Mahakarya Sang Pemenang

Adu Kekuatan yang Ditakdirkan Bagian 1



Adu Kekuatan yang Ditakdirkan Bagian 1

0Wood segera kembali ke sisi Twain, dan ketika dia memandang Twain, Twain melihat arlojinya. "Sudah? Apa sudah tiga menit? Baiklah. Aku akan memberitahumu apa yang harus kaulakukan saat berada di lapangan." Dia meraih Wood dan menunjuk ke arah Fàbregas yang sedang berlari dan mengoper bola. "Lihat, lawan nomor 25, apa kau melihatnya?"     
0

Wood mengangguk. "Aku melihatnya."     

"Dia adalah komandan lini tengah Arsenal, pusat tim, dan kunci dari apakah Arsenal akan mengalahkan kita dalam pertandingan ini. Namanya Francesc Fabregas. Ingatlah nama itu, wajahnya dan nomer punggungnya. Lalu masuklah dan jaga dia satu-lawan-satu, awasi dia dengan seksama, buat dia tak bisa bergerak. Jangan biarkan dia menerima bola umpan dari rekan-rekannya. Jangan biarkan dia memberikan umpan dengan mudah. Kalau dia menggiring bola untuk menerobos, tackling dia. Apa kau mengerti?" Tang En kembali melihat Wood. Bocah itu sepertinya sudah tak sabar untuk bermain dalam pertandingan ini. Dia tak bisa tetap tenang di samping Tang En, dia menggerak-gerakkan tubuhnya dengan bersemangat seolah dia masih melakukan pemanasan.     

Begitulah dia seharusnya. Selama ini dia selalu berwajah batu dan memiliki penampilan seperti robot. Siapa yang menyukai itu? Seorang anak yang normal akan selalu penuh harap, mudah dipengaruhi dan bersemangat.     

"Ya aku mengerti."     

Tiba-tiba, perhatian Tang En terarah pada kaki Wood yang telanjang. Dia mengerutkan kening dan bertanya, "George, di mana pelindung tulang keringmu?"     

"Aku tak memakainya."     

"Kenapa kau tak memakainya?"     

"Aku tak menyukainya, mereka terasa tak nyaman saat dipakai."     

"Itu tidak boleh, pergilah memakainya. Pelindung tulang kering gunanya adalah untuk melindungimu dari cedera dan luka."     

"Aku takkan luka."     

"Ayolah, jangan bicara omong kosong. Pakai pelindung itu, atau aku takkan membiarkanmu bermain!" kata Tang En dengan tegas.     

Triknya berhasil, dan Wood segera berlari ke bangku cadangan. Mengawasinya menjejalkan pelindung tulang kering itu ke dalam kaus kakinya begitu saja, Tang En hanya bisa menggelengkan kepala tak berdaya. Mungkin apa yang dikatakan anak itu memang benar ... tak ada seorang pun di dunia ini yang bisa melukainya di lapangan.     

Saat peluang bola mati muncul, tim Forest melakukan pergantian pemain. George Wood, memakai nomor punggung 55, dimasukkan untuk menggantikan nomor 18, James Beaumont.     

Brady melihat tim Forest melakukan pergantian pemain, dan dia melirik nomor punggung Wood. "Nomor 55?" Umumnya, pemain dengan jumlah nomer yang besar, selain karena preferensi pribadi, biasanya tak menempati posisi penting di dalam tim. Dia biasanya adalah pemain cadangan untuk pemain cadangan. Semua angka yang bagus sudah dipilih oleh anak yang lain dan saat tiba gilirannya, hanya angka diatas 30, yang tak diminati dan tak bernilai, yang tersisa. Memakai nomor punggung seperti itu sama saja dengan mengumumkan pada semua orang: Aku adalah pemain cadangan. Aku tak punya kemampuan!     

Dia tidak paham kenapa Twain memasukkan anak itu.     

"Siapa yang tahu siapa nomor 55 itu?" Dia berbalik untuk melihat ke arah pelatih dan tim dokter. Semua orang menggelengkan kepala dalam menjawab pertanyaannya.     

Tidak, tidak hanya para pelatih Arsenal, tapi tak ada seorang pun di seluruh dunia ini yang tahu siapa bocah nomor 55 itu. Posisi apa yang dia mainkan? Bagaimana gaya bermainnya? Bagaimana skill menendang bolanya? Apa kelebihan dan kekurangannya? Bagaimana dengan emosinya? Apakah dia jenius atau pecundang? Apakah dia pemain bintang masa depan atau pemain biasa, yang ditakdirkan untuk menjadi biasa-biasa saja?     

Bagi dunia sepakbola, George Wood adalah kanvas kosong. Dia bisa dilukis dengan warna dan detail yang rumit, atau dia bisa diwarnai secara acak dengan beberapa goresan dan kemudian diremas menjadi bola dan dibuang ke tempat sampah.     

Sekarang, di hadapan tim kuat Arsenal, di hadapan Le Professeur yang berwawasan luas, Arsene Wenger, Wood akan memberikan goresan pertama pada karirnya.     

Benar-benar menegangkan!     

Saat dia masuk ke lapangan, George Wood langsung melintasi setengah lapangan menuju ke pemain Arsenal, Fabregas, dan kemudian berdiri diam, menatapnya ...     

Tang En memutar matanya, dan dia mendengar Kerslake mendesah di belakangnya.     

Semua orang di area teknis Arsenal tertawa. Brady tertawa terbahak-bahak. Otot-otot wajahnya mengejang, dan dia sampai tak bisa berbicara dengan benar. "Yah, well, sekarang kita tahu dialah orang yang bertugas menjaga Fàbregas. Ha ha!"     

Di lapangan, Fabregas menatap aneh pada pemain yang lebih tinggi dan lebih kuat darinya. Dia menduga pemain itu berasal dari etnis campuran dan dia tampan.     

Nomer 55? Kau mengirim pemain dengan nomer punggung besar untuk menjagaku?     

Dia mengalihkan pandangannya dari Wood dan menatap manajer Forest, Tony Twain.     

Hei, Tuan Manajer. Apa ini semacam lelucon?     

Di luar lapangan, bahkan fans Forest tak bisa memahami pergantian pemain yang dilakukan Twain.     

"Hei! Siapa nomor 55 itu? Apa ada yang tahu?"     

"Apa dia bodoh? Berdiri di depan lawan dan hanya menatapnya?" Seseorang mengeluh dengan keras. "Apa yang dipikirkan Tony? Memasukkan seorang idiot besar untuk menjaga pemain nomer 25?"     

Begitu pria itu selesai berbicara, John meraihnya. Wajah Big John yang marah dan lebar muncul di depannya. Seperti monitor layar lebar 22 inci, hal itu memberikan dampak visual yang cukup jelas.     

"Tutup mulutmu! Jangan meremehkannya!" geram John.     

Pria yang mengejek Wood sangat terkejut, sampai dia tak bisa menjawab.     

Seseorang di sebelah John bertanya, "John, apa kau tahu siapa nomor 55 itu?"     

Bill mengangguk dan membantu John menjawab, "George Wood. Tony mengambilnya dari jalanan."     

"Bagaimana gaya bermainnya? Apa posisinya?"     

Kali ini Bill menggelengkan kepalanya. "Kami belum pernah melihatnya bermain, tapi Tony sangat mempedulikannya."     

Seseorang di kerumunan bersiul untuk menyatakan ketidakpuasannya.     

"Kalian semua diam!" Big John mendorong pria malang itu ke samping dan berteriak, "Tak ada yang boleh meragukan kemampuannya!"     

"Kenapa, John?" semua orang bertanya bersamaan.     

"Yeah, dia sama sekali belum membuktikan dirinya! Kemampuan apa yang dia miliki?"     

"Karena ... dia adalah pahlawan Gavin! Dia adalah pemain favorit Gavin, dan pemain yang paling menjanjikan!" teriak pria yang marah itu sambil menatap semua orang.     

Semua orang tiba-tiba terdiam.     

Big John berdeham, mengambil napas dalam-dalam, mengangkat tangannya, dan mengatur posenya. "Berserulah bersamaku sekarang! Wood! Wood! Wood, Wood, Wood! Tumbuhlah menjadi Forest!"     

John bertepuk tangan dengan kuat dan keras.     

"Wood! Wood! Wood, Wood, Wood! Tumbuhlah menjadi Forest! Forest! Forest!"     

Plok! Plok! Plok!      

"Wood! Wood! Wood, Wood, Wood! Tumbuhlah menjadi Forest! Forest! Forest!"     

Plok! Plok! Plok!      

"Forest, Forest - Forest!!"     

Orang-orang itu mengikuti John dan Bill dengan suara keras melantunkan sorakan yang disesuaikan untuk menyemangati George Wood.     

Selain personel kedua tim, orang-orang itu membentuk kerumunan terbesar di tepi lapangan. Saat mereka mulai mengucapkan sorakan itu, mereka menarik perhatian hampir semua orang.     

Tang En kembali menatap John, yang bersorak untuk Wood dengan wajah serius, dan dia meringis.     

Semua orang di area teknis Arsenal juga memperhatikan keriuhan mendadak itu. Brady tak bisa tertawa lagi. Dia sedikit tercengang. Mungkinkah dia pemain yang signifikan? Memiliki begitu banyak penggemar yang mendukung dan menyukainya, mereka bahkan menciptakan sorakan baginya. Itu bukan cara untuk memperlakukan seorang idiot!     

Nomer punggung 55, sebenarnya kau pemain seperti apa? Apa kau adalah senjata rahasia Tony Twain?     

Perhatian orang-orang dari area teknis kedua tim tidak terarah ke lapangan, dan hal yang sama juga terjadi kepada para pemain di lapangan. Hampir semua orang menoleh dan melemparkan pandangan aneh dan terkejut pada para penggemar Forest, yang masih bersorak untuk Wood sambil menonton.     

Remaja Spanyol yang berdiri di depan Wood sedikit memalingkan kepalanya; perhatiannya juga teralihkan oleh para fans yang bersorak di tepi luar lapangan.     

George Wood adalah satu-satunya orang di lapangan itu yang tak bereaksi setelah mendengar sorakan itu. Dia masih menatap Fàbregas.     

Karena Twain berkata kepadanya, "Jaga dia satu lawan satu, awasi dia dengan seksama, buat dia tak bisa bergerak ... singkirkan dia!     

Pemain pengganti Ashley Cole untuk Tim Pertama, remaja Prancis, Clichy, memberikan umpan depan ke Fàbregas, dan kemudian fokus untuk berlari cepat ke depan, berharap bisa melakukan wall pass dan kombinasi satu-dua dengan rekan setimnya itu. Tapi setelah dia berlari, dia sadar bahwa bola itu masih belum dioperkan kepadanya seperti yang seharusnya.     

Pada waktu yang hampir bersamaan dengan Fabregas menerima umpan dari Clichy, ia juga ditabrak oleh George Wood dari belakang. Jadi, ketika dia berjuang untuk menjaga keseimbangannya, jelas dia tak bisa mengoperkan bola ke tempat yang dia inginkan, dan bola itu ditendang keluar dari jangkauannya.     

Fàbregas mengeluh kepada wasit bahwa tindakan Wood termasuk pelanggaran, tapi wasit mengabaikannya.     

Level benturan fisik di Inggris ini hampir sama lazimnya seperti makan dan minum. Kalau setiap benjolan yang terjadi mengharuskan wasit mengumumkan pelanggaran, maka pertandingan akan terhenti puluhan kali. Tak bisa menerima benjolan yang disebabkan oleh tim lawan berarti dia masih belum cukup kuat.     

Melihat bagaimana Wood berhasil melakukan pertahanan melawan Fabregas seorang diri, Tang En melakukan tos dengan Kerslake. Bocah itu menunjukkan penampilan yang lebih baik dari yang diperkirakan semua orang. Setelah melalui 10 bulan pelatihan, ia bukan lagi anak yang bingung di pertandingan pertamanya dan yang kemudian menggunakan kakinya untuk menendang dan mematahkan kaki pemain lain.     

Fabregas tampak percaya diri, tapi George Wood juga tampak percaya diri. Fabregas tak merasakan demam panggung, dan George Wood tak tahu arti kata "takut." Jadi memangnya kenapa kalau kau punya anak remaja berbakat dan Pemain Emas di Kejuaraan Eropa U-17 UEFA? George Wood-ku dilahirkan tanpa rasa takut!     

Untuk mencegah Wood menabraknya saat ia menerima umpan, Fabregas harus maju untuk menerima bola dan pada saat yang sama, berbalik arah dan membuat jalur memutar lalu menyesuaikan arah serangan. Ini seharusnya bisa membuatmu lepas dariku, kan?     

Tidak!     

Fàbregas berbalik hanya untuk menemukan napas panas Wood yang disemprotkan ke wajahnya!     

Bajingan itu! Dia tak mau menyerah dalam mengejarku tanpa henti!     

Fabregas, yang menganggap bahwa bola di bawah kakinya berada dalam bahaya, dengan cepat menyesuaikan tubuhnya. Punggungnya kembali diarahkan menghadap Wood, dan dia akhirnya bisa melindungi bola. Tapi bukankah dia barusan membuat lingkaran besar? Bukankah ini artinya jalur memutar yang dibuatnya semula sama sekali tak berguna?     

Lawannya diam tak bersuara, tapi Fabregas selalu bisa mendengar napasnya dari belakang punggungnya, seolah dia tak bisa mengusir hantu yang menempel padanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.