dan saat itu masih hampir satu jam sebelum pertandingan dimulai. Dia memberi isyarat kepada Andrew bahwa mereka tak perlu melakukan penyiraman lagi.     

"Anda ingin kami berhenti menyiram? Apa Anda yakin, Tuan Twain?" Andrew bertanya dengan suara keras sambil berdiri di tengah lapangan, memegang selang di tangannya dan memakai jas hujan serta sepatu bot wellington.     

"Aku yakin! Sangat yakin! Kalau kau terus menyiraminya, kita malah akan bermain polo air dengan Arsenal!"     

Andrew mendengar jawaban Twain itu dan melambaikan tangannya. Staf mengumpulkan peralatan mereka dan meninggalkan lapangan. Tang En mengambil beberapa langkah memasuki lapangan dan lapangannya licin seperti baru saja turun hujan. Dia merasa puas dengan pekerjaan Andrew.     

Sebelum pertengahan tahun sembilan puluhan, gaya bermain Arsenal, terutama di era Graham, sangat keras dan tangguh dan sangat mematuhi "1: 0 code". Bola sepak hanya terbang bolak-balik di udara selama sebagian besar waktu pertandingan, yang tak terlalu menarik untuk ditonton. Tapi sejak kedatangan si pria Prancis, Arsene Wenger, gaya bermain mereka telah mengalami transformasi besar-besaran. Pria Prancis itu membawa seni sepak bola dan menekankan agar membuat sepak bola tampak menarik untuk ditonton. Dia khususnya memberikan perhatian khusus pada umpan pendek dan koordinasi lapangan serta mendorong para pemainnya untuk memamerkan skill personal mereka. Tim Arsenal saat ini memainkan sepakbola paling indah di Inggris dan dipuji di seluruh dunia.     

Tapi, tim yang suka bermain seperti ini memiliki persyaratan yang tinggi terkait lapangan bermain. Lapangan sepak bola yang licin dan berlumpur, yang tak rata dan penuh lubang, bukanlah arena yang cocok untuk penampilan sepakbola indah Arsenal.     

Big John dan Skinny Bill sudah datang. Ada banyak orang di sana. Kalau mereka berada di City Ground, mereka semua hampir memenuhi satu bagian tribun penonton. Mereka semua berdiri dalam dua baris diluar pagar kawat, menempati separuh panjang lapangan. Meski tak semua orang mengenakan kaus merah tim Forest seperti John, mereka semua memakai syal merah, dan seseorang bahkan membuat spanduk dalam semalam dan menggantungnya di pagar kawat. Karikatur Tony Twain digambar disana. Meski gambar itu tak terlihat seperti dirinya, gambar itu menonjolkan ciri khasnya — rambutnya yang berantakan, yang tak pernah dirawatnya. Ada tulisan di sebelah karikaturnya:     

Hei, Tony! Beri kami kemenangan lagi!     

Ketika angin bertiup, karikatur itu berkibar, dan tampak seolah Tony Twain sedang berteriak di lapangan.     

Melihat para penggemar yang antusias itu, Tang En tersenyum sambil menggelengkan kepala dan kemudian berjalan menghampiri untuk mengobrol dengan mereka melalui pagar kawat. Orang-orang itu adalah pengunjung tetap Forest Bar, dan Tang En jelas tahu bahwa mereka adalah pendukungnya yang paling setia. Sama seperti setiap pemain memiliki kelompok penggemar dan klub penggemar, Tang En, meskipun bukan pemain, memiliki penggemarnya sendiri.     

Ah, enak rasanya menjadi orang yang disukai dan dikenali.     

Mereka mengobrol selama lebih dari 20 menit. Para pemain tim pemuda akhirnya tiba satu persatu, dan Kerslake membawa mereka ke ruang ganti untuk berganti pakaian dan keluar untuk melakukan pemanasan. John dan yang lainnya mulai bersorak untuk kelompok anak-anak itu. Meskipun tim pemuda sering melihat penggemar setia yang datang untuk menonton, jumlah mereka hari ini sangat banyak hingga membuat para pemain itu terkejut dan bersemangat.     

Ketika anak-anak itu bersiap untuk melakukan pemanasan di lapangan, lawan mereka tiba.     

Ditemani bunyi klakson, bus berwarna merah putih berbelok dari jalan aspal di sebelah lapangan. Body bus itu dihias logo dan nama klub Arsenal. Bus itu melewati jalan di pinggir lapangan dan menuju ke tempat parkir. Tang En melirik sekilas, lalu dia meninggalkan John dan yang lainnya, dan kembali ke area teknis tim tuan rumah, yang sebenarnya hanyalah beberapa kursi lipat untuk pelatih dan bangku kayu untuk diduduki para pemain.     

Segera saja, para pemain tim pemuda Arsenal masuk melalui pintu masuk utama. Tang En melihat beberapa wajah yang dikenalnya di antara kerumunan itu — Francesc Fàbregas, Gaël Clichy, Michal Papadopulos, Philippe Senderos…     

Pemilik nama-nama itu akan memiliki peranan untuk dimainkan di kancah sepakbola internasional di masa depan. Saat ini pemain tertua berusia 18 tahun dan yang termuda baru berusia 15 tahun. Setelah para pemain, para pelatih memasuki lapangan.     

Liam Brady, kepala tim pemuda Arsenal, datang menghampiri Tony Twain dan mengulurkan tangan ke arah lawannya. Dia adalah pemain Arsenal yang terkenal, yang dulu pernah bermain untuk Arsenal dari tahun 1975 hingga 1980. Dia adalah inti lini tengah tim, otak di lapangan, dan sekarang direktur tim pemuda The Gunners. Tapi Tang En tak mengenal pria itu. Yang membuatnya terkejut adalah keberadaan seorang pria jangkung, berdiri tak jauh di belakang Brady, dengan rambut abu-abu keperakan dan hidung besar yang menonjol dan membuatnya tampak seperti versi serius Mr. Bean — manajer Gunners, Profesor Prancis, Arsene Wenger.     

Kenapa manajer Tim Pertama datang ke sini? Otak Tang En mengirimkan sedikit keraguan.     

"Selamat sore, Tuan Twain. Kuharap pertandingan ini akan menjadi pertandingan yang bagus." Brady memberikan sapaan konvensional yang lemah, hambar, dan tak berguna. Dia meremehkan Twain, dan meremehkan tim Forest. Memangnya kenapa kalau mereka punya fasilitas pelatihan pemuda terbaik di Inggris? Kami punya sistem pengajaran tim pemuda terbaik di dunia untuk Arsenal.     

"Yah, um ..." Pikiran Tang En dipenuhi pertanyaan seperti Kenapa Wenger ada di sini? Apa niatnya datang kemari? Siapa yang akan mengarahkan Arsenal untuk pertandingan ini? Jadi, dia merespon acuh tak acuh pada sapaan Tuan Brady.     

Sementara bagi Tuan Brady yang terkenal di Arsenal, hal ini jelas membuatnya tak senang. Dia mengira Twain memandang rendah dirinya dan tim pemuda Arsenal. Jadi, dia tak mengatakan apa-apa lagi, berbalik, dan berjalan kembali ke tempatnya. Tatapan Tang En masih tertuju pada Wenger saat dia menyadari ada orang lain yang tiba-tiba berada di sebelah Arsene Wenger. Tuan Brady sudah kembali kesana? Apa yang tadi dikatakannya padaku? Oh, sial, sepertinya aku menyinggung perasaan orang lain lagi.     

Arsene Wenger sedang berbicara dengan Brady sambil memperhatikan Fàbregas di lapangan. Tang En kemudian mengerti bahwa pemain Prancis itu pasti datang untuk mengecek penampilan beberapa pemain muda.     

Gelandang belakang Prancis berusia 18 tahun, Clichy, telah ditransfer dari klub Prancis AS Cannes musim panas tahun ini. Dia sudah bermain untuk Tim Pertama Arsenal di Liga Utama, tapi penampilannya masih terbatas. Untuk mempertahankan kondisinya agar tetap kompetitif, Wenger membiarkannya berpartisipasi dalam pertandingan tim pemuda. Dalam situasi yang sama dengan Clichy adalah bek tengah Swiss yang jangkung, Senderos.     

Tak diragukan lagi, Tang En punya alasan untuk percaya bahwa tujuan terpenting perjalanan Wenger ke Nottingham adalah untuk mengecek penampilan bocah Spanyol yang baru dibelinya bulan lalu — Francesc Fàbregas.     

Fàbregas, yang bertubuh kurus, sedang melakukan pemanasan di lapangan. Dia tampak sangat percaya diri dan tak merasa cemas sebelum tampil. Meski dia baru berada di tim selama sebulan, dia kelihatan seolah-olah dia sudah berada di Arsenal selama satu dekade. Jelas, dia akan menjadi inti tim dan pemain kunci di dalam permainan tim.     

Apa ada orang di tim Forest yang saat ini bisa bertahan melawannya? Tang En melihat ke arah para pemain Forest yang sedang melakukan pemanasan di sisi lain lapangan dan menggaruk kepalanya.     

Kedatangan Arsene Wenger telah menciptakan kegembiraan di antara para penggemar sepak bola yang menonton di pinggir lapangan. Dia adalah selebriti dari Liga Utama dan manajer kelas dunia. Di dalam kelompok John, selain menjadi pendukung tim Forest, beberapa dari mereka juga penggemar Arsenal, karena Arsenal bermain sangat bagus dalam pertandingan mereka dan memiliki serangan yang sangat baik.     

Seseorang begitu bersemangat sampai-sampai dia bersiul, "Lihat! Itu si orang Prancis!"     

"Kenapa dia ada di sini?"     

"Siapa peduli! Mungkin kita bisa minta tanda tangannya setelah pertandingan berakhir..."     

"Bodoh!" Big John menyela pembicaraan mereka yang bersemangat dan berkata dengan wajah tegas, "Sekarang ini dia adalah musuh kita. Jangan menunjukkan antusiasme yang berlebihan! Kalian memalukan! Ayo, berteriaklah bersamaku. Forest Forest!"     

"Forest! Forest!!" Sekelompok pria mengayunkan tinju mereka di udara dan berseru sekuat yang bisa dilakukan oleh paru-paru mereka.     

Tuan Brady ingin masuk ke lapangan dan secara pribadi membimbing tim dalam melakukan pemanasan mereka. Dia baru saja melangkah masuk ke lapangan saat dia tiba-tiba mendengar raungan para penggemar di luar. Dia kaget, terpeleset, dan mendarat di atas pantatnya!     

"Sialan! Ahh!" Jatuh di tanah dan merasa malu, Brady memukul lapangan dengan marah. Sebagai akibatnya, segumpal lumpur melayang ke wajahnya dan telapak tangannya ditutupi lebih banyak lumpur. "Lapangan busuk macam apa ini?"     

Berdiri di sampingnya, Wenger sudah melihat kaki Brady yang terpeleset dan tadinya ingin mengulurkan tangan untuk menangkapnya. Tapi dia terlambat, dan kepala tim pemuda itu jatuh dengan lucu di depannya. Wenger tersenyum sedikit ketika dia melihat ekspresi para pemain di lapangan yang ingin tertawa tapi tak berani melakukannya. "Liam, bangunlah. Tim Forest pasti melakukan ini dengan sengaja." Dia mengambil handuk bersih dan menyerahkannya pada Brady. "Bersihkan wajahmu dulu, lalu bersihkan bagian belakangmu."     

Sebenarnya, Wenger sudah memperhatikan masalah yang ada di lapangan. Dia melihat ekspresi dan tindakan para pemain saat mereka melakukan pemanasan di lapangan, dan kemudian dia melihat tanah dan rumput yang sepertinya sudah dibolak balik... Dia juga pernah mengalami hal seperti ini di Liga Utama, tapi, sepertinya tak ada tim lain yang melakukannya seekstrim tim Forest. Kelihatannya mereka juga tak nyaman dengan pemanasan tim mereka.     

Setelah pemanasan berakhir, kedua belah pihak kembali ke bidang teknis masing-masing untuk mendengarkan kata-kata terakhir pelatih mereka.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.