Mahakarya Sang Pemenang

Gipsi Bagian 1



Gipsi Bagian 1

0Satu minggu telah berlalu sejak Tang En pergi mencari Storey-Moore dan Des Walker. Dalam jangka waktu ini, tim pemuda memainkan pertandingan liga pemuda di grup keempat. Dibandingkan dengan pertandingan sebelumnya, Tang En memberi George Wood kesempatan untuk bermain selama setengah pertandingan dan penampilannya tetap bagus. Penampilannya saat itu bahkan lebih baik daripada penampilannya di pertandingan sebelumnya. Kerslake merasa hal itu ada kaitannya dengan kualitas psikologis Wood yang sangat kokoh.     
0

"Ya ampun, Tony. Bocah itu sepertinya tidak tahu arti kata 'gugup'!" seru Kerslake.     

Tang En tertawa keras dan berkata, "Itu karena dia selalu bolos selama pelajarannya!"     

Tentu saja itu hanya lelucon. Tang En tidak memberi tahu Kerslake bahwa selain kualitas psikologis Wood, ada alasan lain yang sangat penting dibalik penampilan Wood yang bagus selama dua pertandingan berturut-turut. Alasan itu adalah ibunya, Sophia, yang menontonnya bermain dari pinggir lapangan.     

Wood memberi tahu Tang En, bahwa dia dan ibunya telah mencapai kesepakatan — kalau cuacanya baik dan langit cerah saat Wood bermain dalam pertandingan kandang, dia akan mengizinkan ibunya datang untuk menonton. Kalau hujan atau sepertinya akan turun hujan, maka Sophia tak akan diizinkan untuk datang menonton.     

Mendengar kata-kata Wood, Tang En tersenyum dan berkata padanya, "Yakinlah, George. Selama pertandingan itu diadakan di tempat kita, cuacanya pasti akan baik dan takkan turun hujan."     

Benar saja, pada hari pertandingan, langit Nottingham, yang baru saja memasuki musim dingin tampak sangat cerah, dengan matahari yang bersinar terang. Di bawah pengawasan ibunya, Sophia, George Wood juga menyelesaikan penampilannya dengan indah di babak kedua, membantu tim untuk mengalahkan lawannya dengan skor 2:1. Tang En membuatnya menjaga pemain penyerang inti tim lawan. Sebagai akibatnya, pemain inti yang telah cukup aktif di babak pertama, hampir tak bisa ditemukan di babak kedua. Pada akhirnya, manajer tim lawan hanya bisa menggantinya. Tang En juga memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat Wood menerapkan apa yang telah ia pelajari selama pelatihan - menjadi gelandang bertahan di posisi tetap, dan menjadi lini pertahanan pertama daripada hanya menjaga pemain tertentu.     

Meskipun dia membuat beberapa kesalahan — seluruh tim manajerial bisa melihat hal itu — pemuda itu perlahan-lahan mulai mengarah ke posisi yang benar selangkah demi selangkah.     

Beri dia lebih banyak waktu dan biarkan dia berpartisipasi di lebih banyak pertandingan. Setelah itu ... apa yang akan kita peroleh?     

Benar-benar masa depan yang sangat dinanti-nantikan!     

Pada saat yang bersamaan, hari-hari Collymore menjadi semakin tak tertahankan.     

Dia tetap memegang teguh kata-katanya dan menolak menerima semua bentuk wawancara dari Nottingham Evening Post. Setelah itu, hari-hari baiknya benar-benar telah berakhir.     

Pierce Brosnan, James Robson, dan banyak reporter besar dan kecil lainnya dari Nottingham Evening Post, semuanya menjadi yang terdepan dari faksi anti-Collymore. Bahkan jika Collymore sedikit teralihkan selama sepersekian detik saat dia menjawab pertanyaan selama konferensi pers usai-pertandingan, dia akan langsung diserang oleh Evening Post. Mereka juga membuat tuduhan tentang dirinya yang kelihatannya memang mungkin saja terjadi tapi sebenarnya tidak demikian.     

Para pembaca juga suka membaca artikel semacam ini. Dengan peningkatan volume penjualan Nottingham Evening Post, kekesalan mereka dibawa ke tingkat yang lebih tinggi.     

Hari ini adalah hari Minggu, dan tim pertama Nottingham Forest sedang menuju ke Wigan untuk pertandingan. Karena itu, Tang En tak perlu pergi ke Stadion City Ground untuk menonton pertandingan. Tang En, yang sedang dalam suasana hati yang baik, bangun dari tempat tidur lebih awal dan membuatkan dirinya sarapan sederhana. Setelah itu, ia menonton berita pagi di televisi sambil menikmati pagi yang indah. Sejak dia tahu bahwa dia akan segera kembali ke kursi manajer tim pertama, suasana hatinya menjadi sangat baik seolah-olah dia bisa melihat matahari yang cerah setiap hari selama musim dingin.     

Televisi menyiarkan ulang berita olahraga malam sebelumnya. Stasiun televisi lokal Nottingham memberikan perhatian paling besar pada Nottingham Forest dan Derby County. Sementara untuk Liga Utama atau pertandingan lainnya, semuanya dianggap memiliki prioritas yang lebih rendah daripada kedua tim ini.     

Nottingham Forest telah menjadi titik fokus pers baru-baru ini, dan hal itu disebabkan karena hasil tim yang sangat buruk serta manajer mereka yang tak cakap.     

Kalau Collymore tidak segera melakukan sesuatu, dan hasil tim terus memburuk, maka di akhir musim nanti Nottingham Forest akan memiliki "kehormatan" untuk menjadi tim pertama yang memenangkan Liga Champions UEFA, tapi harus berjuang di level ketiga liga sepak bola negara ini.     

Melihat kembali kejayaan masa lalu tim ini, dan kemudian melihat situasi mengerikan yang mereka alami saat ini, itu benar-benar pemandangan yang memilukan. Bahkan ada beberapa surat kabar yang tak bisa menahan diri dari membuat berita utama seperti: Mantan juara Eropa dalam kesulitan, masa depannya suram dan gelap! Mereka tak lagi percaya pada kemampuan Nottingham Forest untuk bisa bangkit dalam setengah musim yang tersisa.     

Para wartawan dari stasiun TV dengan santai mewawancarai beberapa fans sepak bola di jalan-jalan, dan meminta pendapat mereka tentang Collymore dan juga prospek tim. Tang En melihat mereka mewawancarai empat orang, dan tak ada yang mengatakan sesuatu yang positif. Tiga dari mereka menghubungkan hasil buruk tim dengan standar Collymore yang rendah dan kurangnya etika profesional. Pada waktu yang bersamaan, ada juga dua orang yang merasa bahwa dewan direksi klub juga harus bertanggung jawab atas kondisi buruk tim saat ini.     

"Kalau mereka tidak memecat Manajer Tony Twain, mungkin kita sudah berada di posisi keenam teratas di liga!"     

"Kau salah, idiot!" Tang En mengacungkan garpunya ke arah fans sepak bola yang montok itu di layar televisi dan berkata, "Kita akan menjadi yang pertama di liga!"     

"Kalau Brian Clough masih ada, situasinya takkan memburuk hingga seperti ini," Seorang fans sepak bola wanita menggelengkan kepalanya dan berkata dengan sedih ke arah kamera. Fans sepakbola pria yang berdiri di sampingnya, jelas suaminya, melanjutkan.     

"Kurasa Tony Twain juga bisa melakukannya. Sayang sekali saat ini dia mengelola tim pemuda."     

Kata-kata itu membuat Tang En merasa sangat tersanjung karena ada orang yang menaruh harapan pada dirinya seperti yang mereka lakukan pada sosok legendaris Nottingham Forest, Clough. Harapan yang mereka miliki untuknya membuatnya merasa puas. Dia bahkan merasa bahwa ketika dia memimpin tim di paruh kedua musim lalu dan maju ke babak playoff, kehormatan dan harapan yang diberikan para fans kepada dirinya pada saat itu jauh lebih rendah daripada yang mereka berikan kepadanya saat ini, ketika dia menjadi bagian dari tim pemuda.     

Mungkin orang-orang cenderung memberikan ekspektasi yang lebih tinggi untuk hal-hal yang tak bisa mereka peroleh saat ini.     

Tepat ketika Tang En sedang merasa senang di depan televisi, teleponnya berdering.     

"Tuan Twain, aku menemukan orang yang kaucari."     

Setengah jam kemudian, Tang En dan Moore sudah berada di kereta api dari Nottingham ke London.     

"Freddy Eastwood, lahir tahun 1983 pada tanggal 29 Oktober di Epsom, yang terletak di barat daya London. Saat ini, dia tinggal bersama istrinya dan juga putranya, yang bahkan masih belum berusia satu tahun, di Basildon." Moore, yang duduk di seberang Tang En, tetap bersikap tenang, dan dia terus berbicara perlahan. Tang En, di sisi lain, sangat ingin bertemu dengan orang itu. "Setelah kita mencapai stasiun kereta api di London, kita akan naik kereta bawah tanah sebelum naik bus ke sana."     

Tang En menggelengkan kepalanya, dan berkata dengan agak bersemangat. "Tidak, tidak, Tuan Moore. Tak perlu susah payah seperti itu. Kita akan menyewa mobil dan langsung menuju ke sana."     

Moore tetap tak menunjukkan ekspresi, dan tubuhnya bergoyang mengikuti irama kereta yang bergerak. "Tuan Twain, sepertinya kau tak bisa menunggu lebih lama lagi."     

"Itu benar, Tuan Moore," Tang En tertawa. "Jujur saja, aku tak sabar ingin segera bertemu dengannya!"     

"Aku bisa mengerti bagaimana perasaanmu, Tuan Twain. Tapi, kudengar dia dilanggar dengan sengaja dalam pertandingan tim pemuda di paruh pertama tahun ini. Sebagai akibatnya, kakinya patah." Moore berkata perlahan sambil menatap Tang En tanpa berkedip. Pada saat itu, Tang En sudah merasa ada yang tidak beres. "Waktu itu, dia masih berada di tim West Ham United, dan lawan mereka untuk pertandingan itu adalah — Nottingham Forest."     

Senyum di wajah Tang En dengan segera berubah kaku.     

Mereka langsung menghubungi perusahaan penyewaan mobil di stasiun kereta api di London. Sebuah mobil sewaan hitam datang untuk menjemput mereka, mengarahkan mereka ke Basildon, yang terletak di bagian utara London.     

Tang En, yang duduk di dalam mobil, tak lagi bersemangat seperti ketika ia baru berangkat. Dia duduk di kursi belakang dengan tenang sambil memandang keluar dari jendela ke arah hutan dan bangunan-bangunan yang melintas dengan cepat.     

Kalau Tang En benar-benar bertemu dengan Eastwood, bagaimana dia bisa mendekatinya setelah mengungkapkan motif kunjungannya dan latar belakangnya?     

Alam liar di luar mobil berangsur-angsur berkurang. Baris demi baris bangunan menjadi semakin sering terlihat. Mereka akhirnya mencapai Basildon.     

Setelah mereka memasuki kota, Moore membuat si pengemudi menepi di tepi jalan.     

"Kita harus berjalan kaki dari sini." Moore berkata kepada Tang En.     

Tang En keluar dan melihat lingkungan di sekitarnya. Mereka saat ini berada di National Highway Section A127 yang menghubungkan London dan Basildon. Ada rumah-rumah di kedua sisi jalan, dan dua baris semak memisahkan rumah-rumah itu dari jalan raya. Meskipun banyak dedaunan yang berguguran karena sekarang sudah musim dingin, lingkungan itu masih tampak agak padat.     

Moore memimpin jalan di depan tanpa mengatakan apa-apa, sementara Tang En mengikuti di belakangnya dengan tenang. Setelah berinteraksi dengan pria tua itu, Tang En menyadari bahwa Moore bukanlah seseorang yang suka bicara. Jadi, Tang En tak banyak mengambil inisiatif untuk memulai percakapan dengannya.     

Setelah berjalan kaki menempuh jarak yang tak terlalu jauh, tanah di bawah kaki mereka mulai berlumpur dan semakin sulit untuk dilalui. Semak-semak di kedua sisi jalan juga semakin banyak. Tang En merasa bahwa mereka tidak sedang mencari seseorang, melainkan akan mengamati binatang liar.     

"Di mana dia tinggal?" Tang En tak bisa menahan diri untuk bertanya.     

Tepat di saat ini, Moore berhenti. Dia menoleh dan berkata kepada Tang En, "Kita sudah tiba, Tuan Twain."     

Tang En melangkah maju dari belakang Moore, dan kemudian melihat ke sekelilingnya. Tak diragukan lagi ini adalah area perumahan kecil, dan area itu penuh dengan rumah-rumah bata merah bergaya lama. Di tengah-tengah bangunan-bangunan itu ada ruang kosong yang dikelilingi oleh semak belukar.     

Setelah itu, Tang En melihat ada wagon kuning panjang yang diparkir di tengah ruang kosong itu. Bahkan ada tirai putih berenda yang bermotif bunga di dalam mobil. Di luar mobil itu ada dua kursi lipat berwarna merah, tiga ember berisi air dan beberapa botol kosong. Pada jarak yang tak terlalu jauh, ada tali yang kedua ujungnya diikatkan pada dua cabang pohon. Di atas tali itu tergantung beberapa pakaian dengan motif bunga, yang dilihat sekilas saja sudah jelas merupakan pakaian wanita.     

Melihat pemandangan ini membuat mulut Tang En ternganga lebar. Setelah beberapa lama, dia akhirnya pulih dari keterkejutannya dan bertanya pada Moore yang pendiam, "Ini ... ini rumahnya?"     

Moore mengangguk.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.